Selasa, 08 Januari 2013

Fenomena V by Aliya




Finally today is coming. Penghujung hari di tahun 2012. Dari sejak pagi tadi Laila sibuk mengirimkanku pesan singkat mengingatkanku untuk segera membuat resolusi untuk tahun depan.

Jangan banyak bengong lagi. Banyakin doa and ibadah.

Dan…

Resolusinya jangan lupa ya non, nti pas kita ketemuan kita diskusikan panjang lebar, sebisa mungkin tahun depan harus lebih baik. Hmm…btw, jangan banyak melamun lagi untuk tahun depan ya, hehe

Dan…

Kamu itu kan sukanya melamun, tatapan kosong kalau lagi asik mikirin sesuatu. Apalagi kalau lagi ada masalah, beeeuh… seolah dunia milikmu doang, kita alien semua. Harus dikurangi ya tahun ini. Hmm… pokoknya listkan resolusinya, terlebih masalah ibadah.

Dan…
Non Aliya, kenapa gak balas smsku? Masih melamun ? or bengong kah? Udah mau ganti tahun ini, kebiasaan buruk mesti segera diubah, oke? Soon, respond my sms please!

Dan… masih banyak lagi. Satu intinya, Aliya itu harus segera mengurangi kebiasaan buruknya yang keseringan bengong, hihi.

Setelah kurespon sms Laila aku mulai menyadari sesuatu. Dan ini sangat mengejutkan bagiku dimalam menjelang pergantian tahun ini.

Sejak siang sampai malam, hujan deras mengguyur kota Banda Aceh tercinta ini. Setelah menyelesaikan shalat magrib, aku sedikit bersyukur ketika hujan masih saja turun. Mudah-mudahan saja hujan ini terus hujan sampai besok pagi, jadi at least perayaan tahun baru yang sudah tiga tahun terakhir di Serambi Mekkah ini tak begitu ramai. Sedih rasanya mengingat-ngingat dua tahun lalu, ketika perayaan tahun baru begitu semarak mengalahkan takbiran Idul Fitri dan Idul Adha. Suara kembang api bersahut-sahutan dilangit Banda Aceh seolah berbahagia dengan bertambahnya usia dunia, sedangkan seharusnya kita sepatutnya berduka dan banyak berdoa ketika dunia semakin renta dan mungkin hanya tinggal menghitung angka ketika akhirnya Allah memanggilnya. Apa tabungan akhirat kita sudah cukup? Apa kita sudah siap menghadapi dunia akhirat yang tiada tipu daya disana? Apa kita sudah yakin akan bersama dengan orang-orang yang baik bisa melewati Padang Masyar dan Jembatan Shiratal Mustaqim dengan baik? Aku bergidik mengingat itu semua.

Tahun lalu aku teringat ketika salah seorang teman mengajak menunggu pergantian tahun baru di salah satu kedai kopi di pusat simpang lima. Perayaannya luar biasa meriah, bahkan radio-radio seantero Banda Aceh seolah seperti dengan bangga menyiarkan detik-detik pergantian itu. Dan kini aku bersyukur telah menolak ajakan itu. Entah apa jadinya ketika aku menjadi salah satu orang dalam ratusan remaja, muda-mudi bahkan dewasa disana meniup terompet, bersorak-sorak menyambut tahun baru. Allah Maha Melihat dan malaikatnya mencatat.

Dan tahun ini aku semakin ketakutan dan cemas apalagi dengan fenomena yang terjadi di Banda Aceh ini. Kota kebanggaanku ini semakin dikhianati oleh penduduknya sendiri. Sejak bencana gempa dan tsunami menerjang 8 tahun lalu, kota ini semakin jauh dari ketaatan pada Allah. Aku teriris karena aku merasa menjadi salah satu yang menjadi pengkhianat itu. Maka sejak menjelang malam, rasa deg-degan menunggu bagaimana meriahnya pergantian tahun baru kali ini menyerangku. Bukan deg-degan bahagia, tapi cemas luar biasa. Beberapa teman sudah mulai mengirimkan ucapan dan tak satupun kurespon (salah memang, tapi aku terlewat cemas dengan segala keadaan ini). Banyak yang sudah mengupdate statusnya di Facebook menjelang pergantian tahun, aku miris. Terus apa yang aku lakukan? Aku terus berdoa semoga hujan terus mengguyur agar perayaan ini akan gagal. Namun, suara deru kendaraan yang lebih ramai dari biasanya di jalan raya depan rumahku sedikit merontokkan semangatku, semakin hujan mengguyur, semakin banyak anak-anak muda menuju titik-titik perayaan. Seorang teman mengatakan padaku bahwa jalan Medan-Banda Aceh dipenuhi para muda-mudi yang melajukan kendaraannya menuju Banda Aceh, dan tujuannya satu, perayaan Tahun Baru. Aku semakin miris.

Dan tepat setelah isya, aku menyadari sesuatu. Kubuka jendela kamarku. Hujan secara tiba-tiba berhenti total. Kupandangi langit, dan aku terkejut bukan kepalang. Langit yang sedari siang gelap karena mendung, kini menjadi sangat cerah bahkan aku bisa melihat awan-awan kecil menghiasi langit cerah dimalam hari. Ya Rabb, apapun yang Engkau tentukan, aku tahu ini hanya cobaan dariMu. Yaa..Allah sedang mencoba kita.

Benar saja. Suara kembang api bersahutan menjelang tengah malam. Kututup telinga dan berdoa aku dapat memejamkan mata dan tak mendengar ketika orang-orang sedang berfoya-foya membakar uangnya untuk merayakan bertambahnya tahun sang dunia.

Aku memang tertidur, hingga pada jam 3 dini hari sebuah dering telpon mengejutkanku. Laila menelpon membangunkanku.

Non, bangun ya! Tahajud! Berdoa, banyakin istighfar dan zikir. Mudah-mudahan awal tahun ini bisa jadi lebih baik. Ingat jangan tidur lagi!

Aku bangkit.
Dalam sujudku aku masih mendengar suara dentuman kembang api. Ada rasa miris yang luar biasa disana. Entah kenapa air mata seperti memaksa keluar. Aku merasa penuh dosa. Aku ketakutan luar biasa mengingat dosa-dosa. Aku teringat siksa kubur yang luar biasa pedihnya. Aku terbayang keadaan di padang masyar ketika tak ada tabungan amal yang kubawa sama sekali. Matahari yang kian panas terasa di Banda Aceh, kini seperti muncul dalam bayanganku. Bagaimana nasib kami kelak ketika matahari hanya sejengkal diatas kepala. Aku juga terbayang melintasi jembatan shiratal mustaqim yang dibelah tujuh hanya dari sehelai rambut. Hanya 1 diantara seribu yang kemungkinan bisa melewatinya, yaitu orang-orang yang bertakwa. Apa aku termasuk didalamnya?

Airmata kian jatuh dalam istighfarku dan semakin deras ketika sebuah dentuman kembang api lagi berbunyi. Aku teringat kemurkaan Allah. Membayangkan daerah yang terkenal dengan budaya islamnya ini akan Tuhan murkai untuk kedua kalinya setelah 8 tahun lalu. Bukan salah siapa-siapa, salah kami sendiri.

Kulipat mukenaku dalam ketermenunganku – maaf La, diawal tahun ini aku masih saja suka melamun. Mungkin ini memang akhir zaman ketika malah didaerah-daerah Non-Muslim, pertumbuhan islam semakin pesat dan maju. Dan didaerah Islam seperti ini seolah Islam hanya cover, isinya KOSONG. Apa ada jalan keluarnya? Tentu ada. Dan itu pun harus dimulai dari hal yang terkecil, dari diri sendiri dan dari sekarang. Ya… at least aku mulai menyadari dan berdoa akan terus istiqamah dengan segala perubahan ini. Amiiin.

Besok paginya kulihat banyak muda-muda yang baru saja bangkit dari tidurnya setelah lelah berpesta pora tadi malam. Entah dimana mereka tidur, yang jelas satu entah mereka shalat subuh atau enggak? Wallahualam. Suara kendaraan kian kencang menjelang siang hari. Dan yang membuatku lebih sesak adalah ketika aku membaca sebuah berita. Ya…sebuah berita mengejutkan dan semakin membuat hati miris.

PERAYAAN TAHUN BARU TERUNIK DISELURUH DUNIA judul headlinenya. Isi nya? Aku rasanya mau menangis.

Perayaan tahun baru di Banda Aceh dianggap terunik karena tepat di seputaran Mesjid Raya Banda Aceh, dua hal yang saling bertentangan terjadi. Disaat sebagian muslim berzikir dan memohon ampun kepada Allah dikala pergantian tahun, ribuan orang lainnya dan mereka kebanyakan juga Muslim merayakan tahun baru dengan terompet dan kembang api. Semakin keras suara zikir semakin kencang juga suara terompet dan kembang api. Massa itu juga tak terkendali hingga memaksa masuk kearea Mesjid. Ironis dan Mengiris.

Kita sebagai Muslim rasanya bagai ditampar. Tak cukup hanya itu, seharusnya kita berkaca bahwa inilah tanda-tanda akhir jaman…Apa kita sudah cukup siap untuk itu??

Allah Maha Melihat dan Dialah Maha Penentu. Sebagai manusia kita hanya perlu ingat bahwa Janji Allah pasti akan Dia tepati, apapun itu.