Rabu, 26 Juni 2013

Makanya Dengerin Kata Mamak!!



Kalau ngebaca judul ini selalu bikin aku sedikit tersipu malu, merasa bersalah, cekikikan dan ujung-ujungnya menyesal. Makanya dengerin kata mamak! Itu judul yang Laila usulkan ketika dia dengan sedikit semangat (namun yang pasti agak memaksa) menawarkanku sebuah cerita yang akan menjadi tulisan pertamaku diblog baruku (horreeeiiii, akhirnya Laila berhasil memaksaku membuat sebuah blog yang masih kosong). Begini penuturan Laila…

Pagi itu, aku dan mamakku berencana mencuci tumpukan pakaian yang seharusnya sudah dicuci empat hari lalu. Bisa dibayangkan tumpukan itu sekarang sudah setinggi apa. Biasanya adalah kebiasaan mamak yang merendam pakaian, namun entah apa yang terjadi pagi itu, si Laila yang tidak lain adalah aku sendiri, yang masih dengan mata kantuknya mencoba menjadi pahlawan kesubuhan. Aku yang masih dengan susah payah melawan rasa malas bercampur kesal karena cucian yang menggunung itu, terkesima melihat tumpukan pakaian yang sebagian besarnya adalah milikku sendiri… What a day! Oh dear… bener-bener hari “ngebabu” dah hari ini…

Aku pun dengan bersemangat membuka kran air dan menampung air di tiga ember super duper besar. Lalu aku menuangkan Rin** (kurasa ini sepatutnya tak perlu disebutkan, kecuali si brand mau jadi sponsor tulisan Aliya, hehe) secukupnya ke ember kecil dan mencampurnya dengan beberapa gayung air. Kemudian I mix both stuffs using my hands, hingga muncul ratusan ribu busa (aku gak sempat ngitung siyh). Ketika aku masih asik mengocok-ngocok air dan deterjen yang tak boleh disebutkan namanya itu, sebuah suara sedikit mengejutkanku…

“Itu pakaiannya jangan direndam sembarangan, perhatikan kain-kain yang beresiko luntur…”, mamak sudah berdiri di depan pintu sumur dengan memegang sapu dan kurasa she’s gonna clean up the kitchen. Hanya kudongak sejenak dan aku kembali asik dengan kegiatanku.

Aku selesai dengan campuran air dan deterjen (masih tidak bisa kusebutkan namanya itu). Dan perasaan asikku tadi hilang seketika saat aku melihat lagi pakaian yang menggunung itu. BĂȘte tingkat kronis dah. Dan dengan perasaan kesal kusabet kain-kain itu seenaknya dan dan kumasukkan ke dalam ember kecil pertama, tanpa memperhatikan dan melakukan nasehat sang bunda. Jilbab cream berenda yang sangat sering jadi andalanku, dan beberapa warna lainnya, beberapa bajuku dan juga baju batik ungu punya mamak.

Selesai dengan ember kecil pertama, aku meraih ember kecil kedua dan melakukan hal yang sama. Namun, gerakanku mendadak berhenti seketika saat tak sengaja mataku melihat kearah ember pertama. Air deterjen yang awalnya berwarna sedikit putih, kini berubah sangat keunguan. No way!!! Pikiranku langsung sesat sesaat, semuanya seperti berhenti sejenak, namun detik selanjutnya dengan gerakan super cepat aku mencari jilbab cream berendaku. Dan kebetulan si kain malang itu tepat berada dibawah baju batik mamak yang jadi biang keroknya penyebar warna ungu itu. Dan sudah bisa ditebak apa yang terjadi?? Yaa… sampai jumpa jilbab cream sendu, kini berganti jilbab cream berplak ungu. Hikss…
Saat aku sedang meratapi jilbabku itu, sebuah perasaan menyesal menyergap. Gara-gara perasaan kesal tak beralasan (), aku mengabaikan kata-kata mamak dan berujung fatal begini.

“Ya Rabbii… baru aja dibilangin, lah… kejadian pula! Makanya dengerin kata mamak La…”
Aku menatap mamakku yang sedikit kebingungan didepan pintu sumur dengan tatapan sangat menyesal.
“Besok-besok kalau gak mau cuciannya numpuk, jangan nunda-nunda! Jadinya bĂȘte gak jelas, terus nyiksa pakaian gini. Ujung-ujungnya nyesal kan?”, aku hanya diam masih dengan perasaan sedih sembari terus memegang jilbab kesayanganku itu.

Mamak segera meraih jilbab itu dan melihat sejenak, kemudian tersenyum…
“Udah ah! Memangnya kalau disesali gini, jilbabnya balik lagi ke warna semula, mending diambil hikmahnya. Setidaknya, kamu punya jilbab baru bernoda ungu…gak ada yang punya selain kamu”, mamak tertawa kecil.
Aku tersenyum. Iyyaa…mau gimana lagi, Tuhan yang punya kok! Jadi terserah Dia mau diapain juga, cuma caranya itu yang bikin aku nyesal. Ah… setidaknya besok-besok aku benar-benar harus dengar kata-kata mamak. Gak bole underestimate kata-kata seorang ibu pokoknya. Ini baru jilbab dan luntur, belum lagi persoalan jiwa dan perasaan dan hopefully it never happens.



Hehe, jahatnya aku ketika malah tertawa saat Laila bercerita. Beberapa kali meminta maaf, namun tak menahannya memberikanku beberapa cubitan dilengan. Kita lihat saja La, ada kisah selanjutnya tidak dengan kata-kata makanya dengerin kata-kata mamak! Hehe…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar