Sabtu, 22 Oktober 2011

Better In Time 17 - Ini Epilog Bukan yaa??





“Aduhai, aneuk dara lon nyoe! Ka rap 27 tapi goh lom trok jodoh… Mumang bunda, Nisa!” Annisa terkekeh. Bundanya sibuk mengoceh sejak tadi mulai makan malam. Ayahnya juga hanya bisa geleng-geleng.

Annisa mengerti. Mungkin diawal kepulangannya, tak ada yang memaksa atau menanyakannya perihal jodoh atau apalah tentang itu, tapi Bundanya tentu cemas melihat anak perempuannya yang pertama itu masih melajang. Bukan tak laku, tapi belum jodoh menurutnya… (padahal hatinya memaksa sedikit agar Adam orangnya, hehe). Dia akan menerima jika yang datang itu Adam (tuuu kan, Adam lagi). Kata beberapa teman dan sepupunya, dia terlalu banyak memilih. Padahal tak seorang pun yang dipilihnya, dia hanya memilih Adam (halaaah…mulai ngaco, siapa siyh yang naksir Adam? Annisa atau saya?).

Yang paling jelas, dia selalu melibatkan Allah dalam keputusannya (Istikharah cinta, suiiit..suiit).

“Bukan Bunda. Bukan belum sampai, tapi sudah sampai beberapa, eh…malah ditolaaak, hehe. Pada ogah nongol lagi kali tuch Bun, gengsi kan di tolak muluuu…”, Ainaya, adiknya ikut nimbrung. Annisa sedikit melotot.

“Nyan keuh, jameun Bunda usia 18 thoen ka meunikah. Nyan pih termasuk ka yang paling telat. Aneuk dara jameun jino, jak sikula lah beutinggi-tinggi, jak kerja mita peng beulee… aleuh keupeu leuh nyan? Linto yang perle, bah jeut peulengkap setengoh iman…”

“Bunda… mana sama zaman dulu dengan sekarang?”, Ayah sedikit membela. Bunda sewot, 
Annisa tersenyum. Bunda, aku juga ingin segera membahagiakanmu. insyaAllah Bunda!

“Ayah, kiban nyo si kakak. Masa, Naya duluan?”, ucap Bunda kemudian yang sontak membuat Annisa sedikit tersedak.

“Enggak-enggak. Siapa bilang Naya ngelangkahin Nisa, gak boleh! Gak sopan itu namanya!”, ucap Annisa dengan wajah sedikit berlebihan, yang lain tertawa.

“Habis nungguin kamu, Bunda masih lama kaya’a momong cucu. Biarlah, Naya dulu…”

“Eiiits, Bun, kali ini Naya setuju dengan Cut Kak. Siapa juga yang mau nikah cepet-cepet. Baru juga tamat SMA. Kalaupun gak Cut Kak duluan, Adun Izy aja dulu…”, kini Ainaya mulai melibatkan Al-Farishy, abangnya, yang seketika tersedak ketika sedang asik menonton bola dengan ayah mereka.

“Eh, gak sopan! Jangan menimpakan kesalahan padaku, cut kak aja duluan…”, Ujar Izy disela-sela keasikannya. Annisa terkekeh.

“Ya Allah, Ya Tuhan… pajan lon meuteumeung peu acara aneuk? Ban mandum han ek dipeubahagia ureung cik…”

“Ihh…bunda, jangan gitu juga ngomongnya ah! InsyaAllah Bunda. Yang penting kita berdoa, 
kalau Allah bilang segera, besok juga pasti akan datang…”, ucap Annisa menenangkan.

“Peugah bak Bunda neuk, so yang Nisa meuheut? Bah Bunda jak lake?”, kini bundanya benar-benar serius. Annisa terpana.

“Bunda, Naya request donk! Karena Naya masih SMA, jadi sedikit kurang mungkin. Jadi Naya requestnya buat cut kak aja… hmm, Ustad Yusuf aja Bun! Perfect!”, ucap Naya dengan mengacungkan dua jempolnya. Seketika wajah Annisa merona. Memang keluarganya hanya sebatas tahu Adam pernah jadi bos Annisa, tapi tak lebih dari itu. Haadduuu… sin yak nyan kok bisa tahu yaa??

“Waah…kalau Ustad Yusuf, bunda mundur dech…”, ucap bundanya. Annisa sedikit terpana.

“Yeeeh, si Bunda menyerah sebelum berperang! Naya yakin pasti Ustad Yusuf suka sama cut kak, lagian udah dapat banget chemistrynya Bun, kaya’a sejak di York…”

“Eh… ngomong apa?”, potong Annisa dengan wajah merona. Ainaya menjulurkan lidahnya.

“Annisa…kamu… Neuk, bunda harus kiban nyo Nisa galak keu Yusuf, tapi… Aneuk Pak Syahrul manteung ditolak… Duu, Nisa…kiban… Ayah, kiban nyoe..”, Ucap ibunya sedikit kelabakan.

“Apa siyh bunda ni? Annisa juga gak ngomong apa-apa”, jawab Ayah. Annisa bangkit dan duduk tepat disamping ibunya. Mengenggam tangan itu.

“Bunda… peucaya Annisa beuh. InsyaAllah kalau Allah bilang iya, kapan pun dan siapapun akan jadi nyata”, kini keduanya saling memandang. Bundanya membelai pipi itu. Ainaya pun datang memeluk sang bunda dari belakang. Tiba-tiba suara dering telpon membuyarkan suasana yang sedikit haru itu…

“Assalamualaikum…”, Naya yang mengangkat telpon itu.

“Bunda? Ada bu, sebentar…”,

“Bunda, Ibu Ammara Aleesya yang dari Turki itu, ibunya Ustad Yusuf…katanya mau bicara sama bunda…”, ucap Naya agak berbisik dengan gagang telpon masih ditangannya.

“Bu Ammara, ada apa ya?” Bundanya melihat kearah Annisa yang sedang tersenyum penuh arti. Bunda, InsyaAllah kan? Kita hanya bisa berdoa, biar Allah yang menggerakkan segalanya. Mudah-mudahan ini jawaban untukmu Bundaku.

Bundanya langsung meraih gagang itu dengan wajah sedikit bingung, namun seperti ada sedikit perasaan deg-degan.

Beberapa menit berlalu. Ekspresi sang bunda sedikit berubah-ubah ketika dia sedang berbicara dengan seseorang diseberang itu. Kini percakapan selesai. Bundanya kembali. Annisa masih dengan senyumannya, sedang Naya sedikit bertanya-tanya. Ayah dan Izy masih sedikit sibuk dengan tontonannya.

“Ayah…”

“Tuan… ada apa Bunda?”

“Malam Jum’at ini sehabis Isya, Keluarga ibu Ammara mau silaturrahmi kemari sekaligus untuk…”, ucapan sang bunda sedikit terputus karena kini dia sedang menatap Annisa. Ya Allah, Subhanallah! Mudah-mudahan ini akhir penantianku untuk putriku ini.

Jeda. Kini semua mata tertuju pada Annisa. InsyaAllah Ayah dan Bunda. Annisa juga ingin sekali menyempurnakan setengah ibadah dan sekaligus membahagiakan Ayah dan Bunda. Mungkin Allah baru sekarang menentukan jalannya. Mudah-mudahan. Amiin.


***

Adam benar-benar membuktikan bahwa bacaan Al-Qurannya sudah bagus. Melalui bibirnya, terlantunlah alunan Surat Ar-Rahman. Annisa berkaca-kaca. Semua yang hadir sangat menikmati kekhidmatan suasana saat itu. Adam merasakan rasa bahagia menjalar keseluruh tubuhnya. Seluruh kejadian ini benar-benar terekam jelas dipikirannya. Lagi-lagi Déjà vu menergapinya.

Sesaat setelah bacaan Al-Qur’an selesai dan khutbah nikah selesai. Kini saat-saat paling mendebarkan itu pun akan terlaksana…

“Bismilahirrahmanirrahim… Ananda Adam Yusuf, Saya nikah kan anak saya, Annisa Namira binti Arifin Ramadhan, untukmu dengan mahar 25 mayam emas, tunai!”

“Saya terima nikah Annisa Namira binti Arifin Ramadhan untuk saya, dengan mas kawin tersebut, tunai!”

Ijab Qabul pun berjalan lancar. Setetes air mata jatuh di pipi Annisa. Dia berdoa dengan khusyu’ tepat setelah ijab qabul terucap. Betapa besar kekuatan kalimat suci itu. Jelaslah sudah, statusnya kini sudah berubah menjadi istri seorang Adam Yusuf…

Sebuah potret baru telah tercapture hari itu. Pernikahan. Kini fotografi cinta mereka bahkan baru saja dimulai dengan alur yang lebih nyata. Kehidupan rumah tangga. Selamat menempuh hidup baru Adam dan Annisa J









See you guys di cerita-cerita selanjutnya…

2 komentar:

  1. hiiyyaaaaa... happy ending ^^ waiting next ur story uummm

    BalasHapus
  2. hehhehe..sesuai permintaan pen0nt0n af (pen0nt0n apa pembaca siyh? Haha)
    pengen x nulis lg,tp tgs mengantri..hiks
    tulah,manyak2 ka jak s2,hehe
    rasa tek..

    BalasHapus