Selasa, 03 April 2012

Mereka itu “My Sunshine” in the Dark




Ternyata jauh dari tanah kelahiran tidak semenarik perkiraanku terdahulu. Kuliah ke luar negeri, bisa merasakan suasana yang berbeda dari suasana lingkungan homeland, makanan yang sangat berbeda, orang-orang yang juga beraneka ragam sifat dan bentuk, musim yang sangat-sangat terasa panas ketika summer atau dingin saat autumn dan winter menjelang serta yang paling terasa ketika system pendidikan yang dianut Oz sangat jauh tinggi berada dari Indonesia tercinta.

Sudah sebulan lebih keberadaan kami di Oz, dengan berbagai pengalaman yang telah terjadi, perjalanan dan petualangan yang lucu, sedih, mengesalkan, menarik menjadi bumbu kehidupan anak-anak baru ini. Kami seolah merasa sangat menikmati kehidupan baru ini. Yapp… kami memang sedang sangat menikmati masa-masa ini. Terutama aku. Ummi Salamah binti Sanusi M. Amin.
Aku sejujurnya sangat menikmati dan tepatnya mencoba menikmati kehidupan baruku selama insyaAllah tujuh bulan kedepan ini di Victoria.

Inilah ungkapan seorang mahasiswa magister.
Sudah kujelaskan tahap-tahap aku menjalani pendidikanku di lembaran-lembaran sebelumnya. Semuanya baik-baik saja, aku masih berusaha santai hingga diawal April ini dan sebuah tulisan berisi barisan-barisan huruf mengejutkanku dan menguncang batinku…

“Assigment 1 due to April 11, 2012 è Review Article (1000 words) and Focus Question (500 words)”

Seperti dikoordinir, otakku langsung mengalih kearah lain, Ya Rabbii tugas Bu Tricia 1500 kata, belum lagi aku utang 4 log books untuk Bu Ruth. I’m dead!!!

Namun, Alhamdulillah Tuhan masih mengingatkanku dan dalam sujudku hari itu, aku memohon diberi asupan semangat lebih untuk menghadapi semuanya. Aku mulai menfokuskan pada deadline terdekat. Reading-reading and reading again.

Namun ternyata semuanya tak berhenti disana. Setelah sedikit terlepas dari prahara “confusing phase” of doing assignments, aku kini terjebak dengan perasaanku sendiri. Sensitive. Ya…ya, perasaanku sangat rentan, sedikit tergores saja, aku bisa sedih apalagi ketika permasalahan melibatkan orang-orang terdekat. Hanya persolan kecil, hanya kata-kata sederhana, hanya tatapan biasa, tapi bagiku itu penuh makna. Asumsiku berjalan begitu lancar, bahkan untuk membuat tugas saja, aku butuh usaha super keras untuk berasumsi. Dan masalah-masalah itu akhirnya menumpuk bagai pasir dan membebani hati dan otakku, hingga akhirnya memaksa rangsangan sampai ke mata. Aku menangis.

Ada dimana posisiku dimuka bumi ini terancam, aku seperti digoncang gempa bumi berskala lebih dari 9 ritcher. Aku terhuyung-huyung antara jatuh kedalam retakan tanah yang gelap dan diterpa tsunami besar. Tak ada seorang pun saat itu, hanya aku dan Tuhan. Istighfar, mungkin banyak dosa yang telah kuperbuat. Satu deretan nomor mengingatkanku. Mamak. At least, walaupun aku tak akan bercerita tentang persoalanku, aku ingin mendengar suaranya. Aku rindu. I’ve got homesick. Beberapa kali nada sambung, taka da suara dari seberang sana. Kucoba lagi, namun tetap sama. Kini “feeling homesick”ku berlipat dua.
Ku cari lagi sederetan nomor lain. Seseorang yang selama ini paling mengerti kesensitifanku, namun lagi-lagi taka da jawaban.

Sebuah status di akun fb akhirnya menjadi pelampiasanku. Sebuah tulisan di blog akhirnya menjadi ujung tangisku hari itu.

That’s God. Dia tak akan pernah meninggalkan umatnya tersesat dan terpuruk bahkan ketika umatnya itu senantiasa berdosa. Ketika aku sedang meratapi kekalahanku akan sifat sensitifku itu, terpuruk dalam kegelapan perasaan galau dan sedih, ada cahaya datang mendekat. Cahaya terang dari suara-suara lembut mereka, yang kusebut “my sunshine”. Hanya sepatah kata penyemangat, sederhana, namun cukup menghangatkan perasaan, berhasil merelease “feeling homesick” I’ve got. They are not that special, but they are my friends, dan itu yang membuat mereka punya satu tempat khusus dihatiku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar