“Aduhai, aneuk dara lon
nyoe! Ka rap 27 tapi goh lom trok jodoh… Mumang bunda, Nisa!” Annisa terkekeh.
Bundanya sibuk mengoceh sejak tadi mulai makan malam. Ayahnya juga hanya bisa
geleng-geleng.
Annisa mengerti. Mungkin
diawal kepulangannya, tak ada yang memaksa atau menanyakannya perihal jodoh
atau apalah tentang itu, tapi Bundanya tentu cemas melihat anak perempuannya
yang pertama itu masih melajang. Bukan tak laku, tapi belum jodoh menurutnya…
(padahal hatinya memaksa sedikit agar Adam orangnya, hehe). Dia akan menerima
jika yang datang itu Adam (tuuu kan, Adam lagi). Kata beberapa teman dan
sepupunya, dia terlalu banyak memilih. Padahal tak seorang pun yang dipilihnya,
dia hanya memilih Adam (halaaah…mulai ngaco, siapa siyh yang naksir Adam? Annisa
atau saya?).
Yang paling jelas, dia
selalu melibatkan Allah dalam keputusannya (Istikharah cinta, suiiit..suiit).
“Bukan Bunda. Bukan
belum sampai, tapi sudah sampai beberapa, eh…malah ditolaaak, hehe. Pada ogah
nongol lagi kali tuch Bun, gengsi kan di tolak muluuu…”, Ainaya, adiknya ikut
nimbrung. Annisa sedikit melotot.
“Nyan keuh, jameun Bunda
usia 18 thoen ka meunikah. Nyan pih termasuk ka yang paling telat. Aneuk dara
jameun jino, jak sikula lah beutinggi-tinggi, jak kerja mita peng beulee… aleuh
keupeu leuh nyan? Linto yang perle, bah jeut peulengkap setengoh iman…”
“Bunda… mana sama zaman
dulu dengan sekarang?”, Ayah sedikit membela. Bunda sewot,
Annisa tersenyum. Bunda, aku juga ingin segera
membahagiakanmu. insyaAllah Bunda!
“Ayah, kiban nyo si
kakak. Masa, Naya duluan?”, ucap Bunda kemudian yang sontak membuat Annisa
sedikit tersedak.
“Enggak-enggak. Siapa
bilang Naya ngelangkahin Nisa, gak boleh! Gak sopan itu namanya!”, ucap Annisa
dengan wajah sedikit berlebihan, yang lain tertawa.
“Habis nungguin kamu,
Bunda masih lama kaya’a momong cucu. Biarlah, Naya dulu…”
“Eiiits, Bun, kali ini
Naya setuju dengan Cut Kak. Siapa juga yang mau nikah cepet-cepet. Baru juga
tamat SMA. Kalaupun gak Cut Kak duluan, Adun Izy aja dulu…”, kini Ainaya mulai
melibatkan Al-Farishy, abangnya, yang seketika tersedak ketika sedang asik
menonton bola dengan ayah mereka.
“Eh, gak sopan! Jangan
menimpakan kesalahan padaku, cut kak aja duluan…”, Ujar Izy disela-sela
keasikannya. Annisa terkekeh.
“Ya Allah, Ya Tuhan…
pajan lon meuteumeung peu acara aneuk? Ban mandum han ek dipeubahagia ureung
cik…”
“Ihh…bunda, jangan gitu
juga ngomongnya ah! InsyaAllah Bunda. Yang penting kita berdoa,
kalau Allah
bilang segera, besok juga pasti akan datang…”, ucap Annisa menenangkan.
“Peugah bak Bunda neuk,
so yang Nisa meuheut? Bah Bunda jak lake?”, kini bundanya benar-benar serius.
Annisa terpana.
“Bunda, Naya request
donk! Karena Naya masih SMA, jadi sedikit kurang mungkin. Jadi Naya requestnya
buat cut kak aja… hmm, Ustad Yusuf aja Bun! Perfect!”, ucap Naya dengan
mengacungkan dua jempolnya. Seketika wajah Annisa merona. Memang keluarganya
hanya sebatas tahu Adam pernah jadi bos Annisa, tapi tak lebih dari itu. Haadduuu… sin yak nyan kok bisa tahu yaa??
“Waah…kalau Ustad Yusuf,
bunda mundur dech…”, ucap bundanya. Annisa sedikit terpana.
“Yeeeh, si Bunda
menyerah sebelum berperang! Naya yakin pasti Ustad Yusuf suka sama cut kak,
lagian udah dapat banget chemistrynya Bun, kaya’a sejak di York…”
“Eh… ngomong apa?”,
potong Annisa dengan wajah merona. Ainaya menjulurkan lidahnya.
“Annisa…kamu… Neuk,
bunda harus kiban nyo Nisa galak keu Yusuf, tapi… Aneuk Pak Syahrul manteung
ditolak… Duu, Nisa…kiban… Ayah, kiban nyoe..”, Ucap ibunya sedikit kelabakan.
“Apa siyh bunda ni?
Annisa juga gak ngomong apa-apa”, jawab Ayah. Annisa bangkit dan duduk tepat
disamping ibunya. Mengenggam tangan itu.
“Bunda… peucaya Annisa
beuh. InsyaAllah kalau Allah bilang iya, kapan pun dan siapapun akan jadi
nyata”, kini keduanya saling memandang. Bundanya membelai pipi itu. Ainaya pun
datang memeluk sang bunda dari belakang. Tiba-tiba suara dering telpon
membuyarkan suasana yang sedikit haru itu…
“Assalamualaikum…”, Naya
yang mengangkat telpon itu.
“Bunda? Ada bu,
sebentar…”,
“Bunda, Ibu Ammara
Aleesya yang dari Turki itu, ibunya Ustad Yusuf…katanya mau bicara sama
bunda…”, ucap Naya agak berbisik dengan gagang telpon masih ditangannya.
“Bu Ammara, ada apa ya?”
Bundanya melihat kearah Annisa yang sedang tersenyum penuh arti. Bunda, InsyaAllah kan? Kita hanya bisa
berdoa, biar Allah yang menggerakkan segalanya. Mudah-mudahan ini jawaban
untukmu Bundaku.
Bundanya langsung meraih
gagang itu dengan wajah sedikit bingung, namun seperti ada sedikit perasaan
deg-degan.
Beberapa menit berlalu.
Ekspresi sang bunda sedikit berubah-ubah ketika dia sedang berbicara dengan
seseorang diseberang itu. Kini percakapan selesai. Bundanya kembali. Annisa
masih dengan senyumannya, sedang Naya sedikit bertanya-tanya. Ayah dan Izy
masih sedikit sibuk dengan tontonannya.
“Ayah…”
“Tuan… ada apa Bunda?”
“Malam Jum’at ini
sehabis Isya, Keluarga ibu Ammara mau silaturrahmi kemari sekaligus untuk…”,
ucapan sang bunda sedikit terputus karena kini dia sedang menatap Annisa. Ya Allah, Subhanallah! Mudah-mudahan ini
akhir penantianku untuk putriku ini.
Jeda. Kini semua mata
tertuju pada Annisa. InsyaAllah Ayah dan
Bunda. Annisa juga ingin sekali menyempurnakan setengah ibadah dan sekaligus
membahagiakan Ayah dan Bunda. Mungkin Allah baru sekarang menentukan jalannya.
Mudah-mudahan. Amiin.
***
Adam benar-benar
membuktikan bahwa bacaan Al-Qurannya sudah bagus. Melalui bibirnya,
terlantunlah alunan Surat Ar-Rahman. Annisa berkaca-kaca. Semua yang hadir
sangat menikmati kekhidmatan suasana saat itu. Adam merasakan rasa bahagia
menjalar keseluruh tubuhnya. Seluruh kejadian ini benar-benar terekam jelas
dipikirannya. Lagi-lagi Déjà vu menergapinya.
Sesaat setelah bacaan
Al-Qur’an selesai dan khutbah nikah selesai. Kini saat-saat paling mendebarkan
itu pun akan terlaksana…
“Bismilahirrahmanirrahim…
Ananda Adam Yusuf, Saya nikah kan anak saya, Annisa Namira binti Arifin
Ramadhan, untukmu dengan mahar 25 mayam emas, tunai!”
“Saya terima nikah
Annisa Namira binti Arifin Ramadhan untuk saya, dengan mas kawin tersebut,
tunai!”
Ijab Qabul pun berjalan
lancar. Setetes air mata jatuh di pipi Annisa. Dia berdoa dengan khusyu’ tepat
setelah ijab qabul terucap. Betapa besar kekuatan kalimat suci itu. Jelaslah
sudah, statusnya kini sudah berubah menjadi istri seorang Adam Yusuf…
Sebuah potret baru telah
tercapture hari itu. Pernikahan. Kini fotografi cinta mereka bahkan baru saja
dimulai dengan alur yang lebih nyata. Kehidupan rumah tangga. Selamat menempuh
hidup baru Adam dan Annisa J
See you guys di
cerita-cerita selanjutnya…
hiiyyaaaaa... happy ending ^^ waiting next ur story uummm
BalasHapushehhehe..sesuai permintaan pen0nt0n af (pen0nt0n apa pembaca siyh? Haha)
BalasHapuspengen x nulis lg,tp tgs mengantri..hiks
tulah,manyak2 ka jak s2,hehe
rasa tek..