Minggu, 20 November 2011

Plot and Me 3 - Meet Again



Dan benar saja, lelaki itu benar-benar menghubungiku. Aku mencoba biasa saja, karena memang proses seperti ini harus dimulai dengan pertemanan. Bahaya sekali kalau langsung diawali dengan harapan karena itu bisa menimbulkan virus merah jambu. Aku sedikit bergidik. Tapi aku sadar, hati ini Allah yang mengatur.

Nadia, ini Faisal. Masih ingat? Yang diacara Kiki.

Ingat ^_^

Nadia apa kabar?

Sehat Alhamdulillah, bang Faisal?

Alhamdulillah sehat juga.

Karena dia lebih tua dariku, maka aku berinisiatif memanggilnya “Abang”. Awalnya Cuma pembicaraan basa-basi (untung gak basi duluan, karena aku tipe yang kurang suka basa-basi), akhirnya dia mengajakku ketemuan lagi.

Nadia, sesekali kalau saya ajak keluar makan, mau gak?

Aku berpikir sejenak. Sejujurnya aku tahu kalau keluar berduaan tidak baik, apalagi ditempat umum. Tapi malah makin parah kalau ditempat sepi. Jadi…

insyaAllah, tapi ditempat rame kan?

Haha… iya, gak mungkin kan kita makan dikuburan. Oke, I’ll text you later. Good night ^_^

Aku tersenyum. Dia lucu juga. Tak kubalas lagi sms itu dan aku bergegas shalat isya dan mengerjakan tugasku.



***

Dua hari berlalu. Aku rindu dapur. Aku rindu memasak. Tetapi tugasku terlanjur banyak dan memang baru minggu depan aku baru berjualan.

Komunikasiku dengan Faisal lumayan lancar. Kami jarang berbasa-basi, karena menurutku itu kurang penting dan Alhamdulillah dia juga punya pemikiran yang sama. Sebenarnya aku takut sekali kalau keintensitas itu membuat hatiku jatuh. Dia pun hanya akan menelpon sesekali (selama dua hari ini baru sekali, itu pun gak sampai 10 menit). Kalau pun mengirim pesan singkat, ada hal menarik yang bisa kami bahas. Dia punya wawasan luas, jika pun ada perdebatan, dia punya pemikiran yang dewasa dalam menanggapi. Dia cerdas, bahasa inggrisnya bagus. Aku terkadang merasa minder. Sejujurnya, aku nyaman (titik yang sedikit berbahaya).

Tadi pagi ketika aku masih dikelas ada satu sms masuk.         

Nadia, I know you’re in class now, I’m also at work actually J. Would you like to have lunch together today?

Maka disaat istirahat jam pertama aku mulai pertimbangkan. Hari ini tidak ada jadwal buat tugas dan kebetulan kelas hanya sampai siang.

Dimana?

Ayam penyet suroboyo sp. BPKP. After dhuhur at 1.15. Dijemput?

That’s oke. I’ll see you there.

***


“Nad, makan pangsit pertanian yuk!”, ajak Rika. She’s my friend di program yang sama. Kami biasa menghabiskan waktu bersama karena kebetulan punya hobi yang sama, yaitu makan dan memasak.

“So sorry Ka, hari ini ada janji ma orang! Besok yaa! Ngajak kak Vera aja gih!”, kulihat wajah itu lumayan kecewa. Aku pengen jujur, tapi kurasa ini masih terlalu dini. Maaf ya Rika.

It’s nearly 1 pm. Aku pun bergegas menuju motor matikku dan melaju ke masjid putih berdinding kaca di Lampineung. Langit terlihat mulai gelap. Ketika aku sampai disana, shalat berjamaah telah selesai. Ketika aku memarkirkan motor matik, ada satu benda unik dan colorful menarik mataku. Sebuah sepeda dengan ban tipisnya dan sepeda itu berwarna menarik. Betapa aku sangat tertarik. Punya siapa yaa? Dengan helm khususnya. Imut.

Ketika aku memasuki masjid selesai berwhudu, tak ada satu orang pun disana, hanya beberapa lelaki di bagian lelaki. Hujan turun lebat. Aku selesai dan mulai melipat mukenaku. Aku mulai cemas, sepertinya hujannya tidak memberi tanda akan berhenti segera. Bang Faisal udah nyampe belum ya? Pasti dia udah nunggu. Aku pun berdiri pasrah di teras masjid memandang hujan berharap Tuhan sedikit memberi harapan. Ketika aku sedang melamun, sesosok itu membuyarkan lamunanku. Sesosok lelaki baru keluar dari toilet dan berlari menuju teras masjid. Wajahnya tidak asing. Aku kenal. Tapi, ngapain dia disini?

Aku seperti orang bego. Beberapa detik memperhatikan lelaki itu berlari dan ketika dia tepat berdiri beberapa langkah disampingku, aku tersadar. Dia pun kini seperti sedikit terkejut akan keberadaanku. Detik kemudian kami berdua tersenyum. Kulihat dia akan bertanya sessuatu ketika handphoneku berbunyi…

“Assalamualaikum…”

“Waalaikumussalam, Nadia dimana? I’m here”

“Kejebak hujan, hehe… ini hujannya udah mau reda, I’ll be there soon!”,ucapku merasa kurang enak. Dia hanya terkekeh. Tiba-tiba, sudut mataku menangkap sesuatu. Lelaki itu melirik jamnya dan melirikku sekilas. Detik selanjutnya dia berlalu.

“Jangan buru-buru. Atau saya jemput? Sekarang dimana?”

“Nope! Nadia dengan motor matik ini, kasihan kalau ditinggal, hehe”

“Oke-oke… hati-hati ya. Assalamualaikum”.

“Waalaikumussalam…”,

Refleks kucari lelaki itu yang kini sudah tak ada diteras yang sama. Benar saja, dia kini sudah berada di atas sepeda unik itu dan dengan helm dikepalanya, lelaki itu kini telah beranjak pergi. Sepertinya dia buru-buru. Lelaki Chinese tak sipit mata. Siapa namamu? Ngapain kamu disini? Gak mungkin kamu shalat dhuhur kan? Atau kamu hanya numpang ke toilet? Haduuh…aku harus buru-buru juga ini.

Namun, ketika aku sudah akan melaju, hujan pun turun dengan sangat lebatnya lagi dan terpaksa aku berlindung lagi. Dan kali ini hujannya tidak berhenti sampai setengah jam ke depan… Akhirnya pertemuan itu tak terjadi (Allah mungkin belum mengizinkan, hehe), karena Bang Faisal harus kembali ke kantor.


***

Hampir satu jam aku termenung di teras masjid, menunggu hujan reda. Perutku sudah tak mau kompromi. Lapaaar, hiks. Cuaca dingin makin membuat cacing-cacing makin semangat bersuara. Syukur akhirnya Tuhan mengerti bahwa hambaNya ini butuh asupan makanan segera setelah menguras otak di kampus setengah hari, hujan berhenti. Aku melajukan motor matikku, tepatnya ketika melewati Hotel Hermes Palace kulihat sekilas kearah lampu lalu lintas sekitar 10 detik lagi lampu hijau akan segera berganti. Tidaaak. Perkiraanku, jika aku terjebak dilampu merah, aku akan menghabiskan semenit berikutnya. Dan dalam keadaan kelaparan seperti ini rasanya sedetik pun sangat berharga. Ku lajukan motorku seolah aku pembalap professional (kadang-kadang aku memang suka tak pikir panjang, ini jangan diikuti yaa, hehe). Namun aku gagal. Keprofesionalanku yang tak seberapa itu membuatku harus dengan ikhlas berhenti di lampu lalu lintas simpang BPKP itu.

Mungkin awalnya itu kusesali karena itu menjatuhkan keprofesionalanku sebagai pembalap kelas bilis (padahal, faktanya aku menyesal karena cacing-cacingku sudah tak mau bekerjasama, hiks). Aku mendesah lemah dengan pandangan tak jelas kemana (lebai banget kan kelaparanku hingga membuatku seperti orang yang hilang arah). Sebuah Toyota Harrier putih gading memaksa mataku yang awalnya tak bersemangat lagi menoleh tepat kesamping (aku memang penggemar mobil juga, walaupun hanya bisa mengagumi, hehe). Gagah dan sekaligus cantik. Yaah..setidaknya ini mengobati kepasrahanku walaupun perutku masih keroncongan. Mataku masih menyusuri body gagah itu (ingat yaa, bukan body gagah yang ehem..ehem..).

Tiba-tiba dari arah jembatan layang sederetan mobil melaju dengan kencang lurus menuju kantor gubernur, kurasa orang penting (pejabat maksud gue), karena diikuti oleh iringan mobil dan motor ge de patroli polisi. Suara klakson yang bersahut-sahutan memaksa semua mata tertuju kearah itu (Ini..ni yang salah strategi… kalau mau aman, ngapain menarik perhatian banget gitu siyh?). Aku saja yang sudah tak semangat melihat apa-apa, menoleh (suara klakson itu sangat keterlaluan). Dari sudut mataku, kulihat sekilas jendela kaca Harrier itu mulai turun membuka. Ternyata si pengendara juga tertarik melihat iring-iringan itu denga suara klakson yang sangat berlebihan dan tidak salah jika menarik perhatian.

Kupalingkan mukaku melihat detik-detik itu. 15 detik terakhir. Horee… Aku seperti tersenyum sumringah. Namun lagi-lagi sudut mataku kini berulah lagi. Dengan reflex yang 80% disengaja ku palingkan wajahku kesamping tepat menatap kearah Harrier. Jadi penasaran sama yang empunya si Harrier gagah nan cantik itu. Aku terpana bukan karena… Wajah itu. Aku seperti mengenali. Wajah putih dengan rangkaian hidung, bibir, dagu yang tepat. Wajah itu kini sedikit berubah karena kacamata menghiasi matanya. Apa aku tak salah lihat? Dia berbeda. Bukan hanya karena kacamata, tapi penampilan dengan kemeja dan tentu kendaraan yang sekarang dia duduki. Lelaki yangbaru saja kutemui beberapa waktu lalu dengan gaya casualnya dan sepeda sportnya kini menjelma menjadi seorang eksekutif. Tidak, aku pasti salah kira.

Mataku benar-benar keterlaluan, terpana kurang beralasan (menurutku siapapun dia, bukan urusanku). Namun, aku tak mengerti ketika di detik selanjutnya lelaki yang sedang menikmati iring-iringan mobil itu menyadari kepenasaranku. Dan kini matanya seperti mengarah kepadaku. Dia membuka kacamatanya. Nah, kan? Dan kami saling menatap sepersekian detik.

“Hai”, ucapnya tiba-tiba dengan senyumannya yang mempesona itu, kali ini ditambah dengan lambaian tangan. Aku sedikit terkejut namun hanya bisa membalas dengan senyum karena detik selanjutnya lampu hijau telah menyala (bisa berabe kalau orang-orang menyadari keterpanaanku yang sedikit keterlaluan akan wajah itu, suara klakson bisa menghancurkan harga diriku…mending cabut).

Aku berbelok kekanan, sedang Harrier putih gading melaju lurus ke depan menuju jembatan layang. Ya Allah, itu kan lelaki Chinese di toko bahan kue. He’s truly different. Toyota Harrier?? Penjual bahan kue?? Kemeja ala eksekutif, bukan gaya casual? Haduu, aku pusing. However, he’s charming and he said “Hai”. What a Wow!! Aku tersenyum sendiri, bahkan aku lupa bahwa aku sedang keroncongan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar