Rabu, 26 Juni 2013

Makanya dengerin kata-kata mamak III



That’s a wow!! Untuk dua tulisan pertama yang kurasa masih sangat acak-acakan, aku sudah mendapat hingga 150 kunjungan. Perasaan biasa-biasaku ketika aku dipaksa Laila mengecek blogku kini berubah sangat antusias. Masa siyh?? (ungkapan lebai). Dan hasilnya seharian aku mencari ide untuk tulisanku selanjutnya, ck…ck…ck, dan hasilnya nol besar dan kosong, hihi. Bikin bête, aku pun seperti cacing kepanasan mondar-mandir kamarku. Gak bisa dibiarin, Laila harusnya tanggung jawab, yap…beneran, kenapa gak kepikiran sama sekali. Laila itu sumberku yang paling qualified, dua cerita pertama itu kan hasil pengalaman dia dan meledak kecil-kecilan di dunia blog. Malah ada yang minta episode 3 nya.

Dan sampailah pada titik ini. Haha. Yap… anda benar sekali, kini aku sedang mengiba-ngiba (lebih tepatnya memaksa Laila yang juga sedang asik menulis di blognya). Teganya aku (peran antagonis) adalah ketika, aku menjadi pengganggu paling utama waktunya hari itu. Dan baiknya dia (peran protagonis), dengan sangat sabarnya meladeni penulis kacangan yang sedang naik daun ini.

“Aliya sayang, aku beneran gak ada ide kali ini… hmm, beberapa hari ini belum ada siyh kejadian tentang makanya dengerin kata-kata mamak!
“Gak mesti itu kok La, apa aja dech asal pengalama kamu… abis kalau kamu yang ceritakan lagi jadinya asik…”, Laila melihat lembut kearahku.
“That’s not the point lagi! Setelah itu kamu tulis, seluruhnya itu menjadi tulisanmu dan kamu yang berhasil membuatnya jadi asik. Ide ceritanya dariku, tapi gaya penulisannya is totally yours, beibi!”, bisa diliat kan, betapa protagonisnya sahabatku itu…

“Hmm…but let me think, kaya’a ada satu kisah yang mau aku bagi… ”, ucapnya sambil menepuk-nepuk dagunya dengan jari telunjuk, dan detik selanjutnya melirikku senang. Senyumku yang sudah merekah karena merasa senang mempunyai sahabat super duper protagonist kaya’ Laila, kini senyum itu semakin melebar hingga memamerkan sederetan gigi-gigi yang kurang putih milikku sendiri, hihi. Itu artinya aku senang stadium empat. Yihaaaa….

Begini kira-kira kisahnya…

Pagi itu aku berencana mengantarkan mamak ke gedung Darussalam, karena beliau jadi pengawas ujian SMPTN. Pagi-pagi buta, gak ada kegiatan, membuatku malas sekali bangkit dari bantalku apalagi dalam keadaan aku juga libur shalat. Dan yang paling memperparah lagi, hari itu ujan (semakin membuat seluruh badan serasa mengantuk).

“Bangun Non! Siap-siap gih sana, mamak harus nyampe cepat ini”, ucap mamak dari pintu kamarku. Kulirik jam di hape. It’s still 6 early in the morning.
“Lima menit lagi ya mak!”, ucapku tidak jelas.
“Hmm…lima menit jadinya lima belas menit. Belum lagi post-bangunnya kamu, duduk sepuluh menit ngilangin malas, beresin tempat tidur juga sepuluh menit, cek hape lima menit, jadinya hampir setengah jam juga. Kamu tuch kerjanya lambat banget, mamak selesai semuanya kamu masih sikat gigi. Hei… mamak gak boleh telat ini, belum lagi macet. Ini hari ujian SMPTN, Laila! Jalanan pasti desak-desakan”

Aku pun bangkit dengan sedikit malas. Duduk sejenak mengumpulkan seluruh jiwaku (butuh 5 menit kali ini). Mamak geleng-geleng dan pergi meninggalkanku dengan post-wakeup-activityku. Aroma wangi dan segar khas menggelitik hidung, kurasa mamak sudah selesai mandi. Aku bangkit buru-buru, dan langsung membereskan tempat tidurku. Tapi tetap saja minimal aku butuh waktu lima menit, entah apa yang kulakukan yang jelas waktu sudah berjalan lima menit lagi. Bener saja kata mamak, kegiatan selanjutnya pasti ngecek hape, padahal entah siapa yang akan menguhubungi pagi-pagi buta begini. What a habit!! Ck…ck…ck.

It’s 7.30. Dan tebak aku lagi ngapain? Hehe… masih asik menyikat gigi, sedang mamak sudah stand by dengan rapinya di ruang santai.

“Laila, disikat selama mungkin pun, gak bikin gigi kamu seputih awan! Kecuali kalau dipakein Byclean!”
“Ihhh… tega amat mak!”, ucapku geleng-geleng kepala setelah selesai membasuh mukaku. Dan melangkah lagi ke kamar.
“Non, gak perlu semprot parfum sana-sini. Cuma ngantarin mamak aja, ntar kamu juga pulang lagi…”
“Siap juragan, cuma ganti ngambil jaket en jilbab!”

Ketika aku akan ke garasi menghidupkan mobil, sudut mataku menangkap sesuatu. Segelas penuh milo hangat sudah tersedia di meja makan. Bundaku. Bikin haru. Jadi nyesal, betapa enggannya aku tadi bangkit dari tidur, tapi disela-sela ketergesaannya dan kesibukannya hari ini, dia masih sempat membuatkanku minuman kesukaanku.

“Non, cepetan! Udah mau jam 7 ini”, teriak mamak dari garasi. Tuch kan, aku melamun lagi.
“Milonya jangan lupa diminum”, sambungnya.
“Iya mak, La hidupkan mobil dulu…”

Saat aku selesai menghidupkan mobil dan membalikkan badan menuju dapur, dengan sangat mengejutkan bundaku sudah berdiri dibelakangku sambil menyodori segelas milo.
“Ini, minum dulu! Ntar kalau gak, kamu pasti lupa!”, aku terkesima, dan memang ini bukan yang pertama seorang ibu bersikap seperti ini pada anaknya. Hanya saja…ah, aku speechless aja!
“Hei, udah gak usah terharu gitu… Telat mamak ntar! Melamun kamu aja hampir lima menit, dua kali melamun jadinya sepuluh menit…”, aku terkekeh.

***
Hujan masih sangat deras.
“La, mending lewat jembatan Pango aja, pasti jam segini udah padat jalan utama T. Nyak Arief…”, ucap mamak ketika kami sudah jalan.
“Ntar agak kesulitan juga kalau lewat UK mak, jalannya agak sempit, banyak bolong lagi dijalan kampungnya, nyita waktu juga. Sama aja”
“Hmm… kan kita bisa lurus kearah lampineung…”
“Just the same, I guess. Kita lewat jalan utama aja yaa…”
“Oke, terserah kamu aja. Yang penting mamak jangan telat!”
“Beres ma’am!”

Kulihat persimpangan Surabaya, masih aman. Tikungan Beurawe juga masih aman dan mudah-mudahan Jambotape juga aman. Tapi ternyata kendaraan sedikit padat di lampu merah Jambotape, kami hampir terkena lampu merah tuk kedua kalinya. Dan melewati simpang Jambotape, aku ingat sesuatu penting ketika kusadari semakin kedepan, kendaraan semakin padat dan semakin melambat.

“Haduuu…”
“Kenapa?”, tanya mamak.
“Laila lupa, kan lagi ada perbaikan jalan di arah ini…”
“Iyaaa, mamak kok juga bisa lupa yaa…”
“Kena macet dah…”
Dan benar saja, melewati RSUZA kendaraan proyek sedang melancarkan aksinya. Dan dengan terpaksa banyak kendaraan harus melewati jalan yang sudah ditutup setengah. Macet luar biasa, belum lagi kalau kena lampu lalulintas didepan Mesjid Al-Makmur. Kacau.

Aku beneran nyesal. Kini kami terjebak macet sekaligus lampu merah tepat didepan Mesjid.  Coba saja dari tadi aku mendengar kata-kata mamak, mulai dari bangun pagi dan segala post activities, juga masalah arah, mungkin saja… Ah, penyesalan memang selalu datang terlambat. Kulirik jam, it’s 7.08. Kulirik bundaku. Beliau terlihat tenang dengan handphonenya, dan mudah-mudahan luardalam tenangnya, bukan cuma kamuflase untuk membuatku tak merasa bersalah.

And it’s almost 10 minutes we’re stuck in traffic jam. Ketika akhirnya kami sampai, aku sangat lega. Kuraih payung dikursi belakang dan kuberikan pada mamak.
“Here we are”
“Sms La kalau udah selesai ya mak!”, ucapku ketika mamak sudah siap-siap keluar.
“Siap bu supir!”, mamak keluar. Tapi sejenak sebelum dia menutup pintu mobil,
“Besok-besok dengerin kata mamak ya Non!”, ucapnya sambil tersenyum dan melangkah pergi.

Aku tersenyum dalam sesalku. I’m sorry mom!

Hmm…cerita Laila kali ini sedikit membuat haru. Aku saja sempat berulang kali tertangkap matanya sedang sendu. Seprotagonisnya sahabatku itu, ternyata masih ada ibunya yang lebih super dan tentu saja ibuku. Oke, pastinya semua ibu didunia ini. We love Mom, Yeayyyyyy!!!



Makanya dengerin kata-kata mamak II



Firasatku bener kali ini, belum juga aku mengungkapkan kalimat, “kita lihat saja kamu belajar dari pengalaman gak, atau malah akan ada kata-kata makanya dengerin kata mamak II”, si Laila langsung menuturkan cerita keduanya untuk lagi-lagi menjadi tulisan-tulisan pertama di blogku.

Begini kisahnya seperti yang aku quote…

Haduuu…emanglah hari ini beneran “What a day”. Jadi selesai dengan kasus penyebaran warna illegal ke jilbab kesayanganku, ada kisah lain lagi. Namun yang ini agak memalukan.

Aku sedang duduk santai di beranda bersama mamak, dan kami menikmati mangga hasil dari pohon sendiri. Setelah hampir setengah jam mengobrol santai dan selesai menikmati buah mangga, mamak melirikku…
“Hari ini ada kegiatan apa lagi?”
“Heh! Hmm… gak ada siyh mak, ngajar juga udah selesai. Anak-anak udah selesai final, jadi La dirumah aja…”
“Mending kamu nyetrika sana, dari pada ntar numpuk lagi terus kamu bête gak jelas lagi…”
Sifat malasku langsung mekar saat kalimat itu keluar dari mulut mamak. Muka berubah sedikit lesu. Dan bisikan syeitan semakin kencang ditelingaku. Aku malas.
Detik selanjutnya aku mulai mencari solusi. Ini gak bener kalau aku vakum dari kegiatan, bisa beneran malas terus and nambah berat badan (problem anak muda jaman sekarang, hehe). Dan sebuah ide muncul dengan sangat cemerlang, dan kurasa tak ada yang dirugikan dengan ideku ini, hihi.
“Mak, beneran Laila males banget nyetrika ni, gimana kalau Laila bantuin si abang ngecat? Yaah… dia kan sibuk beberapa hari ini, dari pada cat nya kering dan janjinya tinggal janji untuk ngecat ruang santai, mending Laila yang mulai…”
“Beneran ni?”
“Bener mak! Dari pada Laila gak ngerjain apa-apa…”


Semenit kemudian aku dan mamak sudah berada diruang yang akan segera aku eksekusi alias aku cat. Disana sudah ada dua kaleng cat warna light cappuccino.
“Memangnya kamu bisa ngebuka kaleng cat itu?”, tanya mamak sedikit meragukanku. Aku tersenyum. Tentu aku bisa, toh… kemarin si abang udah ngetrain aku sedikit.

Dan ketika beberapa menit kesulitan membuak kaleng cat itu (karena aku lupa triknya, hehe), akhirnya tutup itu lepas juga.

“Waah… catnya kental amat ini, mesti dicampur air…”, ucapku lirih seperti pada diriku sendiri. Sang bunda sudah sedikit repot di dapur yang memang berada disebelah ruang itu. Aku ingat pesan abangku, kalau agak kental campurkan dengan air sedikit aja ya, ingat sedikit aja…
Segera kuisi air dalam gayung kira-kira 1/3 dari isi seluruhnya, dan kutuangkan sedikit kedalam kaleng cat yang sekitar 1 cm penuh dengan cat light cappuccino itu. Hanya sedikit air dan kuaduk kembali cat itu. Ketika kucoba mengecat, kuasnya agak sedikit berat kugerakkan karena catnya masih sangat kental saudara-saudara.

“Non, itu air dalam gayung dituang aja semuanya kedalam kaleng cat itu, itu masih kental amat…”, ucap mamak yang sudah berdiri disampingku.
“Gak bisa mak! Ntar kecairan, bisa berabe…”
“Itu masih kental amat, kamu juga bakalan susah ngecatnya… mamak liat si abang nuangin air malah sampai diujung kaleng ini…”
“Laila gak berani mak, ntar kalau salah malah kena semprot abang…”
“Ih…dibilangin juga…”
Tanpa ingin membuat mamakku kecewa kali ini, kutuangkan lagi sedikit air, namun lagi-lagi aku masih kesulitan menggerakkan kuasku. Ketika aku akan menuangkan tetes air selanjutnya, mamak sudah merebut gayung itu. Dengan wajah gemasnya, bundaku itu dengan cepat menuangkan tiga kali lipat dari jumlah air yang aku tuangkan. Aku sedikit berteriak.
“Ih…mak, ntar kalau kecairan gimana?”
“Kagak! Coba diaduk dulu… Tuch kan, udah mendingan… hmm, malah seharusnya ditambah lagi…”
“No…no…no!”, ucapku sambil memindahkan gayung air yang sudah akan diraih ibuku lagi. Eh, malah si bunda ketawa sambil geleng-geleng kepala dan ngeloyor pergi.

Menit selanjutnya, setelah beberapa kali mengecat, aku merasa catnya masih agak kental. Aku celingak-celinguk melihat mamak, merasa aman kutuangkan sedikit lagi air. Kejadian itu terus berulang ketika beberapa kali aku mengecat, catnya masih sangat kental. Dan saat kesekian kalinya aku masih merasa cat itu masih saja sangat kental, aku merasa heran. Aneh. Dari tadi, gak sesuai-sesuai ini cat. Masih kental aje. Kulirik kedalam gayung, dan masih ada sedikit air, kuraih gayung itu dan dengan sedikit kesal kutuang semua sisa air itu…

“Makanya besok-besok dengerin kata mamak ya Laila!”, ucap mamak dan mengejutkanku. Aku tersipu malu, kuaduk cat itu tak menoleh sama sekali.
“Habis juga kan air dalam gayung itu…”, aku tetap menunduk sambil tersenyum malu, hehe.

Dan yang paling ajaibnya, catnya jadi normal setelah sisa air dalam gayung itu aku campurkan. And the truth is mom’s words are truly magical.



Hehe, kali ini gak ada excuse buat Laila untuk menyerangku dengan cubitannya yang super duper ganas itu. Toh, emang ceritanya konyol. Dan lihat saja, akan ada lagi makanya denger kata-kata mamak III, hihi. To be continued…

Makanya Dengerin Kata Mamak!!



Kalau ngebaca judul ini selalu bikin aku sedikit tersipu malu, merasa bersalah, cekikikan dan ujung-ujungnya menyesal. Makanya dengerin kata mamak! Itu judul yang Laila usulkan ketika dia dengan sedikit semangat (namun yang pasti agak memaksa) menawarkanku sebuah cerita yang akan menjadi tulisan pertamaku diblog baruku (horreeeiiii, akhirnya Laila berhasil memaksaku membuat sebuah blog yang masih kosong). Begini penuturan Laila…

Pagi itu, aku dan mamakku berencana mencuci tumpukan pakaian yang seharusnya sudah dicuci empat hari lalu. Bisa dibayangkan tumpukan itu sekarang sudah setinggi apa. Biasanya adalah kebiasaan mamak yang merendam pakaian, namun entah apa yang terjadi pagi itu, si Laila yang tidak lain adalah aku sendiri, yang masih dengan mata kantuknya mencoba menjadi pahlawan kesubuhan. Aku yang masih dengan susah payah melawan rasa malas bercampur kesal karena cucian yang menggunung itu, terkesima melihat tumpukan pakaian yang sebagian besarnya adalah milikku sendiri… What a day! Oh dear… bener-bener hari “ngebabu” dah hari ini…

Aku pun dengan bersemangat membuka kran air dan menampung air di tiga ember super duper besar. Lalu aku menuangkan Rin** (kurasa ini sepatutnya tak perlu disebutkan, kecuali si brand mau jadi sponsor tulisan Aliya, hehe) secukupnya ke ember kecil dan mencampurnya dengan beberapa gayung air. Kemudian I mix both stuffs using my hands, hingga muncul ratusan ribu busa (aku gak sempat ngitung siyh). Ketika aku masih asik mengocok-ngocok air dan deterjen yang tak boleh disebutkan namanya itu, sebuah suara sedikit mengejutkanku…

“Itu pakaiannya jangan direndam sembarangan, perhatikan kain-kain yang beresiko luntur…”, mamak sudah berdiri di depan pintu sumur dengan memegang sapu dan kurasa she’s gonna clean up the kitchen. Hanya kudongak sejenak dan aku kembali asik dengan kegiatanku.

Aku selesai dengan campuran air dan deterjen (masih tidak bisa kusebutkan namanya itu). Dan perasaan asikku tadi hilang seketika saat aku melihat lagi pakaian yang menggunung itu. Bête tingkat kronis dah. Dan dengan perasaan kesal kusabet kain-kain itu seenaknya dan dan kumasukkan ke dalam ember kecil pertama, tanpa memperhatikan dan melakukan nasehat sang bunda. Jilbab cream berenda yang sangat sering jadi andalanku, dan beberapa warna lainnya, beberapa bajuku dan juga baju batik ungu punya mamak.

Selesai dengan ember kecil pertama, aku meraih ember kecil kedua dan melakukan hal yang sama. Namun, gerakanku mendadak berhenti seketika saat tak sengaja mataku melihat kearah ember pertama. Air deterjen yang awalnya berwarna sedikit putih, kini berubah sangat keunguan. No way!!! Pikiranku langsung sesat sesaat, semuanya seperti berhenti sejenak, namun detik selanjutnya dengan gerakan super cepat aku mencari jilbab cream berendaku. Dan kebetulan si kain malang itu tepat berada dibawah baju batik mamak yang jadi biang keroknya penyebar warna ungu itu. Dan sudah bisa ditebak apa yang terjadi?? Yaa… sampai jumpa jilbab cream sendu, kini berganti jilbab cream berplak ungu. Hikss…
Saat aku sedang meratapi jilbabku itu, sebuah perasaan menyesal menyergap. Gara-gara perasaan kesal tak beralasan (), aku mengabaikan kata-kata mamak dan berujung fatal begini.

“Ya Rabbii… baru aja dibilangin, lah… kejadian pula! Makanya dengerin kata mamak La…”
Aku menatap mamakku yang sedikit kebingungan didepan pintu sumur dengan tatapan sangat menyesal.
“Besok-besok kalau gak mau cuciannya numpuk, jangan nunda-nunda! Jadinya bête gak jelas, terus nyiksa pakaian gini. Ujung-ujungnya nyesal kan?”, aku hanya diam masih dengan perasaan sedih sembari terus memegang jilbab kesayanganku itu.

Mamak segera meraih jilbab itu dan melihat sejenak, kemudian tersenyum…
“Udah ah! Memangnya kalau disesali gini, jilbabnya balik lagi ke warna semula, mending diambil hikmahnya. Setidaknya, kamu punya jilbab baru bernoda ungu…gak ada yang punya selain kamu”, mamak tertawa kecil.
Aku tersenyum. Iyyaa…mau gimana lagi, Tuhan yang punya kok! Jadi terserah Dia mau diapain juga, cuma caranya itu yang bikin aku nyesal. Ah… setidaknya besok-besok aku benar-benar harus dengar kata-kata mamak. Gak bole underestimate kata-kata seorang ibu pokoknya. Ini baru jilbab dan luntur, belum lagi persoalan jiwa dan perasaan dan hopefully it never happens.



Hehe, jahatnya aku ketika malah tertawa saat Laila bercerita. Beberapa kali meminta maaf, namun tak menahannya memberikanku beberapa cubitan dilengan. Kita lihat saja La, ada kisah selanjutnya tidak dengan kata-kata makanya dengerin kata-kata mamak! Hehe…