Rabu, 29 Februari 2012

The Very “Begining” Days in a New Home




08.47 WIB

Garuda akhirnya menjejakkan kakinya di tanah kelahiran Nicole Kidman ini. Aku melirik sekilas jamku dan ya… it’s nearly 9 in the morning and I realize my watch is still Indonesian time. Kami dijanjikan jemputan oleh Harlan (yang awalnya kami anggap sebagai nama seorang lelaki dan akhirnya kami menyebutnya “mas Harlan”, dan ujung-ujungnya kami ketahui sebagai nama sebuah perusahaan travel, haha…dan sebagian dari kami sudah terlanjur memanggil si penjemput dengan “Harlan” hingga dia tak merespon karena mungkin memang tak merasa mempunyai nama itu). Namun, awal permasalahan ketika pesawat delay dari Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Dan akhirnya berujung pada keterlambatan kami tiba di bandara …, Melbourne. Belum lagi kenyataan bahwa sebagian kecil dari kami harus menghadapi pemeriksaan “Quarantine check” dibandara karena membawa makanan yang kami takuti tak kami dapati dan kami dirindukan ketika di Melbourne (dan aku salah satu actor utama yang membawa banyak makanan, hehe, dendeng sapi adalah salah satu makanan yang dikarantina dan akhirnya tak diizinkan masuk). Beberapa jam kami habiskan mengantri mulai dari luggage claim, immigration sampai quarantine check hingga akhirnya si “Harlan” sudah kapok menunggu namun tetap sabar hingga akhirnya satu persatu hidung kami nongol di bandara international itu.

Kesan pertamaku ketika menginjakkan kaki ke kota Melbourne adalah, “the weather is still the same with my own home country, ooh…” namun, akhirnya aku melihat suatu yang berbeda, kebersihan dan keteraturan di jalanan dan bangunan-bangunan. Melbourne adalah kota yang kering, tumbuhan tidak begitu hijau disini dan terlihat sedikit gersang dan didukung dengan suhu yang sangat panas. Perasaanku mulai grogi mengingat aku akan segera bertemu “my new mom and dad”.

Kami sampai di Deakin University, entrance 1 roundbout Gymnasium dan kulihat beberapa orang yang sudah sangat kukenal menunggu kami (dan tentunya itu bukan my “homestay family”, karena aku sangat mengenal wajah itu. They are my friends, my ex-lecturer in undergraduate degree and Anne, pengurus mahasiswa baru di Deakin University). Oh, that’s they all, no others, hanya satu orang lelaki “bule” yang kukira suaminya Anne. Where’s the “homestay” family yang katanya akan menunggu kedatangan kami? Mataku mulai melirik sana-sini. Kami turun dan disambut hangat oleh Anne, Nadia dan beberapa kenalan lainnya. Pertanyaan tentang dimanakah para “homestay family itu masih terus berputar dalam ingatanku, apakah kami batal menumpang dirumah “Australians?”. Akhirnya jawabanku terjawab ketika Anne selesai menjelaskan beberapa hal tentang kegiatan pertama kami Senin mendatang, dia berkata,
“Your homestay family came one hour before and waited for you, but they went back after getting information that you’re gonna be late. They will come soon and pick you up”.
Aku hanya tersenyum dan berkata dalam hati, “Ya Allah, jadi juga rupanya tinggal bersama Australian…”
Dan aku mulai sadar ketika beberapa orang “bule” telah datang dan tersenyum. Aku mulia menerka-nerka yang mana “homestay”ku. Hmm…tidak ada yang “elderly people” (sesuai dengan profile yang aku dapat, homestayku itu adalah Bill-76tahun dan Toula-69 Tahun). Sebuah mobil masuk dengan sangat cepat ke parkiran tepat dibelakang gedung kami berkumpul. Beberapa orang “bule” masuk dan mereka “elderly”. Aku masih belum merasa, mereka adalah salah satu dari “homestay”ku. Dan Anne benar-benar membuktikannya, ketika nama temanku yang dipanggil untuk pertama kalinya. Oke, that’s not me. Kemudian, yang kedua juga bukan namaku yang dipanggil, padahal that Australian is an elderly woman. Dan malah aku sempat mengejek seorang teman yang merasa namanya dipanggil, padahal jelas-jelas bukan. Aku cekikikan ketika akhirnya Anne dengan logatnya yang menggemaskan memanggil,
“And next is Ummi…”
I was so surprised and raised my hand immediately. Someone waved her hand to me. Oh…that must be “Toula” and she is my new mom in this new place.
Aku berjalan menuju Toula dan menyalaminya sambil berkenalan. Dia datang dengan temannya “Mary”. Dengan pedenya ketikika akhirnya aku akan melangkah pergi dan berkata,
“See you everyone”, sembari melambai kearah teman-teman yang sedang menunggu jemputan para “homestay” family.

Bertiga kami berjalan menuju mobilnya. Toula menyetir mobilnya sangat cepat, khususnya bagi seorang perempuan seusianya. Tapi memang semua orang di kota ini menyetir dengan sangat cepat. Dari Burwood High Way, kami memasuki Springvale Road dan akhirnya berbelok kiri ke Highbury Road, dan akhirnya aku memasuki sebuah perkarangan rumah yang kusebut “my new home”. Rumah yang kecil namun dengan taman yang cukup terawat.
“Oke, darling…come in. This is your new home now…”, ucap Toula ketika akhirnya ku melangkah memasuki rumah itu. Ada perasaan sedikit gugup karena aku mulai mengira macam-macam (tapi satu hal, no dog in this house karena jelas-jelas tertulis di profile mereka “pet type-bird and cat-outside only). Dan suhu sejuk mulai menyentuh kulitku ketika aku akhirnya masuk. Satu kata… Alhamdulillah.  Iya, the house is comfortable and clean. Seorang lelaki paruh baya terlihat berdiri dilorong kecil setelah ruangan kecil setelah pintu masuk (dan itu bukan ruang tamu seperti kebanyakan rumah di negeriku). Itu pasti Bill, ucapku dalam hati.
Lelaki itu langsung menyalamiku dan dia memang benar suaminya Toula and my new dad, Bill. Toula meraih sebuah gagang pintu tepat di lorong kecil itu,
“Darling, it’s your room! Come in and see…”, ucapnya sambil menarik koperku yang sangat berlebihan beratnya itu.

Aku masuk dan…

Ucapan syukur kedua keluar dalam suaraku yang sangat lirih. Kamar yang berukuran kecil itu sangat nyaman dan bersih. Sebuah jendela kaca besar tepat berada di depan pintu masuk dan cahaya yang masuk sangat menghangatkan suasana yang sejuk diruangan itu. Sebuah karpet berbulu yang bersih menutupi semua lantai ruangan itu. Sebuah dipan untuk single terletak disebelah kiri dengan bedcover biru lautnya, dan sebuah small buffet is right beside it. Dua langkah dari pintu masuk sebuah meja belajar putih kecil dengan lampu belajar terletak disana dan dihiasi dengan sebuah cermin cantik tepat tergantung didinding depannya.
“This is the desk and the lamp for you to study… that is the wardrobe for you to take your clothes, and this a sofa for you to enjoy your room and time…”, ucapnya sambil menunjuk satu persatu benda yang ada diruangan itu. Aku hanya mengangguk tanda “sangat setuju dan senang”.
“All stuff in this room are yours now. Please don’t mind using it and putting all your stuffs there… oke?”, aku mengangguk.

Setelah selesai dengan kamar, Toula mengajakku berkeliling dan menujukkanku beberapa tempat yang sepatutnya aku ketahui. Kami kembali menuju kearah depan dan kulihat disamping pintu masuk ada sebuah ruangan, dan itu kamarnya Toula dan Bill, tepat didepannya ada sebuah ruangan kecil. Toula membukanya dan… Oh, that’s the toilet!  Sesuatu yang sangat ingin kulihat selain kamarku. Tepat didepan pintu masuk ada shower dengan pintu kaca, disampingnya ada meja rias yang sangat besar dan sangat cantik. Didepan meja rias ada toilet duduk dan on the right side of those both furniture is a bath tub. Sebuah jendela kaca besar ada diatas bath tub dan tepat diatas kamar mandi itu ada sebuah cerobong dan ditutupi dengan kaca hingga cahaya matahari masuk kedalam.

Kamarku tepat terletak di lorong itu, dan setelahnya ada sebuah pintu yang menghubungkan dengan living room with some comfortable sofa and a big LCD TV. Tepat dibelakangnya ada sebuah kamar tamu disamping kanannya sebuah beranda yang bisa melihat kebelakang rumah. Living room berbatasan dengan dapur Toula yang kecil namun sangat bersih. Bersebelahan dengan kamarku, ada sebuah kamar lagi dan itu kamarnya Nao Ito, international student from Japan. Pintu kamarnya berhadapan dengan sebuah meja makan kecil yang akhirnya membawaku ke ruang kecil tempat Toula menyimpan mesin cuci dan menghubungkan dengan pintu ke taman belakang.

Toula menyediakanku makan siang (dan it’s nearly 2 waktu Melbourne and they do not have lunch yet because of waiting for me… Oh!!)
“Ummi, I know you love rice and I have rice for you!”, ucapnya dengan ekspresi bahagia sambil menunjukkanku semangkuk besar nasi putih yang telah dimasak, dan betapa terkejut namun bahagianya aku.
“Oh… big thanks Toula, how do you know that…”
“I read in your profile darling and no worries, we’ll have a small bag of the rice for you…”, aku langsung mengucap syukur.
“But for today’s lunch, we have pasta and cheese with tomato sauce and of course the rice for you! I do not know if you like it…”, Oh…Toula sudah sangat berusaha, jadi walaupun aku kurang suka dengan pasta dan keju…
“Oh… I like it, Toula! That’s fine!”
Dan inilah culture shock pertamaku, the food. Yaa..walaupun sudah ada nasi didepan mataku, namun tak ada lauk, hanya semangkuk besar pasta dengan keju parutan diatasnya dan semangkuk saus tomat, juga tak ketinggalan sepiring keju yang rasanya sangat aneh dilidahku (tapi Bill, Toula, Mary dan suami Mary, Leo sangat suka). Akhirnya aku makan nasi dengan lauk pasta keju dan saus tomat, haha. It’s quite good for my first meal. Alhamdulillah. Namun, kejutan lain akhirnya datang…
“Oh…your birthday is coming soon, isn’t it darling?”, aku yang sedang menyendokkan pasta kemulutku sedikit tersedak. How does she know that?
Toula tersenyum…
“Everything is in your profile… hmm, we plan to make a small barbeque party for you Ummi, with Helen, Collins and of course the twins, Stephanie and Sophie. My son, Paul, Jennifer and their children will also come…”

Aku terpana. Aku tak berharap secepat ini. Aku malah merasa menjelang usiaku yang seperempat abad, aku akan menjalaninya dengan biasa saja dengan beberapa teman di sebuah negeri “bule” bernama “Australia”. Aku sedikit terpana namun aku berusaha mengucapkan terima kasih. Allah benar-benar menjawab doaku tentang sebuah keluarga yang pengertian dan baik.

 Selesai mandi, tubuhku benar-benar ingin di istirahatkan. Dan aku tertidur selepas shalat zuhur yang aku jamakkan dengan ashar. Sorenya, Toula dan Mary mengajakku ke rumah anaknya, Helen. Dan disana, I met the twins, Stephanie and Sophie. They’re so cute. Keluarga besar ini seperti sudah sangat terbiasa dengan international students, aku disambut oleh pelukan oleh kedua dara manis itu. Keluarga Bill dan Toula benar-benar sebuah family oriented. Hampir setiap waktu bertemu keluarganya, setiap weekend selalu menyempatkan makan malam bersama, seperti hari ini ketika mereka menyambutku di rumah Helen. Makanan yang tersedia? Wow…jangan tanya…bejibun dan dalam porsi besar (aku lupa bawa kamera siyh…). Lamb and chicken are roasted with oil and some spices, olives, tomato salad; rice with vegetables, potato is roasted with oil, lotus salad, baked sweet potato, carrot and pumpkin and bread yang tidak pernah ketinggalan.

Selesai makan, sophie menarik tanganku dan mengajakku bermain 40:40 (hampir sama dengan main petak umpetnya Indonesia). Setelah beberapa sesi bermain, mobil Bill datang dan Nao ada didalamnya. Nao adalah international student dari Jepang yang sedang mengikuti kursus bahasa inggris di DUELI (lembaga bahasanya Deakin University).

Awal aku mengenal Nao, dia sedikit pendiam. Namun, akhirnya aku tahu memang watak kebanyakan orang Jepang begitu. Tapi, she’s so kind and helpful. She likes when I asked her so many questions.

And now, I realize that I am in a new family.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar