Jalan Tuhan memang tidak ada yang mengerti. Plot yang tercipta kadang tak ada yang mengira.
Delapan belas tahun lalu,
usianya masih 6 tahun. Sama seperti anak-anak seusianya, yang hanya dipikirkan
ole Annisa adalah bermain dan hiburan. Dulu banget kan, permain anak-anak
masih sangat popular berbeda dengan sekarang, anak-anak lebih tertarik dengan
teknologi, game, play station, internet dan televisi.
Sepulang sekolah atau selepas magrib pergi mengaji berjalan
kaki bersama teman. Masa-masanya dulu
juga lagu anak-anak sangat popular. Ketika di sekolah mereka akan bertukaran
lirik lagu karena masih belum canggih (tak da handphone), jadi belum bias
tukar-tukaran mp3. Dan beberapa artis cilik yang sangat popular saat itu adalah
Agnes Monica dan Adam Josep. Keduanya adalah artis favoritnya Annisa. Tapi sayang keduanya beerbeda keyakinan
dengannya. Karena besar dikeluarga yang sangat mementingkan agama dan
keyakinan, walaupun diusia yang sangat dini Annisa sudah mengerti akan
pentingnya agama juga perbedaan agama. Jadi mungkin akan konyol bagi orang dewasa ketika mendoakan orang lain
terbuka hati masalah agama, tapi bagi Nisa semuanya biasa. Sejak usia 6 tahun
dan mengidolakan orang yang berbeda degannya dia selalu menyelipkan sebaris doa
untuk mereka…
“Ya Allah, mereka pinter nyanyi juga acting, jadi Nisa mohon
supaya mereka Engkau beri hidayah agar bisa meyakiniMu juga seperti Annisa,
Amin”.
Dan ketika beberapa tahun berlalu, Annisa berusia delapan
belas tahun. Keduanya masih tetap menjadi artis kebanggaannya. Ada seberkas
rasa sedih ketika yang dia kagumi malah dua orang yang berbeda dengannya.
Banyak teman yang bertanya, kenapa mesti mereka? Annisa hanya bisa tersenyum.
Bagi beberapa remaja, kadang menidolakan seseorang hanya karena cantik or
tampannya. Annisa tidak memungkiri itu, tapi ssemakin jauh dia tahu tentang
keduanya, semakin dia kagum. Keduanya memiliki otak yang cerdas di sekolah,
punya keinginan belajar yang kuat, di saat artis yang lain hanya mementingkan
karir atau pura-pura di depan media sangat concern tentang pendidikan. Keduanya
juga punya latar belakang agama yang kuat, jadi walau pun mereka berbeda tapi
mereka sangat menghargai agamanya. Sebenarnya itulah yang terkadang membuat
Annisa miris dan senantiasa berdoa untuk mereka. Dan juga mereka punya
batasan-batasan pergaulan, bisa dilihat dari pemberitaan-pemberitaan media yang
jarang sekali mengulas tentang mereka. Juga bakat yang luar biasa, tidak hanya
aji mumpung. Jadi sejak remaja doanya sedikit berubah…
“Ya Allah, mereka juga hambaMu cuma dalam keadaan yang
berbeda keyakinan. Mereka sangat mencintai Tuhan yang mereka yakini, punya
bakat dan keinginan kuat dalam belajar. Aku memohon dibukakan hati dan
dilimpahkan hidayah luar biasa agar mereka senantiasa meyakini keberadaanMu,
Amiin.”
Dan doa ini hanya menjadi rahasia hatinya dan Tuhannya. Dia
hanya senantiasa berharap Allah mengabulkan doanya.
Ketika beberapa tahun berlalu, Annisa telah sibuk menjalani
hari-hari di perkuliahan psikologinya, menikmati hobi fotograpinya dan
hari-hari baru yang telah membuatnya sedikit demi sedikit jauh dari
berita-berita seputar sang idola.
Di awal karirnya didunia media, dia juga sedikit punya
batasan tentang dunia hiburan di negerinya. Dia seakan jauh dari segala
perkembangan sang idola. Faktanya kedua idolanya telah menjelma menjadi pekerja
hiburan professional. Yang diketahuinya beberapa bulan kemudian, Adam mundur
dan memilih mengejar pendidikannya. Apa dan dimana, dia sudah tak peduli.
Dia bekerja disalah satu produksi majalah. Awalnya hanya
sebagai fotografer lepas, tapi karena sudah lama bekerja sama dan bagian HRD
melihat CVnya lulusan psikologi dan punya kemampuan berbahasa inggris yang
bagus, maka dia diajak bergabung menjadi salah satu pengisi artikel sekaligus
fotografer di Majalah You and Me. Majalah ini lebih bergerak kepada pendidikan
dan kebudayaan, menarik karena mereka bekerjasama dengan Eropa dan beberapa
Negara Asia. You and Me punya beberapa cabang di Eropa. Walaupun bukan produksi
yang besar tapi keberadaannya tak diragukan. Tujuan utamanya adalah
mempromosikan kebudayaan Indonesia. Di kantor pusatnya di Jakarta, You & me
selain bergerak dibidang media cetak, juga bergerak dibidang fotography dan
beberapa cabang di Eropa telah punya handicraft or souvenir shop (Indonesia).
Beberapa bulan bekerja, Annisa mendapat kesempatan kursus photography di
Inggris bersama beberapa orang terpilih lainnya. Selain hobi, Annisa punya
bakat istimewa di bidang motret-memotret.
Dari kesempatan ini lah Annisa bertemu Rizal Aulia. Lelaki
pertama yang berhasil membuatnya benar-benar jatuh hati (akan ada
lembaran-lembaran khusus tentang kisahnya bersama Rizal). Lelaki ini juga yang
sekaligus meruntuhkan pengalaman indah jatuh cinta pertama kalinya bagi Annisa.
Dia memilih mundur teratur, ketika langkahnya mulai teratur tak dipungkiri
beberapa kali dia gagal hanya karena perasaannya berbalas, tetapi ada hal yang
luar biasa besar yang tak bisa dilewati perasaan mereka berdua. Akhirnya Allah
membuka jalan lain baginya untuk sedikit demi sedikit melangkah jauh.
Kesempatan berkarir di salah satu kantor cabang Eropa, tepatnya di York. Annisa
pergi. Dia benar pergi.
***
“Don’t forget we have a chit chat time this evening, Kath!”,
Annisa mengelus pipi gadis
menjelang remaja itu. Katharine mengangguk.
“I don’t, I’ll remind Carolyn and Anne, bye Nisa!”, mereka
berpisah diujung jalan itu.
Annisa mulai mengayuh sepedanya. Hari ini mba Diana pasti
tidak akan menegurnya lagi, karena dia berangkat 15 menit lebih awal dan Annisa
yakin sekali tidak akan terlambat lagi. Sudah hampir menuju 5 bulan, Annisa
bekerja di You & Me cabang York dan dia sangat menikmati hari-harinya di
salah satu kota tercantik di Inggris itu. Selain punya lingkungan tempat
tinggal yang ramah, juga rekan kerja yang tak kalah asik dan ramah. Pegawai You
& Me di Inggris memang bukan orang dari home country, tapi sebagian besar
adalah Indonesia asli. Akhir tahun lalu dia menjejakkan kakinya di kota ini di
tengah-tengah salju yang sudah mulai turun. Penderitaan batinnya seolah sangat
terjawab oleh murungnya musim dingin kota York saat itu. Tapi semuanya sedikit
demi sedikit berlalu seiring berlalunya musim dingin dan menghangatnya musim
semi. Hatinya pun mulai bersemi seperti bunga-bunga daisy di musim semi.
Semuanya sudah terasa semakin baik, walaupun dia sadar ini masih tahap awal
dari proses recoverynya.
Annisa sedang mengunci sepedanya tepat diseberang kantornya,
ketika sosok itu mengalihkan konsentrasinya. Mba Diana rapi banget. Ya iyalah, kan mau ngantor. Tapi..enggak, ini
bukan rapi mau ngantor tapi rapi mau pindahan. Annisa buru-buru mengunci
sepedanya dan berlari menyeberang. Mendekati sekumpulan rekan kerjanya yang
lain yang sudah bersalaman dengan Diana.
“Mba Di, ada apa ini?”, tanyanya saat Diana sedang
berpamitan dengan Reni. Diana hanya tersenyum.
“Mba stress banget punya karyawan suka telat macam kamu, Sa.
Makanya mba berinisiatif pindah aja ke Jakarta, daripada desperate disini
gara-gara mikirin kamu”, Annisa tersipu.
“Hehe, aku mana percaya sama alasan kurang bersumber macam
itu mba!”, Diana tertawa.
“Gini Sa, mba rindu Indonesia. Sudah dari dulu juga siyh,
dan baru kali ini bisa terealisasi. Karena udah ada yang mau dan bisa gantikan
posisi mba disini”.
“Oia? Pasti gak seprofesional mba kan?”
“Hmm..kebetulan sepupu mba sendiri. Baru lulus magister
desain grafis di Belanda. Hmm…hati-hati yang ini Sa, orangnya ganteng banget,
tapiii…”
“Tapi apa mba?”, Lulu yang mendengar kata-kata ganteng
tiba-tiba ikut nimbrung. Annisa geleng-geleng kepala.
“Tapi lebih galak dari mba, hehehe”. Annisa hanya
mengangguk. Tersenyum nakal pada Lulu, lulu hanya sewot.
“Siapa namanya mba?”, Tanya Lulu masih sangat antusias.
“Heh non, Gio mau lu kemanain?”, Tanya Annisa, Lulu hanya
melihat sekilas menjulurkan lidahnya.
“Adam Yusuf, Gio yang bule aja mah gak ada apa-apanya Lu, si
Adam mah dari dulu udah ganteng!”, Lulu makin bersemangat, matanya
berbinar-binar.
“Tapi kenapa harus buru-buru gini mba?”
“Hmm… siapa yang buru-buru, weekend mba udah persiapkan
semua, udah packing barang kantor. Barang dirumah beberapa udah shipping tiga
hari lalu. Mba sengaja gak bilang dulu, karena Adam kepastian berangkatnya gak
jelas, eh…hari jum’at dia udah nongol aja depan rumah. Aku mah senang banget,
udah pengen balik ke Indonesia”.
“Jadi si Bos ganteng datang hari ini?”, Tanya Lulu
penasaran.
“Sudah dari tadi di ruangnya, biasa ngatur sana-sini! Udah
ah, mba harus pulang dulu niyh, kalian masuk gih, Bos baru ini lebih tegas
masalah waktu! Nanti kalau sempat, I’ll stop by you before I leave!”
Annisa dan Lulu masuk. Mereka baru sadar, teman-teman yang lain
telah masuk dari tadi. Lulu mulai celingak celinguk. Sedang yang lain sedari
tadi sudah membuat forum bisik-bisik tetangga. Annisa hanya bisa mendesah dan
tersenyum kecut. Suara pintu terbuka. Ruangan Bos. Semua mata tertuju kearah
itu.
***
Lelaki muda itu masih sibuk mengatur barang-barangnya. Selesai. Hanya ada yang terlupa, yang paling
utama. Dia melihat kearah jam. Hmm…
masih ada sedikit waktu. Dia menghempaskan tubuhnya ke sofa dan melihat
sekeliling. Melihat foto itu, dia teringat ibunya. Mom, I miss you so! Adam sudah melakukan apa yang Ummi suruh, Adam
sudah selesai kuliah dan sekarang menjadi seperti yang Adam inginkan Ummi,
kapan kita bisa bertemu lagi? Finally,
I am here. Good bye kehidupan Jakarta yang penuh sesak, dunia hiburan yang
penuh tipu daya. Aku hanya ingin hidup tenang dan professional. Dia menutup
matanya. Menghirup nafas panjang dan kembali membuka mata. Tersenyum tipis. It’s time for work!
Lelaki itu bangkit dari duduknya. Ada sesuatu yang harus dia
ambil di mobilnya. Sesuatu yang selalu mengingatkan dia pada Tuhannya. Holy
Cross. Tapi sebelumnya dia harus bertemu karyawan-karyawannya dulu. Hanya
pertemuan singkat sebelum akhirnya nanti bertemu formal di rapat perdana.
Memegang gagang pintu. Ada rasa gugup menjalar ke seluruh tubuhnya. Tuhan, aku butuh tambahan kekuatan hari ini.
Hari ini hari yang besar buatku, aku mohon bantuanMu. Seperti halnya para
Katolik, ritual menyalibkan sebagian tubuhnya tak pernah terlupa setelah
mengucap doa. Adam kembali menarik napas panjang dan membuka pintu.
***
Sesosok lelaki muda berkemeja biru muda muncul dari balik
pintu. Semua mata tertuju padanya. Lulu paling semangat. Annisa terlau sibuk
dengan barang-barang dimejanya.
“Ganteng! Banget!”, Annisa yang mendengar kata-kata itu
terkekeh. Siapa yang enggak lu bilang
ganteng Lu, dulu pas ketemu Nino pertama kali juga gitu.
“SubhanAllah!”, ucap Reni. Kata-kata ini yang kemudian
membuat Annisa sedikit penasaran dengan sosok yang sedang jadi pusat perhatian
itu. Reni jarang banget memuji seseorang. Ketika akan melihat kearah si Bos
baru, tak sengaja Annisa menyenggol tempat alat tulisnya.
“Brak!”
“Hehe, sory!”, dia mengira suara itu bisa mengalihkan
pandangan yang lain. Tapi tidak! Kenapa
siyh! Seganteng apa, kenapa pada terpana begitu. Hanya beberapa teman
lelakinya yang terkekeh.
“Hai guys!”, akhirnya lelaki itu buka suara. Kali ini Annisa
berhasil bangun dari meja kerja dan melihat kearah suara itu, karena dia
seperti mengenal suara itu. Dan seketika matanya sedikit membelalak. What? Itu kan Adam Josep! Dari dulu pengen
liat aslinya, tapi malah ketemu di York, jadi Bos pula! Allah, plotMu memang
tak pernah bisa diprediksi. Annisa tersenyum.
Setelah sapaan dan mengobrol singkat, Adam pamit sebentar.
Dia kembali dengan palang salib dengan ukuran yang bisa memancing mata.
“Kirain Muslim, yaah..patah hatiku!”, ucap Lulu. Reni dan
Annisa geleng-geleng kepala.
“Memang sejak kapan lu punya pacar Muslim, Lu?”, Tanya Putra
yang memang berdekatan meja dengannya. Lulu hanya terkekeh. Sejak di Inggris,
entah berapa lelaki inggris sudah menjadi kekasihnya.
“Tapi serius, nama si Bos kan Adam Yusuf, gue gak salah
denger kan? Seharusnya itu nama orang Islam kan, mba Ren?”, Tanya Lulu
penasaran.
“Iyya, kan dalam perjalan hidup gak da yang memungkiri
perubahan itu terjadi Lu, mungkin ada sesuatu yang membuat nama Pak Adam
seperti nama Islam tapi keyakinan beliau malah berbeda, pindah agama
misalnya…”, jelas Reni panjang lebar. Annisa mengangguk setuju. Dia memang dari dulu Katolik, tapi aku juga
dari dulu penasaran dengan namanya, walaupun di Indonesia dia memakai nama Adam
Josep.
“Hmm…tapi ya sudahlah, aku kan pacaran sama orangnya bukan
sama agamanya. Pak Adam, tunggu aku mendekat!”, ucap Lulu sedikit berlebihan.
Yang lain langsung menyibukkan diri dengan kerja masing-masing.
***
Dia selesai dengan salibnya. Memasangnya disalah satu
dinding ruangnya. Adam mundur beberapa langkah, melihat kearah symbol itu.
Kemudian secara tiba-tiba pikirannya langsung teralih pada hal yang lain. Wanita berjilbab itu. Cantik. Berdiri dengan
tatapan sempurna. Adam kemudian tersenyum. Malu sendiri. Kemudian dia
kebingungan sendiri. Ini kedua kali dalam hidupnya, dia terpesona. Dia tidak
pernah menyangkal istilah cinta pada pandangan pertama, tapi dia tidak pernah
mengaharapkan itu terjadi padanya dihari pertama kerjanya di York. Tuhan, hatiku tadi berdesir pertama kali
setelah beberapa tahun lalu. Apa ini sama dengan rasa itu? Tidak. Dia butuh
waktu menyadari perasaannya dulu pada Cinta, kawan sekelasnya. Ini baru detik
pertama dia bertemu wanita itu.
“Siapa wanita itu?”, ucapnya lirih. yang jelas, dia karyawanku. Adam tersenyum. Dia harus cari tahu,
sekaligus arti perasaannya. Hmm…tapi
kalau tak salah tadi ada yang memanggilnya Lulu.
Tidak
Adam. Kamu kesini untuk kerja. Urusan perasaan biar menjadi urusan kesekian.
Oke. Be professional! It’s time for the first meeting dan sekaligus mencari
tahu sedikit tentang wanita berjilbab itu. Nah lho! Adam hanya bisa
tersenyum. Dia tidak bisa membohongi hatinya kalau dia masih penasaran.
Sedingin-dinginnya lelaki, kalau masalah rasa, dia pasti akan keliatan bodoh
juga. Korban korea!
Rapat perdana berjalan lancar. Adam merasa puas. Karyawannya
terlihat mudah bekerja sama dan… Aha!
Ternyata namanya Annisa!
***
“Sepertinya Bos yang baru akan lebih professional. Dari gaya
bicaranya, keliatan banget punya wawasan luas tentang media, dan kurasa visinya
bagus banget buat You & Me. Dan yang penting dia juga punya bakat
fotografi, jadi bisa share ilmu lah..”, ucap Nino semangat selepas rapat.
“Tapi sepertinya juga, kita harus kerja lebih keras. Gak
bisa sesantai sama mba Diana! Pak Adam sepertinya sedikit lebih tegas,” ucap
Putra.
“Ya iya lah, dia masih muda dan lelaki pula. Berbeda
pastinya”. Ucap Reni.
“Yang jelas, dia ganteng. Setidaknya bisa menjernihkan mata
dipagi hari dan menghilangkan suntuk disiang hari, haha”, ucap Lulu. Dan
kembali semuanya pura-pura sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Annisa
menjulurkan lidahnya dan terkekeh. Lulu sewot.
Beberapa menit kemudian, saat Annisa sibuk dengan layar
laptopnya. Reni datang dan berbisik,
“Gimana Pak Adam Sa? Kok mba gak liat respon apa-apa dari
kamu?”, Annisa menoleh dengan wajah bingung. Tapi dia menganggap pertanyaan itu
wajar.
“Hmm… Pak Adam pinter. Sepertinya punya wawasan luas tentang
dunia media dan bisnis dalam bidang ini. Setuju sama Nino, berita bagus kalau
beliau juga bisa motret-motret, hehehe… kan tambah satu fotografer kita mba!”,
ucap Annisa sambil tersenyum puas.
“Dia ganteng gak?”, Desy yang mengharapkan jawaban Annisa,
langsung mengajukan pertanyaan kunci. Annisa bengong.
“E..iya siyh, ganteng kok!”, jawab Annisa sekenanya.
“Kamu suka?”, Nah lho! Kali ini baru Annisa sadar kemana
tujuan pertanyan itu. Dia tersenyum dan mengedikkan bahunya.
“Maksudnya Sa? Kamu suka gak? Kata Mba Di, dia masih sendiri
lho!”. Masa siyh?
“Hmm… Mba kan selalu nasehatin Nisa supaya mencari yang
seiman, Mba gak lupa kalo Pak Adam Katolik kan?”, ucap Nisa sambil memandang
Reni penuh arti.
“Oh, iya yaa..hehe, lupa! Abis namanya gitu siyh! Sorry Sa,
kita cari yang lain dah, biar kamu cepet jatuh cinta lagi, hehe”
“Lagian mba, kalau pun Nisa suka kan Pak Adam belum tentu
suka. Pasti seleranya sekelas dia lah”, ucap Annisa lagi. Reni tersenyum dan
menepuk pipi Nisa sambil berucap…
“Gak yakin deh! Perasaanku bilang dia pasti akan suka sama
Annisa. Hmm… berhubung perbedaan yang mendasar itu, kita lupakan saja Mr. Adam
itu. yang jelas, kamu gak boleh terus-terusan nutup hati kamu”. Reni pun
kembali ke meja kerjanya.
Annisa tersenyum tipis. Apa
segitu memprihatinkannya keadaanku ya Mba? Sampai-sampai Mba begitu ingin aku
segera jatuh cinta lagi. Ya Rabb, seandainya aku seperti Lulu yang mudah sekali
jatuh hati… pertama kali jatuh cinta, langsung harus patah hati.
***
“Annisa, it’s been so long after our last meeting!”,
Carolyn, gadis kecil cantik berambut ikat itu berhambur ke dalam pelukan
Annisa.
“It is just last week, dear!”, ucap Annisa sambil mengelus
pipi Carolyn.
Annisa, dan ketiga gadis kecilnya Kataryne, Anne, Carolyn
berjalan menuju taman Queen Street. Petang musim semi itu, sudah ramai orang di
taman yang dipisahkan oleh sungai cantik. Bunga-bunga cantik bermekaran. Annisa
memang dekat dengan anak-anak. Ketiga gadis ini adalah anak dari tetangganya.
Di pertemuan mereka, selain Annisa bisa memperlancar bahasa inggrisnya, dia
juga bisa lebih mendalami karakter anak-anak menjelang remaja. Banyak kegiatan
yang sering mereka lakukan, belajar fotografi, belajar lagu-lagu Indonesia,
makan ice cream juga terkadang mengunjungi panti asuhan dan panti jompo.
Selain dengan anak-anak ini, Annisa juga terkadang bertemu
dengan anak-anak Indonesia remaja maupun dewasa. Sekedar bincang-bincang, tapi
banyak hal yang bisa dia pelajari dari pengalaman masing-masing selama beberapa
hari tak bertemu. Tak jarang dia memuat dalam articlenya.
***
Diawal hari-harinya di York, Adam memilih mengendarai
mobilnya. Masih ada beberapa barang yang harus dia bawa ke kantor. Menyusuri
Queen street, Adam begitu menikmati udara pagi itu. Orang-orang sudah mulai
ramai dijalan. Ketika dia berbelok kearah Station road dan menyusuri jalan
kecil Station Park, Adam melihat pemandangan yang jarang dilihatnya. Seorang
gadis kecil Inggris sedang menciumi pipi seorang wanita sambil berjinjit. Annisa. Itu siapanya? Anaknya kah?
Saking penasarannya, Adam berhenti dan mengklakson. Annisa menoleh dan melihat
lambaian seseorang. Pak Bos. Ada apa yaa?
Setelah pamit dengan Kataryne, Annisa bergegas menuju mobil
si Bos.
“Iyya pak!”
“Kamu Annisa kan? Karyawan saya?”, Adam pura-pura ingat atau
pura-pura lupa yaa?
“Saya Pak!”
“Tinggal di daerah sini?”, Annisa mengangguk.
“Itu anak kamu?”, Annisa mengikuti telunjuk Adam. Dia
tersenyum.
“Hmm..iyya pak! Anak saya!”, Adam sedikit tercengang.
“Tepatnya anak dari tetangga saya!”, Annisa tersenyum dan
Adam tertawa.
“Gak ke kantor?”, Tanya Adam. Ini saya mau ke kantor lah Pak, kalau anda tidak keberatan saya mau
berangkat sekarang, takut telat. Batin Nisa.
“Saya mau berangkat ini Pak.”
“Mari sekalian!”
“Tidak perlu Pak. Duluan saja, saya mau beli sarapan
sebentar”. Akhirnya bisa sedekat ini melihat wajah idola masa kecilnya. Adam Josep, kamu berubah banyak!
“Oke! See you around yaa?”, Adam melajukan mobilnya. Nolak diajak bareng. Gak salah.
Adam melihat spionnya. Wanita itu sedang sibuk mengecek
roller bladenya dan sedetik kemudian sudah melaju dengan sepatu rodanya itu. Cantik dan lucu. Dan disadari atau tidak
oleh lelaki itu, dia memang telah jatuh hati. Mr. Adam yang terhormat jatuh
cinta lagi pada seorang wanita berjilbab! Waah..gimana ceritanya ini? Seorang
pemuda Nasrani yang sangat memuja Tuhannya sekarang sedang terpikat seorang
wanita Muslim berkerudung.
Tunggu kelanjutannya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar