Sejak dalam perjalanan menuju ke Swiss, Adam sibuk memikirkan cara yang
paling romantis mengungkapkan perasaannya. Dia memulai dengan mencari-cari di
internet. Coklat, mawar merah, cincin berlian, sebuah lagu romantis, puisi
cinta atau surat cinta or candle light dinner? Ah! Itu bukan gayaku. Sampai di negara tujuan pun, tak satu ide
terbayang. Hingga dia melihat seorang lelaki di depan St. Moritz lake sedang
bersama pasangannya. Dan si lelaki sibuk memotret-motret si pujaan hatinya. Yap! Kenapa tidak itu saja? Toh, aku punya
semua yang dibutuhkan. Dia bergegas menuju kamarnya. Sedikit bekerja selama
belasan jam dan… Done! Annisa, apa ini
cukup romantis untuk memenangkan hatimu? Hmm..tidak-tidak, bukan itu tujuanku.
Tapi semuanya belum selesai. Tinggal menunggu jam Nino dan Annisa akan
datang. Semua persiapannya siap, kecuali persiapan dirinya sendiri, kata-kata
apa untuk pertama diucapkan saat bertemu kembali sang pujaan hatinya itu.
Bahkan untuk presentasi besar Adam tidak perlu latihan, tapi ini harus
mengulang-ngulang tiap kata, mengatur senyuman dan mimik wajah. Dan kini duduk
lah dia di lobi hotelnya menunggu sang pujaan hati tiba…
***
Adam duduk di sebuah lobi penginapan di St. Moritz dengan menumpangkan tangannya
kepahanya. Mulai meremas kedua tangannya. Gugup. Perasaannya kacau antara
senang dan gugup bertemu wanita yang sudah dua bulan tak ditemuinya itu. Ketika
sebuah taksi berhenti didepan penginapan itu, seorang lelaki yang sangat
dikenalinya turun diikuti langkah yang sudah sangat dihafalnya. Wanita yang
ditunggu-tunggu itu. Penampilannya biasa saja, dengan celana pipa dan baju
bercorak abstrak warna ungu tua sepinggul dan jilbab ungu pupus. Tapi tidak
bagi lelaki itu. Dia cantik.
Dia datang.
Tuhan, terima kasih untuk momen ini. Momen dimana aku bisa memandangnya, walau
hanya dari kejauhan. Annisaku, kini dia mendekat dan… akhirnya mata indah itu
beradu dengan mataku. Terima kasih Tuhan! Ternyata Engkau jaga dia dengan baik.
Lama mata mereka beradu, sampai Adam dengan sikap gugup yang tak bisa
disembunyikan pada diri sendiri, tapi cukup mengelabui mata yang lain menyapa
singkat… hilang semua kata-kata sambutan yang telah lelah dipersiapkannya hanya
dengan sebuah kata…
“Hai…”
***
"Ngapain kamu kesini?", ucap
Adam tiba-tiba saat mereka sedang menunggu Nino membeli sarapan setelah lelah
menjalani perjalanan jauh. Tidak! Bukan
kata-kata ini yang harusnya kuucapkan. Adam bodoh. Untuk apa juga kamu latihan
berkali-kali kalau kalimat ketus itu yang malah keluar dan sudah pasti akan
merusak suasana.
Annisa yang sedang asik dengan kamera
DSLRnya shock dengan pertanyaan ketus itu.
Hah?? What ?
Dia mengalihkan matanya dari kamera dan
melihat sekilas ke arah suara itu. Yaah, nanya
siyh nanya, tapi liat sini donks! Tanpa
dia sadari, keberaniannya menatap tajam lelaki itu malah membuatnya terbuai. Ya Rabb, apa cuma lelaki ini yang terlihat tampan
dimataku?? Dan
tanpa disadari, lelaki itu pun menyadari ada yang memperhatikannya.
"Kenapa liat-liat?? Naksir yaa??
Saya nunggu jawaban kamu, Annisa!", dan sekarang seperti telepati, Adam merespon tantangannya, mata itu
menatap tajam tepat ke arah matanya menusuk ke ulu hatinya dan membuat hatinya
berdegup kencang. Tak pelak, tatapan tajam Annisa tinggal sejarah..dia langsung
membuang mukanya.
Adam tersenyum penuh kemenangan. Jangan menantangku, Nisa! Aku tahu.
"I am still waiting, kamu butuh waktu
lama ternyata untuk menjawab pertanyaan mudah itu saja? 4 menit 20
detik..21..22..", kini giliran nisa tambah jengkel.
"Anda sendiri ngapain kemari ?", setelah bertanya
Nisa malah sibuk dengan kameranya lagi.
"Ternyata udah jadi tren pertanyaan
di jawab dengan pertanyaan yaa?? Oke.. saya khusus kemari biar bisa ketemu
kamu, Annisa! Bukan rindu, tapi hanya ingin bertemu," ucapnya santai
sambil bangun dan beranjak pergi. Yang di tinggal malah terpana, bengong.
Adam tersenyum menang.
Nino keluar dari toko bakery dan bingung
melihat rekan cantiknya mematung, sementara sang bos melangkah santai. Ada apa siyh? Baru ditinggal semenit, malah aneh
gini.
"Nisa!! Oi, Nisa!", teriaknya
tepat di depan muka nisa.
Dan wanita itu terperanjat.
"Eh, apaan siyh?? ngomong jangan
dekat-dekat, muncrat tahu!! lagian aku kan gak tuli, huh!!"
"Hmmm...telingamu emang gak tuli,
tapi jiwamu melayang entah kemana...emang si Bos ngapain kamu siyh??,"
tanya Nino mulai serius. Nisa mulai kelabakan.
"Hmm..engga, tadi pak Adam cuma
pengen jalan duluan, aku kan tadi lagi sibuk moto etalase bakery itu..iyya,
gitu, No!," ucapnya kaku.
Nino keliatannya tak mudah percaya
dengan penjelasan kurang mengena itu. Tapi Nisa terlanjur meninggalkannya.
Bukan rindu, cuma pengen ketemu.
Maksudnya??? Ada yang aneh. Sepertinya makna...huh, udah-udah Sa, jangan mikir macam-macam.
***
Dia bosan dikamar saja. Untuk apa ke kota cantik ini kalau sepanjang
hari hanya dihabiskan di kamar. Dia melirik jam. 4.30. Hmm…bertemu Pak Faisal
saat Dinner. Sekarang baru siap Ashar. Jalan-jalan ah! Ajak Nino juga.
“Males…pengen tidur Non! Capek banget niyh… satu jam lagi aja yaa?”,
ucap Nino ditelpon.
“Dasar pemalas, untuk apa juga ke Swiss. Besok juga udah kerja. Ya
sudah, aku jalan sendiri…”
“Hei, jangan macam-macam Non. Negara orang niyh! Bahaya jalan sendiri!”
“Udah ah! Disini aman kok! Ya sudah, met istirahat Nino malaasss…
daaah..”, ucap Nisa sambil menutup telponnya.
Dia meraih tas kameranya dan mengambil kameranya.
Suasana musim panas di kota cantik ini nyaman. Cuacanya sedikit sejuk di
sore hari. Air danaunya jernih. Warna nya cantik. Annisa memulai kegiatan
potretnya dari penginapannya sendiri. Kemudian menuju beberapa perumahan
terdekat dan akhirnya danau yang terkenal cantik itu. Walaupun musim gugur
segera akan datang, beberapa bunga masih setia mekar dipinggir danau itu.
Setangkai bunga seperti menarik perhatiannya. Kelopaknya seperti noda abstrak.
Unik. Dan yang lebih menarik, seekor kumbang sedang berputar-putar seolah-olah
merayu sang bunga untuk dihinggapi. Kumbang
genit. Batin Nisa.
***
Beberapa kali dia mengetuk pintu kamar itu, tapi tidak ada respon. Dia
mulai cemas. Apa pujaan hatinya baik-baik saja. Ketika hatinya makin resah,
seperti telepati ketika seolah-olah the wind pokes him softly and whispers, “Hi
man! Are you looking for the girl? Look, she is downstairs! Seketika dia
menoleh, dan melihat beberapa orang sedang berjalan menuruni tangga kayu dari
penginapan itu. Namun, betapa mudah mengenali wanita itu. Berkerudung pink dan
dengan kamera melingkar dilehernya. Adam bergegas turun, seperti takut
kehilangan sang pujaan hati. Dia telah sangat siap mengungkapkan perasaannya.
Sesampainya dibawah, seperti kekhawatirannya tadi, dia kehilangan jejak.
Menoleh kesana kemari. Sampai beberapa menit berlalu dia pun menuju danau dan
berharap bertemu wanita itu disana. Namun, semuanya seperti sia-sia. Danau
memang terlihat ramai. Beberapa orang bersepeda berkeliling, yang lain
menikmati suasana sejuk di pinggiran danau, beberapa anak kecil malah bermain
di sekitarnya. Dia mengalihkan kecemasannya dengan memotret beberapa objek.
Sesuatu menarik perhatiannya. Disamping sebuah batu besar yang berbaring di air
danau, beberapa tangkai bunga sedang mekar, salah satunya punya corak yang
unik. Tapi yang membuatnya tertarik adalah si kumbang yang sedang
menghinggapinya. Terjadilah percakapan batin itu…
Hei kumbang
jantan, kamu lihat wanita yang kutaksir gak?
Hmm, wanita?
Cantik tidak wanitamu itu? Siapa cantik dengan bungaku ini? Atau dia mungkin
lebih cantik dari Cleopatra? Kalau tidak, aku malas mengingat-ngingat.
Memangnya kamu
pernah liat Cleopatra? Haha… dia memang tak secantik si Ratu Mesir itu, tapi
dia lebih cantik lagi. Bisa kamu bayangkan kan? Bungamu memang unik dan
menarik, tapi kalau kau kenal wanitaku, jangan salahkan aku kalau kau juga
pasti akan tertarik…
Penasaran seperti
apa wanitamu itu…
Matanya yang
paling kusuka dan selalu berhasil meruntuhkan keangkuhanku. Tak perlu
kulukiskan banyak hal tentangnya, yang penting kamu lihat tidak wanita cantik
bermata indah berkerudung pink muda dengan kamera melingkar dilehernya?
Oh… ternyata dia
wanitamu… aku sudah duluan bertemu dan sejujurnya aku juga suka matanya…
lihatlah sekitar, dia masih dekat-dekat sini.
Adam pun seperti disihir dan melihat sekitar. Dan… Aha! Itu dia, wanita berkerudung pink itu.
Hei, kumbang!
Bukannya kau telah berhasil merayu bungamu, tolong beri tahu aku, bagaimana
caranya aku mengungkapkan cintaku padanya?
Hahaha… kamu
lelaki tampan yang bodoh! Segalanya akan romantis dan indah kalau kau lakukan
dengan hatimu dan apa adanya. Tak perlu kau tiru hal-hal aneh. Just do it by
the way you are!
Begitukah? Aku
takut dia menolakku!
Kamu memang
bodoh! Sudah ah! Pergi sana, kau mengganggu saja. Aku jadi tak yakin kamu
diterima.
Dasar kumbang
menyebalkan!
Adam mendengus kesal. Beberapa orang yang lewat melihat kearahnya dengan
heran.
***
“Ikut aku yuk! Aku punya tempat bagus yang harus kamu lihat!”, ungkap
Adam saat akhirnya bertemu Annisa.
“Kemana?”
“Ikut aja! Aku gak akan culik kamu kok, hehe!”
Adam menyewa dua sepeda dan mereka pun bergegas mengikuti aliran danau.
Danau itu begitu panjang. Terbentang agak luas. Sepanjang jalan, Annisa bisa
melihat daun-daun sebagian mulai menguning tanda musim gugur akan datang.
Ketika dia tak menyadari, mereka telah sampai disebuah rumah kecil, namun
cantik. Pagarnya dari tanaman seperti daun teh dan pintunya terbuah dari kayu.
Kecil namun unik. Tanaman lainnya yang merambat dijadikan pergola di salah satu
bagian yang menyambungkan taman dan pintu masuk samping. Beberapa bunga masih
terlihat bermekaran. Mereka meletakkan sepedanya disalah satu sudut. Seorang
lelaki berusia hampir 65 tahun beserta istrinya menyambut Adam. Mereka sangat
ramah. Adam pernah tinggal disini beberapa waktu lalu ketika dia melakukan
perjalanan fotografinya.
Pasangan itu menyediakan mereka teh dan mereka menikmatinya di gazebo
samping taman. Setelah, Annisa menikmati kebun belakang yang indah. Kebun Apel
yang sedang berbuah, menunggu musim panen musim gugur ini. Yang terlihat sedang
asik—asiknya berbuah adalah sebelah kebun apel, strawberry. Warnanya cantik
menarik mata. Buahnya besar-besar. Didepan kebun itu, kebun anggur juga sedang
berbunga. Annisa merasa seperti di surga buah. Danau mengalir disamping kebun anggur… mereka
berdua akhirnya duduk disana menikmati sejuknya udara menjelang senja itu,
sedang suami istri yang baik itu sedang sibuk di peternakan.
“Nino gimana Pak?”
“Aku sudah tinggalkan pesan tadi untuk menghubungi kita saat Pak Faisal
datang”
Diam sejenak. Adam mulai resah, sedang waktu terus berjalan. Dia harus
bisa mengungkapkan perasaannya sebelum Nino menelpon. Tapi dia bingung harus
memulai dari mana. Selalu apapun yang telah direncanakan, akan berakhir dengan
sesuatu yang berbeda…
“Annisa…”
“Iya, saya Pak!”
“Kamu pernah jatuh cinta gak?” Annisa mengangguk kemudian menunduk.
Akankan luka lamanya akan kembali dia ingat. Kisah cintaku tragis! Aku bahkan malas mengingatnya.
“Aku juga pernah. Dua kali. Dan dua-duanya tragis!”, ucap Adam sambil
tertawa pahit dan sukses membuyarkan lamunan Annisa. Ironis, Pak! Anda yang begini bisa gagal dalam percintaan! Siapa wanita
yang bisa setega itu?
“Dulu semasa SMA saat aku bersekolah di sekolah internasional, aku
pernah suka sekali pada salah satu teman satu sekolah. Cinta pertama, hehe.
Namanya Cindy. Keturunan China dan Italy. Kami berbeda kelas. Dia ahli basket,
tapi dia cantik dan pintar. Lama aku memendam perasaan itu, sampai
nilai-nilaiku turun hanya karena perasaan terpendam. Akhirnya, aku berinisiatif
mengungkapkan perasaanku. Dan dia menolakku karena rupanya dia telah
bertunangan dengan kakak kelas kami. Perasaanku sakit siyh apalagi melihat
mereka berdua beberapa kali, tapi nilai-nilaiku kembali normal. Lama aku tak
bisa melupakannya, yaah…namanya juga cinta pertama yaa, hehe…”, ucapnya sambil
menerawang kearah danau yang sedari tadi masih saja asik mengalir dan akan
terus.
Annisa tersenyum.
“Saya kira malah Bapak yang menolak gadis-gadis. Ternyata ditolak ya
pak…hehe”, Adam tertawa.
“Kalau itu siyh sudah biasa. Ah…males banget ngomonginnya, ada-ada
tingkah perempuan. Enggak kawan artis, fans sampai senior artis juga.
Haduuh…susah jadi orang ganteng rupanya, haha…”, Annisa tertawa. Ternyata anda juga bisa sangat narsis Mr.
Adam yang terhormat.
“Akhirnya aku bisa merasakan gimana rasanya sakit ditolak…”, sekarang
wajah itu jadi sedikit serius. Annisa hanya tersenyum tipis. Allah memang adil, Pak! Gak selamanya
makhluk yang dicipta indah selalu merasa sempurna.
“Kalau kamu sendiri, gimana? Punya cerita tragis juga sama seperti
aku?”, pertanyaan itu mungkin sangat sederhana, tapi bagi Annisa pertanyaan itu
adalah kunci luka lamanya yang selama ini dia kubur dalam-dalam. Annisa
menunduk dan mendesah. Akhirnya kunci itu ada yang menemukan dan mengurai luka
lamanya lagi untuk dikenang.
Makasih udah sabar yaaa…
Maaf kalau Adam dan Annisanya baru kembali lagi ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar