Finally
today is coming. Penghujung hari di tahun 2012. Dari sejak pagi tadi Laila
sibuk mengirimkanku pesan singkat mengingatkanku untuk segera membuat resolusi
untuk tahun depan.
Jangan banyak bengong lagi.
Banyakin doa and ibadah.
Dan…
Resolusinya jangan lupa ya
non, nti pas kita ketemuan kita diskusikan panjang lebar, sebisa mungkin tahun
depan harus lebih baik. Hmm…btw, jangan banyak melamun lagi untuk tahun depan
ya, hehe
Dan…
Kamu itu kan sukanya
melamun, tatapan kosong kalau lagi asik mikirin sesuatu. Apalagi kalau lagi ada
masalah, beeeuh… seolah dunia milikmu doang, kita alien semua. Harus dikurangi
ya tahun ini. Hmm… pokoknya listkan resolusinya, terlebih masalah ibadah.
Dan…
Non Aliya, kenapa gak balas
smsku? Masih melamun ? or bengong kah? Udah mau ganti tahun ini, kebiasaan
buruk mesti segera diubah, oke? Soon, respond my sms please!
Dan…
masih banyak lagi. Satu intinya, Aliya itu harus segera mengurangi kebiasaan
buruknya yang keseringan bengong, hihi.
Setelah
kurespon sms Laila aku mulai menyadari sesuatu. Dan ini sangat mengejutkan
bagiku dimalam menjelang pergantian tahun ini.
Sejak
siang sampai malam, hujan deras mengguyur kota Banda Aceh tercinta ini. Setelah
menyelesaikan shalat magrib, aku sedikit bersyukur ketika hujan masih saja
turun. Mudah-mudahan saja hujan ini terus hujan sampai besok pagi, jadi at
least perayaan tahun baru yang sudah tiga tahun terakhir di Serambi Mekkah ini
tak begitu ramai. Sedih rasanya mengingat-ngingat dua tahun lalu, ketika perayaan
tahun baru begitu semarak mengalahkan takbiran Idul Fitri dan Idul Adha. Suara
kembang api bersahut-sahutan dilangit Banda Aceh seolah berbahagia dengan
bertambahnya usia dunia, sedangkan seharusnya kita sepatutnya berduka dan
banyak berdoa ketika dunia semakin renta dan mungkin hanya tinggal menghitung
angka ketika akhirnya Allah memanggilnya. Apa tabungan akhirat kita sudah
cukup? Apa kita sudah siap menghadapi dunia akhirat yang tiada tipu daya
disana? Apa kita sudah yakin akan bersama dengan orang-orang yang baik bisa
melewati Padang Masyar dan Jembatan Shiratal Mustaqim dengan baik? Aku bergidik
mengingat itu semua.
Tahun
lalu aku teringat ketika salah seorang teman mengajak menunggu pergantian tahun
baru di salah satu kedai kopi di pusat simpang lima. Perayaannya luar biasa
meriah, bahkan radio-radio seantero Banda Aceh seolah seperti dengan bangga
menyiarkan detik-detik pergantian itu. Dan kini aku bersyukur telah menolak
ajakan itu. Entah apa jadinya ketika aku menjadi salah satu orang dalam ratusan
remaja, muda-mudi bahkan dewasa disana meniup terompet, bersorak-sorak
menyambut tahun baru. Allah Maha Melihat dan malaikatnya mencatat.
Dan
tahun ini aku semakin ketakutan dan cemas apalagi dengan fenomena yang terjadi
di Banda Aceh ini. Kota kebanggaanku ini semakin dikhianati oleh penduduknya
sendiri. Sejak bencana gempa dan tsunami menerjang 8 tahun lalu, kota ini
semakin jauh dari ketaatan pada Allah. Aku teriris karena aku merasa menjadi
salah satu yang menjadi pengkhianat itu. Maka sejak menjelang malam, rasa
deg-degan menunggu bagaimana meriahnya pergantian tahun baru kali ini
menyerangku. Bukan deg-degan bahagia, tapi cemas luar biasa. Beberapa teman
sudah mulai mengirimkan ucapan dan tak satupun kurespon (salah memang, tapi aku
terlewat cemas dengan segala keadaan ini). Banyak yang sudah mengupdate
statusnya di Facebook menjelang pergantian tahun, aku miris. Terus apa yang aku
lakukan? Aku terus berdoa semoga hujan terus mengguyur agar perayaan ini akan
gagal. Namun, suara deru kendaraan yang lebih ramai dari biasanya di jalan raya
depan rumahku sedikit merontokkan semangatku, semakin hujan mengguyur, semakin
banyak anak-anak muda menuju titik-titik perayaan. Seorang teman mengatakan
padaku bahwa jalan Medan-Banda Aceh dipenuhi para muda-mudi yang melajukan
kendaraannya menuju Banda Aceh, dan tujuannya satu, perayaan Tahun Baru. Aku
semakin miris.
Dan
tepat setelah isya, aku menyadari sesuatu. Kubuka jendela kamarku. Hujan secara
tiba-tiba berhenti total. Kupandangi langit, dan aku terkejut bukan kepalang.
Langit yang sedari siang gelap karena mendung, kini menjadi sangat cerah bahkan
aku bisa melihat awan-awan kecil menghiasi langit cerah dimalam hari. Ya Rabb,
apapun yang Engkau tentukan, aku tahu ini hanya cobaan dariMu. Yaa..Allah
sedang mencoba kita.
Benar
saja. Suara kembang api bersahutan menjelang tengah malam. Kututup telinga dan
berdoa aku dapat memejamkan mata dan tak mendengar ketika orang-orang sedang
berfoya-foya membakar uangnya untuk merayakan bertambahnya tahun sang dunia.
Aku
memang tertidur, hingga pada jam 3 dini hari sebuah dering telpon
mengejutkanku. Laila menelpon membangunkanku.
Non, bangun ya! Tahajud!
Berdoa, banyakin istighfar dan zikir. Mudah-mudahan awal tahun ini bisa jadi
lebih baik. Ingat jangan tidur lagi!
Aku
bangkit.
Dalam
sujudku aku masih mendengar suara dentuman kembang api. Ada rasa miris yang
luar biasa disana. Entah kenapa air mata seperti memaksa keluar. Aku merasa
penuh dosa. Aku ketakutan luar biasa mengingat dosa-dosa. Aku teringat siksa
kubur yang luar biasa pedihnya. Aku terbayang keadaan di padang masyar ketika
tak ada tabungan amal yang kubawa sama sekali. Matahari yang kian panas terasa
di Banda Aceh, kini seperti muncul dalam bayanganku. Bagaimana nasib kami kelak
ketika matahari hanya sejengkal diatas kepala. Aku juga terbayang melintasi
jembatan shiratal mustaqim yang dibelah tujuh hanya dari sehelai rambut. Hanya
1 diantara seribu yang kemungkinan bisa melewatinya, yaitu orang-orang yang
bertakwa. Apa aku termasuk didalamnya?
Airmata
kian jatuh dalam istighfarku dan semakin deras ketika sebuah dentuman kembang
api lagi berbunyi. Aku teringat kemurkaan Allah. Membayangkan daerah yang
terkenal dengan budaya islamnya ini akan Tuhan murkai untuk kedua kalinya
setelah 8 tahun lalu. Bukan salah siapa-siapa, salah kami sendiri.
Kulipat
mukenaku dalam ketermenunganku – maaf La, diawal tahun ini aku masih saja suka
melamun. Mungkin ini memang akhir zaman ketika malah didaerah-daerah
Non-Muslim, pertumbuhan islam semakin pesat dan maju. Dan didaerah Islam
seperti ini seolah Islam hanya cover, isinya KOSONG. Apa ada jalan keluarnya?
Tentu ada. Dan itu pun harus dimulai dari hal yang terkecil, dari diri sendiri
dan dari sekarang. Ya… at least aku mulai menyadari dan berdoa akan terus
istiqamah dengan segala perubahan ini. Amiiin.
Besok
paginya kulihat banyak muda-muda yang baru saja bangkit dari tidurnya setelah
lelah berpesta pora tadi malam. Entah dimana mereka tidur, yang jelas satu
entah mereka shalat subuh atau enggak? Wallahualam. Suara kendaraan kian
kencang menjelang siang hari. Dan yang membuatku lebih sesak adalah ketika aku
membaca sebuah berita. Ya…sebuah berita mengejutkan dan semakin membuat hati
miris.
PERAYAAN TAHUN BARU TERUNIK
DISELURUH DUNIA judul
headlinenya. Isi nya? Aku rasanya mau menangis.
Perayaan
tahun baru di Banda Aceh dianggap terunik karena tepat di seputaran Mesjid Raya
Banda Aceh, dua hal yang saling bertentangan terjadi. Disaat sebagian muslim
berzikir dan memohon ampun kepada Allah dikala pergantian tahun, ribuan orang
lainnya dan mereka kebanyakan juga Muslim merayakan tahun baru dengan terompet
dan kembang api. Semakin keras suara zikir semakin kencang juga suara terompet
dan kembang api. Massa itu juga tak terkendali hingga memaksa masuk kearea
Mesjid. Ironis dan Mengiris.
Kita
sebagai Muslim rasanya bagai ditampar. Tak cukup hanya itu, seharusnya kita
berkaca bahwa inilah tanda-tanda akhir jaman…Apa kita sudah cukup siap untuk itu??
Allah
Maha Melihat dan Dialah Maha Penentu. Sebagai manusia kita hanya perlu ingat
bahwa Janji Allah pasti akan Dia tepati, apapun itu.