Dear Allah, Tuhanku yang Maha Sempurna...
After sometime, I am writing to You again...
Betapa rindu hati ingin menulis, tapi tak ada
satu pun ide yang kutulis dengan baik, mungkin karena pikiranku sedang
terbagi-bagi, hehe
Ya Rabb,
Aku jadi teringat beberapa waktu lalu ketika
aku ogah sekali menjadi guru, faktanya aku kuliah di kejuruan guru. Yang ada
dalam pikiranku saat itu adalah, dengan bermodal ilmu bahasa inggris yang aku
dapat, aku bisa bekerja dimana saja. Tapi satu yang tidak masuk list-ku –
mengajar alias menjadi guru.
Maka ketika beberapa teman berbondong-bondong
mencari pengalaman bekerja atau mencari tambahan uang jajan dengan menjadi
instruktur di les-les atau private, aku memilih tidak. Aku benar-benar ogah
menjadi guru saat itu, karena banyak pertimbangan:
- Aku tidak
suka profesi itu. Dan alasan ini lah yang menjadi penentu alas an-alasan
lain untuk muncul. Karena ketika kita menyukai sesuatu, maka kita akan
senantiasa mencari cara agar tidak berdekatan dengan hal itu.
- Maka muncul
alasan kedua yaitu, aku tak pintar menyampaikan pelajaran. Aku kaku. Takut
kehabisan kata-kata ketika mengajar sedangkan waktu mengajar perkirakanlah
1,5 jam dan itu akan terasa lama ketika aku tak punya bahan untuk
diajarkan.
- Pengalamanku mengajar
masih sangat kurang. Yang bisa kuandalkan adalah pengalaman mengajarkan
sepupu-sepupu kecilku.
- Aku merasa
belum pe de dengan ilmu yang aku punya. Bagaimana kalau siswanya lebih
pintar, dan ketika ditanya aku tidak bisa menjawab?
- Dan masih
banyak alasan-alasan lainnya yang terus berdatangan ketika aku dihadapkan
dengan profesi itu apakah ketika ada lowongan atau ketika dengan suka rela
diminta mengajar.
Rabbii... Bukan berarti aku tak menggeluti
profesi itu, karena beberapa kali aku pernah mengajar di kursus-kursus, namun
aku belum mendapatkan chemistry saat itu. Dan yang lebih parah malah pengalaman
itu membuatku semakin menghindari profesi itu. Maka aku memutuskan untuk
sementara tak mau berdekatan dengan profesi itu, bahkan aku pernah berpikir untuk
tidak mengajar sama sekali dan itu ketika aku berada hampir di semester akhir
bangku perkuliahanku. Pengalaman PPL dan Microteaching bahkan membuatku cemas
akan mengajar. Ketika diawal kelulusanku, lamaran pekerjaan yang membuatku
tertarik malah bukan berkenaan dengan kejuruanku, aku lebih memilih melamar ke
perkantoran. Overall, masa-masa kuliah aku benar-benar punya pengalaman yang
kurang enak dengan profesi yang kini aku jalani dengan tulus dan sangat senang
itu.
Tuhan, masih ingat kan ketika suatu hari,
ibuku (beliau seorang guru TK) pernah berkata bahwa profesi guru itu adalah
profesi yang paling baik untuk seorang perempuan. Selain punya makna yang mulia,
guru juga lebih sedikit jam kerjanya dibandingkan perkantoran, jadi menurut
ibuku saat itu, guru adalah profesi yang paling sesuai untuk perempuan. Tetapi,
aku tetap pada pendirianku bahwa aku akan berusaha dengan sangat untuk
menghindari profesi itu.
Yaa... dan aku sangat menyadari bahwa Engkau
lah Tuhan yang menjadi Sutradara dalam hidup kami. Maka ketika semua alasan
diatas sudah sangat terbingkai rapi didalam hati dan otakku, hanya dengan sebuah langkah tiba-tiba namun sederhana Engkau delete semua alasan-alasan itu.
Aku bahkan tak sadar, sejak kapan aku bisa sangat mencintai mengajar alias
menjadi seorang guru.
Ya Rabb, mungkin ada beberapa alasan kenapa
kenapa sekarang aku begitu menikmati saat-saatku mengajar... Itulah Engkau,
God! Tak ada yang sesempurnaMu. Semua alur yang Engkau coretkan dalam skriptMu
melalui tinta kasih sayangMu sangat tak terbantahkan dan penuh makna kehidupan
bagi kami...
Ilmu... itu alasan pertama yang membuatku
terus senang menapaki profesi ini. Yaa...walaupun aku bukanlah seorang guru
resmi, namun aku banyak mendapat kesempatan memberi sedikit ilmu yang aku punya
dan secara bersamaan Engkau limpahkan ilmu yang lebih banyak dari proses itu.
Melalui pertanyaan-pertanyaan murid-murid mulai dari yang pintar sekali dengan
pertanyaannya yang complicated, sampai yang biasa saja dengan pertanyaan yang
sederhana, namun aku bahkan tak tahu jawabannya. Dan dengan itu, aku berusaha
belajar dan bertanya, kadang bahkan berdiskusi dengan murid-murid. Akhirnya,
tak hanya satu ilmu yang kudapat, berjuta ilmu terkadang hanya dari pertanyaan
yang sangat sederhana. Thanks for that God! Bahagianya karena aku seorang
guru...
Pengalaman membuatku semakin Percaya Diri...
alasan yang kedua. Semakin banyak aku menapaki proses mengajar, semakin banyak
aku berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan dan semakin banyak aku bertemu murid-murid,
semakin membuatku berdiri dengan positif didepan, saat mengajar. Thanks also
for that, God! Bahagianya karena aku seorang guru...
Cinta tak terhingga dari “Mereka” yang
kusebut “My Savior” (bagiku Savior tidak hanya penyelamat dari bahaya atau
bersifat religi, tapi lebih dari itu). Semuanya tak akan terasa dalam waktu
singkat, namun aku merasakannya ketika aku sudah tak lagi mengajar mereka.
Ketika berjumpa, mereka ingat dan tersenyum sekaligus menyapa dan tak lupa
menanyakan kabar. Bahkan ada yang tak segan-segan mencium tangan, betapa aku
merasa dimuliakan saat itu (itulah nilai seorang guru dan Engkau membuatnya
sangat jelas, Tuhan!), dan aku juga mempunyai perasaan yang sama ketika aku
bertemu dengan guruku. Dan ketika social networking menjadi sangat happening, mereka
hadir disana walau hanya sekedar menanyakan kabar bahkan terkadang mengucapkan
selamat ulang tahun dan menyertakan doa yang indah disana.
Apapun ceritanya, apakah dengan guru yang
bahkan kita tak suka sama sekali, perasaan memuliakan itu tetap ada ketika
bertemu, apalagi ketika itu adalah seorang guru yang benar-benar membuat kita
nyaman, rasa bangga dan hormat akan lebih besar. Dan aku banyak belajar dari
itu. Betapa bahagianya ketika mempunyai hubungan yang baik dengan siswa.
Dan lagi-lagi aku dengan bangga berucap...
Bahagianya karena aku seorang guru...
Dear Allah, aku jadi teringat cerita ibuku
yang notabenenya adalah seorang Guru Taman Kanak-Kanak (sudah 25tahun), guru
yang menghadapi anak-anak yang baru saja dilepas dan dipercaya oleh orang tuanya
(aku sangat memuji Guru TK, mereka tangguh). Ibuku tak memungkiri terkadang
merasa sangat jenuh dengan profesinya, apalagi dengan usianya sekarang seolah
berpengaruh akan tenaga dalam menghadapi anak-anak kecil itu. Ingus, pengen
poop, mimisan, dan lain sebagainya yang menjadi langganan anak-anak menjadi
penghias hari-harinya. Tapi, semuanya seolah hilang ketika anak-anaknya sukses.
Bahkan yang sangat membuat haru, malah ketika sang guru lupa akan namanya,
mereka dengan bangga berkata, “dulukan aku bisa membaca gara-gara diajari sama
bu Murni, ibu makasih banyak. Sekarang Alhamdulillah sudah selesai specialist”.
Bagaimana tak terharu... Itu hanya sepotong cerita, karena ibu punya cerita
yang sangat banyak.
Begitu pun aku... yaa, walaupun aku masih
seumur jagung dalam mengajar, tetapi aku juga terkadang punya kisah yang manis
bersama murid-muridku. Aku sangat senang ketika mendengar panggilan itu, “Miss
Ummi...”, dan itu panggilan dari murid-muridku. Dan mungkin banyak yang
merasakan hal yang sama denganku.
Dear Rabb,
Itulah Engkau yang Maha Adil... maka tak
selamanya Kau buat semuanya mudah. Cerita ini sering kali terjadi ketika di
hari pertama aku melangkah masuk kelas. Wajah-wajah itu memang interested and
excited, tapi kebanyakan anak-anak itu tertarik mengetes gurunya yang dianggap
lebih kecil dari mereka, terkadang dianggap religious karena namaku
(berdasarkan pengakuan mereka). Banyak hal yang terkadang membuatku ingin
menyerah, namun terus saja Kau kuatkan aku dan akhirnya ketika semuanya harus
selesai, aku mulai merindukan mereka dan betapa bahagianya ketika itu juga yang
dirasa murid-muridku.
Rabb,
Betapa indahnya ketika kita bisa memberi walau hanya sedikit tetapi bermanfaat, begitu juga dengan ilmu. Mungkin hanya sebuah huruf atau angka, tapi bagi seorang murid itu sangat berharga, bahkan dia akn selalu mengingatnya sampai dia akhirnya sukses. Bisa dibayangkan betapa bahagianya kita sebagai guru, ketika puluhan tahun berlalu dan akhirnya melihat anak-anak didik telah sukses dan mereka berkata, "Itu guru yang mengajariku"...
Betapa indahnya ketika kita bisa memberi walau hanya sedikit tetapi bermanfaat, begitu juga dengan ilmu. Mungkin hanya sebuah huruf atau angka, tapi bagi seorang murid itu sangat berharga, bahkan dia akn selalu mengingatnya sampai dia akhirnya sukses. Bisa dibayangkan betapa bahagianya kita sebagai guru, ketika puluhan tahun berlalu dan akhirnya melihat anak-anak didik telah sukses dan mereka berkata, "Itu guru yang mengajariku"...
Dear Allah...
Dan sekali lagi aku berkata...
Bahagianya... Aku seorang Guru...
Terima kasih telah membuka mataku akan
baiknya profesi ini dan terima kasih telah mempertemukan dengan mereka-mereka
yang senantiasa mendukung...
Selamat bagi semua guru di dunia, anda
beruntung telah memilih profesi ini...
Love You Rabb,
Ummi ^_^
bangga ^^, bangga mjd ank seorang guru :)
BalasHapus