5
Maret 2012. Sepertinya ada sesuatu dengan tanggal itu. Yap…tentu, tanggal itu
special, bukan karena dia hari libur nasional, bukan karena perayaan tertentu,
tapi special hanya untukku seorang. Hari jadiku.
Dua
hari lalu, semuanya berjalan sangat baik dan lancar. Aku berwisata lagi ke City
bersama dengan teman-teman dan Carolyn. Toula meyakinkan aku bahwa hari Minggu,
aku dan Nao harus berada dirumah karena ada sedikit perayaan kecil. Ulang
tahunku.
Aku
bingung menggambarkan perasaanku sendiri. Aku merasa sedikit sedih mengingat di
usia ke “seperempat abad” ini harus mengingatnya di Oz dan tidak bersama
keluarga dan teman-teman. Satu hal lain yang membuatku tak ingin terlalu
mengingat penambahan usiaku ini karena, aku sudah menginjak 25 tahun dan itu
bukan usia muda yang pantas dibanggakan. Ada perasaan galau mengingat kesalahan
dan kegagalan.
Namun,
disatu sisi kecil hatiku ada kebahagian membuncah ketika keluarga baruku malah
berniat mengadakan “syukuran” kecil-kecilan penambahan usiaku. Toula bahkan
mempersiapkan semuanya dengan baik, mengundang makan keluarganya di hari Minggu
itu.
Pagi
minggu tanggal 4 Maret, aku bangun dan selesai mandi bergegas sarapan. Ketika
akhirnya aku keluar dari kamar…
“Good
morning Love! How are you?”, ucap Toula dan aku menjawab dengan suara lirih dan
tersenyum.
“This
is for you, Happy Birthday darling!”, ucapnya sambil memberikanku sebuah
bingkisan bercorak bintang-bintang berwarna biru.
Aku
mengucapkan terima kasih dan dia memelukku erat.
“I know,
it’s one day earlier. But tomorrow you have to go to school…”
Aku
hanya tersenyum.
Aku
membukanya dan sebuah piyama cantik bercorak senada bingkisan (bintang berwarna
biru langit) ada didalamnya.
“I
know you feel cold at night, and I hope it will make you warm…”
Nao
memberikanku gantungan cantik, Mery memberiku gantungan dari batu khas Yunani.
Ketika akhirnya si kembar datang, mereka memberiku sebuah sweater berwarna biru
dongker dan Stephanie memberiku sebuah kalung yang dibuatnya sendiri.
Sejak
pagi Toula mulai sibuk menyiapkan makanan, semuanya dia siapkan sendiri mulai
dari main course hingga dessert.
Selesai
lunch, aku dipanggil keluar dan disana sudah ada sebuah tart beserta lilin
berlambangkan usiaku. 25 tahun. Dan kembang api berjejer mengelilinginya.
Pesta
yang kecil ditengah keluarga baru. Aku bahagia, tapi aku lebih memilih
menyebutnya sebagai “syukuran”.
Dan
mungkin hadiah juga yang sangat aku perlukan adalah ketika, I’ve got my
Internet connection, horraiii…
Malam
itu akhirnya aku bisa langsung berkomunikasi dengan keluarga. My mom is the one
I miss so much. Awalnya komunikasi terputus-putus, ada perasaan sedih dan
gusar. Aku benar-benar ingin berbicara dengan mamak. Jam menunjukkan pukul
12.15 ketika akhirnya komunikasi kembali lancar. Ada kebahagian dan keharuan
tersendiri ketika hampir dua minggu aku tak melihat wajah itu.
“Ummi,
ka teumbeum. Sehat neuk?”, tanya mamak dan aku dengan rasa syukur menjawab
pertanyaan dengan sebuah senyuman.
Keharuan
yang sangat mendalam ketika mamak berkata,
“Ummi,
singoh ka 25 thoen Neuk nyo? Ulang tahun kan?”, aku terhenyak.
Sejujurnya
aku bahkan lupa bahwa aku berulang tahun, aku hanya mengingat aku ingin sekali
melihat wajah mamak dan melupakan bahwa aku besok merayakan hari jadi.
Itu
laah hadiah terindah dariMu Rabb. Dihari jadiku, akhirnya Kau ijinkan aku
melihat wajah ibu, adik, abang, dan anda (panggilan untuk bundaku).
Namun
setelah beberapa minggu berlalu dari hari jadiku itu, aku mulai merefleksi
masa-masa kehidupanku didunia ini. Yaa..walaupun aku sadari, aku hanya manusia
biasa yang walaupun berulang kali mengingat kesalahan, namun tetap mengulang.
Usia
25 tahun bukan lah usia seorang manusia muda yang seenaknya melakukan sesuatu
tanpa berpikir panjang dan kusadari bahkan di detik ini, aku masih suka
melakukan hal-hal diluar pemikiran dewasa. Tertawa terbahak-bahak, sensitive
keterlaluan, berbicara tak bermakna dan sebagainya. Namun, ada hal-hal yang
sangat kusyukuri diusia ini. I won the scholarship at this age and being here
with lovely new family. Aku punya sahabat-sahabat baru yang juga sudah kuanggap
sebagai saudaraku, abang-abangku dan kakak-kakakku. Saudariku itu Arni, Nadia,
Nanda, Hijja, Salwa, Eni. Kakak-kakakku itu Kak Khusna, Kak Mul, Kak Eva, Kak
Inda, Kak Viza, Kak Putri dan Kak Nina. Dan tak lupa abang-abangku itu Bang
Rusdi, Bang Saiful, Bang Sudirman, Bang Faisal, Bang Salman, Bang Fajri dan
Bang Usman. Semuanya kami satu keluarga dari Aceh yang disatukan dalam satu
program bernama Double Degree.
Namun,
tak dipungkiri banyak hal yang aku pelajari ketika akhirnya aku menginjak
seperempat abad seperti ini. Dan paling berpengaruh adalah ketika itu semuanya
berkaitan dengan urutan ketiga doa, yaitu “pertemuan” atau bahasa sederhananya
jodoh. Aku belajar banyak dari kata-kata itu.
Mimpiku
saat aku masih berada di bangku sekolah bahwa aku ingin menikah di usia 23
tahun. Dan itu sudah terlewati sudah. Tak kupungkiri, kini aku sedikit
menertawakan diri sendiri ketika aku beranjak 23 tahun dulu, keinginan menikah
sangat besar apalagi ketika beberapa teman telah melangkah, dan ketika akhirnya
seseorang datang mendekat harapan tumbuh begitu besar. Ketiga
kegagalan-kegagalan datang berturut-turut, aku merasakan putus asa hingga
akhirnya di pertengahan 24 tahun aku menyadari bahwa hanya Allah yang tau
kapan, dimana dan siapa yang terbaik. Sabar. Itu kata kuncinya.
Maka
menjelang usia 25 tahun, keinginan itu semakin kujaga baik-baik dalam konteks
yang lebih dewasa. Aku mulai menyelami diri sendiri, memahami kehidupan pernikahan
yang tidak selamanya dihiasi keindahan belaka. Aku juga mulai menamengkan hati
dengan hati-hati hingga dia terjaga baik tanpa harus mengalami “jatuh hati”
sebelum waktunya dan “patah hati” yang pada dasarnya belum pantas, hehe…
Tuhan
Maha Adil. Itu saja yang semestinya dipegang. Selama aku bersama keluarga dan
sahabat, insyaAllah semuanya indah. Ketika akhirnya Allah mengatakan, “Yes,
you’re ready for that!”, maka itu lah sesuatu yang indah pada waktunya…
Aku
pun merefleksi hal lainnya. Tanggung jawab. Apa tanggung jawabku sebagai
seorang “Muslimah” sudah baik? Apa tanggung jawabku sebagai “anak” sudah baik?
Apa kewajibanku sebagai seorang “guru” sudah sempurna?
Banyak
hal yang aku sadari masih perlu diperbaiki, bahkan diusia ke 25 ini aku masih
kekanak-kanakan. Menghabiskan waktu sia-sia hingga berjam-jam melamun, chating,
dengar musik, padahal seandainya waktu itu dihabiskan membaca atau menulis, ada
sesuatu yang dihasilkan. Namun, semuanya sudah berlalu, kini yang didepan mata
yang harus dipikirkan.
Refleksi kehidupan ternyata kadang menyenangkan,
memalukan dan yang paling indah adalah ketika hal yang menyakitkan menjadi
pelajaran hidup. Kegagalan suatu hal lumrah, keberhasilan membawa gairah...
Mudah-mudahan tahun ini lebih baik Ya Rabb, Amiin ^_^
Very awesome miss^^
BalasHapusreally cool and touched story..
Miss you :)