Ternyata jauh dari tanah kelahiran tidak semenarik
perkiraanku terdahulu. Kuliah ke luar negeri, bisa merasakan suasana yang
berbeda dari suasana lingkungan homeland, makanan yang sangat berbeda,
orang-orang yang juga beraneka ragam sifat dan bentuk, musim yang sangat-sangat
terasa panas ketika summer atau dingin saat autumn dan winter menjelang serta
yang paling terasa ketika system pendidikan yang dianut Oz sangat jauh tinggi
berada dari Indonesia tercinta.
Sudah sebulan lebih keberadaan kami di Oz, dengan berbagai
pengalaman yang telah terjadi, perjalanan dan petualangan yang lucu, sedih,
mengesalkan, menarik menjadi bumbu kehidupan anak-anak baru ini. Kami seolah
merasa sangat menikmati kehidupan baru ini. Yapp… kami memang sedang sangat
menikmati masa-masa ini. Terutama aku. Ummi Salamah binti Sanusi M. Amin.
Aku sejujurnya sangat menikmati dan tepatnya mencoba
menikmati kehidupan baruku selama insyaAllah tujuh bulan kedepan ini di
Victoria.
Inilah ungkapan seorang mahasiswa magister.
Sudah kujelaskan tahap-tahap aku menjalani pendidikanku di
lembaran-lembaran sebelumnya. Semuanya baik-baik saja, aku masih berusaha
santai hingga diawal April ini dan sebuah tulisan berisi barisan-barisan huruf
mengejutkanku dan menguncang batinku…
“Assigment 1 due to April 11, 2012 è Review Article (1000
words) and Focus Question (500 words)”
Seperti dikoordinir, otakku langsung mengalih kearah lain, Ya Rabbii tugas Bu Tricia 1500 kata, belum
lagi aku utang 4 log books untuk Bu Ruth. I’m dead!!!
Namun, Alhamdulillah Tuhan masih mengingatkanku dan dalam
sujudku hari itu, aku memohon diberi asupan semangat lebih untuk menghadapi
semuanya. Aku mulai menfokuskan pada deadline terdekat. Reading-reading and
reading again.
Namun ternyata semuanya tak berhenti disana. Setelah sedikit
terlepas dari prahara “confusing phase” of doing assignments, aku kini terjebak
dengan perasaanku sendiri. Sensitive. Ya…ya, perasaanku sangat rentan, sedikit
tergores saja, aku bisa sedih apalagi ketika permasalahan melibatkan
orang-orang terdekat. Hanya persolan kecil, hanya kata-kata sederhana, hanya
tatapan biasa, tapi bagiku itu penuh makna. Asumsiku berjalan begitu lancar,
bahkan untuk membuat tugas saja, aku butuh usaha super keras untuk berasumsi.
Dan masalah-masalah itu akhirnya menumpuk bagai pasir dan membebani hati dan
otakku, hingga akhirnya memaksa rangsangan sampai ke mata. Aku menangis.
Ada dimana posisiku dimuka bumi ini terancam, aku seperti
digoncang gempa bumi berskala lebih dari 9 ritcher. Aku terhuyung-huyung antara
jatuh kedalam retakan tanah yang gelap dan diterpa tsunami besar. Tak ada
seorang pun saat itu, hanya aku dan Tuhan. Istighfar, mungkin banyak dosa yang
telah kuperbuat. Satu deretan nomor mengingatkanku. Mamak. At least, walaupun aku
tak akan bercerita tentang persoalanku, aku ingin mendengar suaranya. Aku
rindu. I’ve got homesick. Beberapa kali nada sambung, taka da suara dari
seberang sana. Kucoba lagi, namun tetap sama. Kini “feeling homesick”ku
berlipat dua.
Ku cari lagi sederetan nomor lain. Seseorang yang selama ini
paling mengerti kesensitifanku, namun lagi-lagi taka da jawaban.
Sebuah status di akun fb akhirnya menjadi pelampiasanku.
Sebuah tulisan di blog akhirnya menjadi ujung tangisku hari itu.
That’s God. Dia tak akan pernah meninggalkan umatnya
tersesat dan terpuruk bahkan ketika umatnya itu senantiasa berdosa. Ketika aku
sedang meratapi kekalahanku akan sifat sensitifku itu, terpuruk dalam kegelapan
perasaan galau dan sedih, ada cahaya datang mendekat. Cahaya terang dari
suara-suara lembut mereka, yang kusebut “my sunshine”. Hanya sepatah kata
penyemangat, sederhana, namun cukup menghangatkan perasaan, berhasil merelease “feeling
homesick” I’ve got. They are not that special, but they are my friends, dan itu
yang membuat mereka punya satu tempat khusus dihatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar