Kamis, 09 Februari 2012

Plot and Me 8 - Pertemuan itu Bukan Hanya Kebetulan




“Zack! Turun! Ngapain kamu diatas sana?”, teriakku. Ayah dan Naisya hanya terkekeh.

“Sebentar! I just get it…Yap!”

Aku benar-benar terkejut. Seorang Zack yang mungkin tidak pernah tergores sama sekali memanjat pohon. Dia kelihatan sedikit kesulitan, aku melihat ayah tersenyum sambil membimbingnya turun. Tiba-tiba Naisya berbisik…

“Kenapa kelihatan cemas gitu Kak? Jadi curiga, ingat lho, udah mau nikah! Masa mau cinlok sama Zack, hehe!”, aku menyeringai.

“Ngomong apa heh? Bagaimana ceritanya ni Zack bisa berakhir di pohon jambu?”, Naisya tertawa.

“Haha, gini lho kak! Tadi dia datang mau beli dagangan maksudnya, tapi kita gak jualan. Terus ketemu ayah and kenalan…”, Hah? Kenalan sama ayah?

“ Terus tiba-tiba udah ngomong banyak aja… tadi kebetulan ayah pegang sirsak. Zack penasaran banget, terus ayah ngajak ke kebun. Dia amazed gitu kak! Serius! Kakak tahu sendiri, ayah bangga banget sama kebunnya… belum setengah perjalanan menuju pohon sirsak, eh…dia ngeliat jambu air, katanya dia baru liat buah yang bentuknya kaya’ bodi seksi cewek, hehe… si Zack lucu juga yaa…”, aku terkekeh juga akhirnya.

“Terus dia manjat?”

“Iya, kata ayah anak kecil disini paling pinter manjat-manjat. Zack penasaran banget, apalagi ketika ayah bilang kita juga mahir. Dia bilang mau manjat juga. Padahal kata ayah, jambunya bisa dipetik pake galah, dia gak mau dengar, hehe…katanya masa kalah sama cewek-cewek…”, kami terkekeh.

Zack memang punya daya tarik sendiri. Dia pendatang tapi begitu mudah bergaul walaupun dengan keterbatasan bahasa. Masih ingat bagaimana dengan mudahnya da memikat Aisha yang super complicated (aku jadi terlecehkan, akhirnya aku tahu gimana perasaan Kiki, hiks).

“Ayah… so juicy!”, teriaknya. Itu suara Zack. Dia sudah mendarat kembali kedaratan dari. Eh…tunggu-tunggu, tadi dia panggil apa?

“Ayah?”, tanyaku kepada Naisya. Adikku itu tertawa.

“Iya, tadi kebetulan dia dengar pas Naisya manggil ayah juga mamak, dan… akhirnya itu jadi panggilannya juga…”

“Mamak juga?”

“Could be, hehe”, Nah lho! Aku kini punya saudara tak sekandung tapi sepanggilan orang tua. Aku mimpi apa yaa?? Tapi tak apa lah, toh orangnya charming. Aku tersenyum sendiri. Sekilas kuperhatikan dua lelaki itu lagi, ayah mengerti sedikit bahasa inggris, jadi kurasa tak ada masalah. Mereka tertawa. Ada rasa sejuk yang merasuk kedalam hatiku. Seandainya saja Bang Faisal yang berada diposisi itu.InsyaAllah segera, harapku (bahkan disaat begini, aku masih mengharapkan lelaki itu).

Zack kelihatan menikmati kunjungannya kali ini juga jambunya sampai dia melupakan kedatanganku. Sebegitunya kah pesona jambu itu Zack? Ayah juga kelihatan sangat nyaman. Tiba-tiba kudengar dering handphone.

“Iya… Oke! At?”, kulihat dia melirik jamnya.

“Oke, I’ll be there in 15 minutes…”, maklum pengusaha, pikirku. Iya, ternyata Zack itu pengusaha property dan usahanya sudah berkembang pesat di beberapa kota di Indonesia (info dari Joan, tetapi sepertinya dia bukan WNI karena menurut cerita Joan dia sering datang dan pergi, sebulan disana sebulan disini...Zack memang selalu punya kejutan), sekarang dia sedang mengincar Aceh, that’s why he asked me to go with him to Ie Suum, ternyata dia sedang mencari peluang disana. Pasti dia pamit sekarang.

“Ayah, thanks for jambunya… Oia, juga…hmm…what, ne..nasnya juga, hehe… But saya harus pergi sekarang…”

“Oke Nak! Datang-datang lagi yaa… Kamu belum lihat seluruh kebun ini kan…”

“Tentu”

Selesai pamit dia pun melangkah keluar dari perkarangan kebun melewati beberapa pohon nenas. Dia sekilas melihatku dan tersenyum. Aku dan Naisya yang terduduk di pondok bangun ketika dia akhinya melewat kami (seolah asisten yang bangun ketika sang bos dating, hehe).

“Naisya, thanks so much!”, ucapnya kemudian. Aku? Dia mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di pondok.

“Kok aku gak dibilang apa-apa?”, dia menoleh.

“Kamu antar saya ke mobil saja”, ucapnya dengan wajah dingin. Lho!

Aku pun mengikuti langkah itu. Ketika sampai di perkarangan rumah…

“Biasanya weekend kamu ada…hmm..acara juga?”, tanyanya tiba-tiba setelah membuka pintu.

“Hehe…enggak juga siyh. Tadi kebetulan ada seminar…”

“Oke, thanks for walking me here”, dia masuk ke mobil dan beberapa saat kemudian lenyap.

Hanya itu?

***


“Kak temenin ke toko  buku yaa?”

Malam itu aku pergi menemani Naisya ke toko buku. Adikku itu, hobinya memang membaca. Koleksi bukunya, MasyaAllah... tapi aku salut sekaligus bersyukur karena punya adik yang hobinya bagus dan bersyukur karena aku bisa numpang baca gratisan, hehe

Tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk. Bang Faisal.

Dimana Nadia?

Ini lagi di Toko Buku Efendi nemenin Naisya beli buku. Why is it?

Oke, I’ll be there

Hah? Ngapain bang Faisal kemari? Aku sepertinya belum siap untuk bertemu dengannya. Aku masih sangat rentan dengan kecurigaanku. Tapi apa aku harus bertanya atau malah menyimpan semua ini?

Tapi ini udah mau jalan ke toko buku Paramitha. Emang ada apa ya bang?

Nothing, I just wanna see you.

Dan itu sudah cukup membuat aku terdiam. Maka tak lama ketika aku berada di Paramitha, seseorang datang. Mungkin sudah takdir ketika aku harus setiap hari melihatnya. Bukan Bang Faisal yang memang sedang  kutunggu. Sepertinya dia tak mengijinkan orang lain menjadi aktor utama, ah...Zack. lagi-lagi kamu.

“Hei...”, sapanya sambil tersenyum. Aku dan Naisya hanya saling berpandangan.

“Meet again!”, lanjutnya lagi dan kami masih bengong.

“Ngapain kamu kesini? Ngikut-ngikut kami yaa?”, tanyaku dengan mimik agak curiga. Lelaki itu bengong. Dan wajahnya kali ini benar-benar menggemaskan, haha.

“What did you say? Ngikut? Aku? Haha...”, dan wajah menggemaskan itu berubah jadi sedikit mengejek dengan tertawaannya itu.

“I am sorry Miss Nadine, apa aku tidak ada kerjaan lain, haha. What comes to your mind so you could say that...”, ucapnya kini dengan senyum yang membuat kesal. Menjatuhkan. Hiiiiih...syukur senyum itu tetap manis, kalau tidak...

Aku sedikit salah tingkah karena sudah tak tahu harus membalas apa. Naisya cekikikan sambil melihat iba kepadaku. Bukannya bantuin.

Zack sudah mulai sibuk melihat-lihat dan kami pun melanjutkan melihat-lihat. Aku benar-benar berusaha tak melihat lagi kearahnya. Aku kesal. Tapi, tetap saja aku penasaran, Zack nyari buku apa yaa? Pengusaha macam dia suka baca buku apa? Pasti tentang property, business atau semacamnya...

Pintu pun terbuka lagi. Kali ini sosok lain yang muncul dan yang ini membuat hatiku berdetak kencang. Bang Faisal. Dia tersenyum. Aku membalas. Rasanya semua rasa curiga itu menguap. Ah...susah sekali kalau dimabuk cinta begini.

“Ngapain Bang Faisal dimari?”, bisik Naisya sambil menyikut lenganku. Aku hanya tersenyum kaku.

“Yaah...gagal dah ngelirik-ngelirik Zack, haha!”, ucapannya kali ini membuat mataku kontan melotot.

“Nyari buku apa siyh malam-malam gini?”, tanya lelaki itu.

“Biasa bang, Sya kan suka baca. Jadi minta ditemenin Kak Nadia, gak apa-apa donk? Kan sama adiknya sendiri...”, jawab Naisya. Lelaki itu hanya tersenyum.

“Nadine, ini gimana artinya?”, tiba-tiba suara itu membuat kami berpaling kearahnya.

Zack sudah berdiri dibelakang Naisya sambil membawa sebuah buku. Zack seperti menyadari kehadiran seseorang yang lain dan itu Bang Faisal. Ada sedikit keterkejutan disana, namun tak bertahan lama. Ah...Cuma perasaanku saja.

“Ini siapa? Nadine?”, tanya Bang Faisal yang kelihatan sedikit bingung.

“Oh...kenalkan ini Zack, teman kami bang!”, ucap Naisya. Aku mengangguk setuju dan dengan ucapan cepat aku juga memperkenalkan Bang Faisal kepada Zack.

“Zack, ini Bang Faisal...”

Mereka saling berjabat tangan.

“Tadi kamu mau nanya apa Zack?”, tanyaku ketika detik selanjutnya kami hanya diam. Aku juga merasakan suasana yang sedikit berbeda.

“Heh? Oh...No, tidak jadi...”, ucapnya kaku sambil berlalu dan langsung mengambil sebuah buku yang sekilas kulihat seperti buku resep makanan. Hah? Zack membeli buku itu untuk apa?

“I go before you guys”, ucapnya kemudian sambil berlalu ke kasir. Aku dan Naisya sedikit kebingungan. Ada apa siyh? Kemana Zack yang ngeselin tadi itu?
Dan Naisya benar-benar belanja buku. Dan juga Bang Faisal benar-benar hanya bertemu denganku. Beberapa menit setelah Zack pergi, kami pun bergegas pulang setelah membayar.

Dan diperjalanan pulang, perasaanku masih tidak nyaman mengingat kejadian tadi. Ah...aku terkadang suka sensitif.

“Kak, tadi hawanya kaku banget kan ya? Semacam terjadi sesuatu antara kalian bertiga...”, ucap Naisya yang serta merta mengejutkanku dan sekaligus membenarkan perasaanku. Dan dia selalu tepat sasaran.

“Heh? Ah...perasaanmu saja, hehe... Biasa aja kok!”, ucapku sedikit grogi.

“Masa siyh? Aku ngerasa...”

“Udah ah! Jangan berpikir macam-macam...”, ucapku menutup pembicaraan.
Aku benar-benar tak ingin memperpanjang ini semua. Kalau pun tadi memang sedikit aneh, kuharap itu hanya karena mereka baru berkenalan dan masih kaku. Yaa..itu karena mereka masih kaku.


***

Hari itu aku benar-benar sibuk dikampus. Saking banyaknya deadline tugas, selepas kelas aku dan beberapa teman berkunjung ke pustaka. Akhirnya baru menjelang magrib aku pulang.

Memasuki lorong rumahku di daerah Lampoh Layu (Lampaloh), sekilas kulihat sebuah mobil yang sudah sangat kukenali terpakir di perkarangan rumahku. Ayahku memang suka tanaman, suka berkebun. Dan kebetulan perkarangan rumah, terutama bagian depan dan samping kiri rumahku agak luas dan pinggirannya kini sudah dipagari rapi. Refleks, ku lihat kesamping kanan… Iya, memang disana kulihat seorang lelaki charming dan Ayahku sedang memetik terong ungu. Iya, itu Zack. Dia lagi.

“Zack lagi?”, tanyaku ketika sudah memasuki rumah.

“Zack?”, mamak kelihatan bingung.

“Iyya, Kak! Kenapa memangnya? Toh, dia nyari ayah bukan kamu… ingat-ingat Faisal!”, potong Naisya. Aku menjulurkan lidah. Siapa juga yang merasa dicari?

Aku buru-buru masuk kamar. Gerah. Kudengar sayup-sayup mamak bertanya kepada Naisya. Tapi tak jelas apa pertanyaannya.

Selesai mandi, suara ayat-ayat suci Al-Quran terdengar mulai dibacakan dimesjid dekat rumahku. Aku sedang menyisir rambutku ketika kudengar suara deru mobil. Zack pulang. Tega banget. Dia bahkan gak nungguin aku.

“Zack pulang?”, tanyaku ketika Naisya masuk ke kamar. Dia mengangguk.

“Ooh…”, sejujurnya aku berharap jawaban lebih dari sekedar anggukan. Zack tadi nanyain kamu Kak? Itu salah satu contohnya… Tapi sia-sia, sepertinya memang tidak ada tanda-tanda itu. Naisya kelihatan sibuk dengan handphonenya. Mulailah pikiran negative datang (dasaaaar… manusia!). Jangan-jangan Zack sering kemari, karena dia naksir Naisya. Hadduuu, aku mikir apa siyh. Ketika aku akan berwhudu, Naisya yang sedari tadi santai di atas tempat tidur, tiba-tiba bangkit…

“Kak, Sya tahu Kakak penasaran Zack ada tanyain kakak apa gak kan? Hehe…”

“Enggak!”, jawabku sewot sambil berpaling. Kudengar Naisya terkekeh. Dasaaar…dia memang sering banget bisa ngebaca pikiranku.

“Zack itu sejak tadi siang disini kata mamak. Dia pikir kakak pulang siang, ternyata malah enggak, katanya ada yang mau diomongin sama kakak… “, Apa? Dari tadi siang? Nanyain aku? Ngomongin sesuatu? Jangan-jangan betul dia naksir Naisya dan pengen curhat ke aku? Kini pikiran negativeku semakin menjadi-jadi.

”Tadi juga sebelum pulang dia nanyain kakak, tapi kamu mandi lama banget… dia gak sanggup nunggu lagi… Oia Kak, tadi siang Ayah juga ngajak makan sama-sama katanya sama mamak juga. Aku jadi nyesal telat pulang kampus, gimana yaa wajah Zack waktu makan terasi, telur asin and ikan asin plus kuah leumak? Haha”, aku terkekeh. Tak kupungkiri penjelasan Naisya selanjutnya mengikis pikiran jelekku.

“Zack makan siang disini?”, terlalu banyak keterkejutan dalam pikiranku.

“Iyya, kata mamak dia lucu banget! Tapi makannya banyak. Tadi juga Sya sempat lihat Zack ngomong banyak dengan Ayah, kaya’a serius amat lho. Sepertinya mamak dan ayah suka dech sama Zack, Kak!”, ucap Naisya selanjutnya dengan mata yang sedikit penuh arti. Aku jadi salah tingkah. Jangan-jangan…

“Terus?”, ucapku kaku.

“Yaah, coba kamu belum kenal sama Bang Faisal yaa? Hehe”, Nah Lho!! Kenapa aku jadi sasaran…

“Cieee…mukanya merah itu…hehe. Jangan-jangan Kakak… Beneran? Perkiraanku ternyata benar yaa? Kak…”

“Eh, ngomong apa?”

“Enggak! Kan belum selesai ngomongnya, hehe… udah azan tuch, aku mau wudhu dulu, ucapnya sambil ngeleoyor pergi meninggalkanku dengan wajah memanas karena malu. Malu?? Tidak.

***

Hari kamis yang panas. Beberapa hari ini cuaca di Banda Aceh membingungkan. Pagi hari aku pergi ke kampus dengan jas hujan tapi tepat di Lingke cuaca cerah luar biasa, aku seperti anak bodoh. Belum lagi ketika aku pulang tadi, panas luar biasa, namun tepat didepan Pustaka Wilayah didaerah lamnyong aku basah kuyup karena hujan deras dan lagi-lagi di Lamprit tak ada satu tetes hujan pun turun. Lampu lalu lintas itu sungguh tega, aku ingin segera sampai tapi dengan bergantinya warna menjadi merah, aku terpaksa berhenti.

Aku biasanya paling tidak hobi melihat kanan kiri, hari itu kualihkan pandanganku sedikit ke kanan, dan aku merasa kenal dengan mobil itu. Jazz putih dengan plat BL 414 AU. Bang Faisal. Sudah hampir seminggu kami tak komunikasi setelah terakhir kali kau melihatnya bersama Vina dan teman-temannya di Baet minggu lalu. Taka da yang tahu, dia pun tak tahu bagaimana perasaanku, keterkejutanku dan semua yang aku rasakan. Aku tetap berusaha percaya, toh dia sudah memilihku. Itu dibuktikan dengan lamaran beberapa waktu lalu. Rasa rindu memang ada, tak kupungkiri, tapi setidaknya aku melihat mobilnya. Mudah-mudahan pemiliknya sebaik kondisi mobil cantik itu. Perasaan baikku tak bertahan lama rupanya, tiba-tiba jendela mobil terbuka. Aku tentu kenal lelaki dibangku pengemudi itu, tapi..tunggu-tunggu, dibangku sebelahnya… Seorang perempuan. Ku majukan sedikit motorku hingga aku bisa jelas melihat siapa gerangan perempuan itu. Aku cemas jendela itu terlanjur ditutup lagi. Lelaki dan perempuan disampingnya terlihat tertawa dan… aku benci mengatakan ini, mesra. Itu tak mungkin hanya… Hatiku perih tapi aku tetap berusaha positif (mungkin ini juga karena jawaban istikharahku), namun aku begitu penasaran dan akhirnya aku sedikit menunduk dan…  Tuhan, tidak. Itu Vina. Mereka keterlaluan! Bang Faisal keterlaluan, baru beberapa hari yang lalu, dia sangat perhatian padaku, dan kini...?Apa aku sebegitu mudahnya dibodohi? apa aku sebegitu mudahnya dirayu? Perasaan perih langsung menjalar keseluruh tubuhku, mataku mulai perih dan akhirnya butiran bening itu kini jatuh di pipiku. Kini, aku benar-benar kacau. Lampu terlanjur berganti dan Jazz itu pun melaju.

Suara petir mengejutkanku. Langit yang biru mendadak gelap. Seumpama alam tahu perasaanku. Aku butuhMu Allah. Aku ingin menangis. Aku singgah di Mesjid Oman (Mesjid Sultan Al-Makmur, Lampriet). Aku menangis dalam sujud dan doaku. Apa salahku Tuhan? Apa maksud ini semua? Apa ini sesuatu yang seharusnya aku pertimbangkan, beri aku petunjukMu. Bebanku paling berat adalah ketika harus menyimpan ini semua sendiri karena aku masih yakin ini semua hanya salah paham dan miscommunication. Aku menghargainya, tapi apa aku tak pantas dihargai? Ini untuk kesekian kalinya kulihat dia bersama perempuan itu, dan hari ini yang paling jelas.

Perasaanku sedikit lebih baik.

Hampir 30 menit kemudian aku selesai dan keluar dari sayap kiri karena kebetulan aku memarkir Scoopyku tepat dibawah sebuah pohon asam. Ketika akan menstarter motorku, aku baru ingat kalau aku tak memakai jam tangan. Iya, sepertinya tertinggal disamping tiang masjid. Aku buru-buru masuk lagi.

Agak lama dan kesusahan kudorong pintu Mesjid yang memang bagiku agak berat (mungkin karena faktor perut yang belum terisi juga kali yaa, hehe). Tiba-tiba pandanganku seperti teralih ke barisan lelaki. Padahal aku sedang buru-buru. Itu kan? Ya Allah, ini bukan kebetulan lagi kan? Kalau pun ini memang kebetulan lagi, semua terjawab disini. Aku seperti kenal sosok itu. Seorang lelaki sedang duduk tahiyat akhir dengan mengucap salam pertama. Jelas sekali penglihatanku. Aku tak mungkin salah. Itu dia. SubhanaAllah. Dia shalat. Itu kamu! Keterpanaanku memang keterlaluan, namun bersamaan dengan itu aku berdoa agar lelaki menoleh kebelakang. Aku berdiri lama dipintu itu dan seakan aku lupa semua yang terjadi beberapa saat lalu. Kulihat dia berdoa sejenak dan… ini waktu yang kutunggu-tunggu, dia selesai dan mengaminkan doanya. Lelaki yang beberapa waktu ini selalu ada dihari-hariku itu bangkit dan berbalik arah, ketika dia akan melangkah, kami akhirnya berpandangan.

“Zack... kamu shalat?”, ucapku lirih. Aku tahu pasti dia pasti tak akan bisa mendengarku dengan jarak kami yang lumayan jauh. Tapi aku juga bisa melihat dia tersenyum disana. Ah...Zack, terlalu banyak kejutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar