08.47 WIB
Garuda akhirnya
menjejakkan kakinya di tanah kelahiran Nicole Kidman ini. Aku melirik sekilas
jamku dan ya… it’s nearly 9 in the morning and I realize my watch is still
Indonesian time. Kami dijanjikan jemputan oleh Harlan (yang awalnya kami anggap
sebagai nama seorang lelaki dan akhirnya kami menyebutnya “mas Harlan”, dan
ujung-ujungnya kami ketahui sebagai nama sebuah perusahaan travel, haha…dan
sebagian dari kami sudah terlanjur memanggil si penjemput dengan “Harlan” hingga
dia tak merespon karena mungkin memang tak merasa mempunyai nama itu). Namun,
awal permasalahan ketika pesawat delay dari Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali.
Dan akhirnya berujung pada keterlambatan kami tiba di bandara …, Melbourne.
Belum lagi kenyataan bahwa sebagian kecil dari kami harus menghadapi
pemeriksaan “Quarantine check” dibandara karena membawa makanan yang kami
takuti tak kami dapati dan kami dirindukan ketika di Melbourne (dan aku salah
satu actor utama yang membawa banyak makanan, hehe, dendeng sapi adalah salah
satu makanan yang dikarantina dan akhirnya tak diizinkan masuk). Beberapa jam
kami habiskan mengantri mulai dari luggage claim, immigration sampai quarantine
check hingga akhirnya si “Harlan” sudah kapok menunggu namun tetap sabar hingga
akhirnya satu persatu hidung kami nongol di bandara international itu.
Kesan pertamaku ketika
menginjakkan kaki ke kota Melbourne adalah, “the weather is still the same with
my own home country, ooh…” namun, akhirnya aku melihat suatu yang berbeda, kebersihan
dan keteraturan di jalanan dan bangunan-bangunan. Melbourne adalah kota yang
kering, tumbuhan tidak begitu hijau disini dan terlihat sedikit gersang dan
didukung dengan suhu yang sangat panas. Perasaanku mulai grogi mengingat aku
akan segera bertemu “my new mom and dad”.
Kami sampai di Deakin
University, entrance 1 roundbout Gymnasium dan kulihat beberapa orang yang
sudah sangat kukenal menunggu kami (dan tentunya itu bukan my “homestay
family”, karena aku sangat mengenal wajah itu. They are my friends, my
ex-lecturer in undergraduate degree and Anne, pengurus mahasiswa baru di Deakin
University). Oh, that’s they all, no others, hanya satu orang lelaki “bule”
yang kukira suaminya Anne. Where’s the “homestay” family yang katanya akan
menunggu kedatangan kami? Mataku mulai melirik sana-sini. Kami turun dan
disambut hangat oleh Anne, Nadia dan beberapa kenalan lainnya. Pertanyaan
tentang dimanakah para “homestay family itu masih terus berputar dalam
ingatanku, apakah kami batal menumpang dirumah “Australians?”. Akhirnya
jawabanku terjawab ketika Anne selesai menjelaskan beberapa hal tentang
kegiatan pertama kami Senin mendatang, dia berkata,
“Your homestay family
came one hour before and waited for you, but they went back after getting
information that you’re gonna be late. They will come soon and pick you up”.
Aku hanya tersenyum
dan berkata dalam hati, “Ya Allah, jadi juga rupanya tinggal bersama
Australian…”
Dan aku mulai sadar
ketika beberapa orang “bule” telah datang dan tersenyum. Aku mulia menerka-nerka
yang mana “homestay”ku. Hmm…tidak ada yang “elderly people” (sesuai dengan
profile yang aku dapat, homestayku itu adalah Bill-76tahun dan Toula-69 Tahun).
Sebuah mobil masuk dengan sangat cepat ke parkiran tepat dibelakang gedung kami
berkumpul. Beberapa orang “bule” masuk dan mereka “elderly”. Aku masih belum
merasa, mereka adalah salah satu dari “homestay”ku. Dan Anne benar-benar
membuktikannya, ketika nama temanku yang dipanggil untuk pertama kalinya. Oke,
that’s not me. Kemudian, yang kedua juga bukan namaku yang dipanggil, padahal
that Australian is an elderly woman. Dan malah aku sempat mengejek seorang
teman yang merasa namanya dipanggil, padahal jelas-jelas bukan. Aku cekikikan
ketika akhirnya Anne dengan logatnya yang menggemaskan memanggil,
“And next is Ummi…”
I was so surprised and
raised my hand immediately. Someone waved her hand to me. Oh…that must be
“Toula” and she is my new mom in this new place.
Aku berjalan menuju
Toula dan menyalaminya sambil berkenalan. Dia datang dengan temannya “Mary”.
Dengan pedenya ketikika akhirnya aku akan melangkah pergi dan berkata,
“See you everyone”,
sembari melambai kearah teman-teman yang sedang menunggu jemputan para
“homestay” family.
Bertiga kami berjalan
menuju mobilnya. Toula menyetir mobilnya sangat cepat, khususnya bagi seorang
perempuan seusianya. Tapi memang semua orang di kota ini menyetir dengan sangat
cepat. Dari Burwood High Way, kami memasuki Springvale Road dan akhirnya
berbelok kiri ke Highbury Road, dan akhirnya aku memasuki sebuah perkarangan
rumah yang kusebut “my new home”. Rumah yang kecil namun dengan taman yang
cukup terawat.
“Oke, darling…come in.
This is your new home now…”, ucap Toula ketika akhirnya ku melangkah memasuki
rumah itu. Ada perasaan sedikit gugup karena aku mulai mengira macam-macam
(tapi satu hal, no dog in this house karena jelas-jelas tertulis di profile
mereka “pet type-bird and cat-outside only). Dan suhu sejuk mulai menyentuh
kulitku ketika aku akhirnya masuk. Satu kata… Alhamdulillah. Iya, the
house is comfortable and clean. Seorang lelaki paruh baya terlihat berdiri
dilorong kecil setelah ruangan kecil setelah pintu masuk (dan itu bukan ruang
tamu seperti kebanyakan rumah di negeriku). Itu
pasti Bill, ucapku dalam hati.
Lelaki itu langsung
menyalamiku dan dia memang benar suaminya Toula and my new dad, Bill. Toula
meraih sebuah gagang pintu tepat di lorong kecil itu,
“Darling, it’s your
room! Come in and see…”, ucapnya sambil menarik koperku yang sangat berlebihan
beratnya itu.
Aku masuk dan…
Ucapan syukur kedua
keluar dalam suaraku yang sangat lirih. Kamar yang berukuran kecil itu sangat
nyaman dan bersih. Sebuah jendela kaca besar tepat berada di depan pintu masuk
dan cahaya yang masuk sangat menghangatkan suasana yang sejuk diruangan itu.
Sebuah karpet berbulu yang bersih menutupi semua lantai ruangan itu. Sebuah
dipan untuk single terletak disebelah kiri dengan bedcover biru lautnya, dan
sebuah small buffet is right beside it. Dua langkah dari pintu masuk sebuah
meja belajar putih kecil dengan lampu belajar terletak disana dan dihiasi
dengan sebuah cermin cantik tepat tergantung didinding depannya.
“This is the desk and
the lamp for you to study… that is the wardrobe for you to take your clothes,
and this a sofa for you to enjoy your room and time…”, ucapnya sambil menunjuk
satu persatu benda yang ada diruangan itu. Aku hanya mengangguk tanda “sangat
setuju dan senang”.
“All stuff in this
room are yours now. Please don’t mind using it and putting all your stuffs
there… oke?”, aku mengangguk.
Setelah selesai dengan
kamar, Toula mengajakku berkeliling dan menujukkanku beberapa tempat yang
sepatutnya aku ketahui. Kami kembali menuju kearah depan dan kulihat disamping
pintu masuk ada sebuah ruangan, dan itu kamarnya Toula dan Bill, tepat
didepannya ada sebuah ruangan kecil. Toula membukanya dan… Oh, that’s the toilet! Sesuatu yang sangat ingin kulihat selain
kamarku. Tepat didepan pintu masuk ada shower dengan pintu kaca, disampingnya
ada meja rias yang sangat besar dan sangat cantik. Didepan meja rias ada toilet
duduk dan on the right side of those both furniture is a bath tub. Sebuah
jendela kaca besar ada diatas bath tub dan tepat diatas kamar mandi itu ada
sebuah cerobong dan ditutupi dengan kaca hingga cahaya matahari masuk kedalam.
Kamarku tepat terletak
di lorong itu, dan setelahnya ada sebuah pintu yang menghubungkan dengan living
room with some comfortable sofa and a big LCD TV. Tepat dibelakangnya ada
sebuah kamar tamu disamping kanannya sebuah beranda yang bisa melihat
kebelakang rumah. Living room berbatasan dengan dapur Toula yang kecil namun
sangat bersih. Bersebelahan dengan kamarku, ada sebuah kamar lagi dan itu
kamarnya Nao Ito, international student from Japan. Pintu kamarnya berhadapan
dengan sebuah meja makan kecil yang akhirnya membawaku ke ruang kecil tempat
Toula menyimpan mesin cuci dan menghubungkan dengan pintu ke taman belakang.
Toula menyediakanku
makan siang (dan it’s nearly 2 waktu Melbourne and they do not have lunch yet
because of waiting for me… Oh!!)
“Ummi, I know you love
rice and I have rice for you!”, ucapnya dengan ekspresi bahagia sambil
menunjukkanku semangkuk besar nasi putih yang telah dimasak, dan betapa
terkejut namun bahagianya aku.
“Oh… big thanks Toula,
how do you know that…”
“I read in your
profile darling and no worries, we’ll have a small bag of the rice for you…”,
aku langsung mengucap syukur.
“But for today’s
lunch, we have pasta and cheese with tomato sauce and of course the rice for
you! I do not know if you like it…”, Oh…Toula sudah sangat berusaha, jadi walaupun
aku kurang suka dengan pasta dan keju…
“Oh… I like it, Toula!
That’s fine!”
Dan inilah culture
shock pertamaku, the food. Yaa..walaupun sudah ada nasi didepan mataku, namun
tak ada lauk, hanya semangkuk besar pasta dengan keju parutan diatasnya dan semangkuk
saus tomat, juga tak ketinggalan sepiring keju yang rasanya sangat aneh
dilidahku (tapi Bill, Toula, Mary dan suami Mary, Leo sangat suka). Akhirnya
aku makan nasi dengan lauk pasta keju dan saus tomat, haha. It’s quite good for
my first meal. Alhamdulillah. Namun,
kejutan lain akhirnya datang…
“Oh…your birthday is
coming soon, isn’t it darling?”, aku yang sedang menyendokkan pasta kemulutku
sedikit tersedak. How does she know that?
Toula tersenyum…
“Everything is in your
profile… hmm, we plan to make a small barbeque party for you Ummi, with Helen,
Collins and of course the twins, Stephanie and Sophie. My son, Paul, Jennifer
and their children will also come…”
Aku terpana. Aku tak
berharap secepat ini. Aku malah merasa menjelang usiaku yang seperempat abad,
aku akan menjalaninya dengan biasa saja dengan beberapa teman di sebuah negeri
“bule” bernama “Australia”. Aku sedikit terpana namun aku berusaha mengucapkan
terima kasih. Allah benar-benar menjawab doaku tentang sebuah keluarga yang
pengertian dan baik.
Selesai mandi, tubuhku benar-benar ingin di
istirahatkan. Dan aku tertidur selepas shalat zuhur yang aku jamakkan dengan
ashar. Sorenya, Toula dan Mary mengajakku ke rumah anaknya, Helen. Dan disana,
I met the twins, Stephanie and Sophie. They’re so cute. Keluarga besar ini
seperti sudah sangat terbiasa dengan international students, aku disambut oleh
pelukan oleh kedua dara manis itu. Keluarga Bill dan Toula benar-benar sebuah
family oriented. Hampir setiap waktu bertemu keluarganya, setiap weekend selalu
menyempatkan makan malam bersama, seperti hari ini ketika mereka menyambutku di
rumah Helen. Makanan yang tersedia? Wow…jangan tanya…bejibun dan dalam porsi
besar (aku lupa bawa kamera siyh…). Lamb and chicken are roasted with oil and
some spices, olives, tomato salad; rice with vegetables, potato is roasted with
oil, lotus salad, baked sweet potato, carrot and pumpkin and bread yang tidak
pernah ketinggalan.
Selesai makan, sophie menarik
tanganku dan mengajakku bermain 40:40 (hampir sama dengan main petak umpetnya
Indonesia). Setelah beberapa sesi bermain, mobil Bill datang dan Nao ada
didalamnya. Nao adalah international student dari Jepang yang sedang mengikuti
kursus bahasa inggris di DUELI (lembaga bahasanya Deakin University).
Awal aku mengenal Nao,
dia sedikit pendiam. Namun, akhirnya aku tahu memang watak kebanyakan orang
Jepang begitu. Tapi, she’s so kind and helpful. She likes when I asked her so
many questions.
And now, I realize
that I am in a new family.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar