Minggu, 18 September 2011

Better In Time 3 - Detik-detik menegangkan itu…




Sejak dalam perjalanan menuju ke Swiss, Adam sibuk memikirkan cara yang paling romantis mengungkapkan perasaannya. Dia memulai dengan mencari-cari di internet. Coklat, mawar merah, cincin berlian, sebuah lagu romantis, puisi cinta atau surat cinta or candle light dinner? Ah! Itu bukan gayaku. Sampai di negara tujuan pun, tak satu ide terbayang. Hingga dia melihat seorang lelaki di depan St. Moritz lake sedang bersama pasangannya. Dan si lelaki sibuk memotret-motret si pujaan hatinya. Yap! Kenapa tidak itu saja? Toh, aku punya semua yang dibutuhkan. Dia bergegas menuju kamarnya. Sedikit bekerja selama belasan jam dan… Done! Annisa, apa ini cukup romantis untuk memenangkan hatimu? Hmm..tidak-tidak, bukan itu tujuanku.

Tapi semuanya belum selesai. Tinggal menunggu jam Nino dan Annisa akan datang. Semua persiapannya siap, kecuali persiapan dirinya sendiri, kata-kata apa untuk pertama diucapkan saat bertemu kembali sang pujaan hatinya itu. Bahkan untuk presentasi besar Adam tidak perlu latihan, tapi ini harus mengulang-ngulang tiap kata, mengatur senyuman dan mimik wajah. Dan kini duduk lah dia di lobi hotelnya menunggu sang pujaan hati tiba…

***

Adam duduk di sebuah lobi penginapan di St. Moritz dengan menumpangkan tangannya kepahanya. Mulai meremas kedua tangannya. Gugup. Perasaannya kacau antara senang dan gugup bertemu wanita yang sudah dua bulan tak ditemuinya itu. Ketika sebuah taksi berhenti didepan penginapan itu, seorang lelaki yang sangat dikenalinya turun diikuti langkah yang sudah sangat dihafalnya. Wanita yang ditunggu-tunggu itu. Penampilannya biasa saja, dengan celana pipa dan baju bercorak abstrak warna ungu tua sepinggul dan jilbab ungu pupus. Tapi tidak bagi lelaki itu. Dia cantik.

Dia datang. Tuhan, terima kasih untuk momen ini. Momen dimana aku bisa memandangnya, walau hanya dari kejauhan. Annisaku, kini dia mendekat dan… akhirnya mata indah itu beradu dengan mataku. Terima kasih Tuhan! Ternyata Engkau jaga dia dengan baik.

Lama mata mereka beradu, sampai Adam dengan sikap gugup yang tak bisa disembunyikan pada diri sendiri, tapi cukup mengelabui mata yang lain menyapa singkat… hilang semua kata-kata sambutan yang telah lelah dipersiapkannya hanya dengan sebuah kata…

“Hai…”

***

"Ngapain kamu kesini?", ucap Adam tiba-tiba saat mereka sedang menunggu Nino membeli sarapan setelah lelah menjalani perjalanan jauh. Tidak! Bukan kata-kata ini yang harusnya kuucapkan. Adam bodoh. Untuk apa juga kamu latihan berkali-kali kalau kalimat ketus itu yang malah keluar dan sudah pasti akan merusak suasana.

Annisa yang sedang asik dengan kamera DSLRnya shock dengan pertanyaan ketus itu.

Hah?? What ?

Dia mengalihkan matanya dari kamera dan melihat sekilas ke arah suara itu. Yaah, nanya siyh nanya, tapi liat sini donks! Tanpa dia sadari, keberaniannya menatap tajam lelaki itu malah membuatnya terbuai. Ya Rabb, apa cuma lelaki ini yang terlihat tampan dimataku?? Dan tanpa disadari, lelaki itu pun menyadari ada yang memperhatikannya.

"Kenapa liat-liat?? Naksir yaa?? Saya nunggu jawaban kamu, Annisa!", dan sekarang seperti telepati, Adam merespon tantangannya, mata itu menatap tajam tepat ke arah matanya menusuk ke ulu hatinya dan membuat hatinya berdegup kencang. Tak pelak, tatapan tajam Annisa tinggal sejarah..dia langsung membuang mukanya.

Adam tersenyum penuh kemenangan. Jangan menantangku, Nisa! Aku tahu.
"I am still waiting, kamu butuh waktu lama ternyata untuk menjawab pertanyaan mudah itu saja? 4 menit 20 detik..21..22..", kini giliran nisa tambah jengkel.

"Anda sendiri ngapain kemari ?", setelah bertanya Nisa malah sibuk dengan kameranya lagi.
"Ternyata udah jadi tren pertanyaan di jawab dengan pertanyaan yaa?? Oke.. saya khusus kemari biar bisa ketemu kamu, Annisa! Bukan rindu, tapi hanya ingin bertemu," ucapnya santai sambil bangun dan beranjak pergi. Yang di tinggal malah terpana, bengong.

Adam tersenyum menang.

Nino keluar dari toko bakery dan bingung melihat rekan cantiknya mematung, sementara sang bos melangkah santai. Ada apa siyh? Baru ditinggal semenit, malah aneh gini.
"Nisa!! Oi, Nisa!", teriaknya tepat di depan muka nisa.
Dan wanita itu terperanjat.
"Eh, apaan siyh?? ngomong jangan dekat-dekat, muncrat tahu!! lagian aku kan gak tuli, huh!!"
"Hmmm...telingamu emang gak tuli, tapi jiwamu melayang entah kemana...emang si Bos ngapain kamu siyh??," tanya Nino mulai serius. Nisa mulai kelabakan.
"Hmm..engga, tadi pak Adam cuma pengen jalan duluan, aku kan tadi lagi sibuk moto etalase bakery itu..iyya, gitu, No!," ucapnya kaku.
Nino keliatannya tak mudah percaya dengan penjelasan kurang mengena itu. Tapi Nisa terlanjur meninggalkannya.

Bukan rindu, cuma pengen ketemu. Maksudnya??? Ada yang aneh. Sepertinya makna...huh, udah-udah Sa, jangan mikir macam-macam.

***

Dia bosan dikamar saja. Untuk apa ke kota cantik ini kalau sepanjang hari hanya dihabiskan di kamar. Dia melirik jam. 4.30. Hmm…bertemu Pak Faisal saat Dinner. Sekarang baru siap Ashar. Jalan-jalan ah! Ajak Nino juga.

“Males…pengen tidur Non! Capek banget niyh… satu jam lagi aja yaa?”, ucap Nino ditelpon.

“Dasar pemalas, untuk apa juga ke Swiss. Besok juga udah kerja. Ya sudah, aku jalan sendiri…”

“Hei, jangan macam-macam Non. Negara orang niyh! Bahaya jalan sendiri!”

“Udah ah! Disini aman kok! Ya sudah, met istirahat Nino malaasss… daaah..”, ucap Nisa sambil menutup telponnya.

Dia meraih tas kameranya dan mengambil kameranya.

Suasana musim panas di kota cantik ini nyaman. Cuacanya sedikit sejuk di sore hari. Air danaunya jernih. Warna nya cantik. Annisa memulai kegiatan potretnya dari penginapannya sendiri. Kemudian menuju beberapa perumahan terdekat dan akhirnya danau yang terkenal cantik itu. Walaupun musim gugur segera akan datang, beberapa bunga masih setia mekar dipinggir danau itu. Setangkai bunga seperti menarik perhatiannya. Kelopaknya seperti noda abstrak. Unik. Dan yang lebih menarik, seekor kumbang sedang berputar-putar seolah-olah merayu sang bunga untuk dihinggapi. Kumbang genit. Batin Nisa.

***

Beberapa kali dia mengetuk pintu kamar itu, tapi tidak ada respon. Dia mulai cemas. Apa pujaan hatinya baik-baik saja. Ketika hatinya makin resah, seperti telepati ketika seolah-olah the wind pokes him softly and whispers, “Hi man! Are you looking for the girl? Look, she is downstairs! Seketika dia menoleh, dan melihat beberapa orang sedang berjalan menuruni tangga kayu dari penginapan itu. Namun, betapa mudah mengenali wanita itu. Berkerudung pink dan dengan kamera melingkar dilehernya. Adam bergegas turun, seperti takut kehilangan sang pujaan hati. Dia telah sangat siap mengungkapkan perasaannya.

Sesampainya dibawah, seperti kekhawatirannya tadi, dia kehilangan jejak. Menoleh kesana kemari. Sampai beberapa menit berlalu dia pun menuju danau dan berharap bertemu wanita itu disana. Namun, semuanya seperti sia-sia. Danau memang terlihat ramai. Beberapa orang bersepeda berkeliling, yang lain menikmati suasana sejuk di pinggiran danau, beberapa anak kecil malah bermain di sekitarnya. Dia mengalihkan kecemasannya dengan memotret beberapa objek. Sesuatu menarik perhatiannya. Disamping sebuah batu besar yang berbaring di air danau, beberapa tangkai bunga sedang mekar, salah satunya punya corak yang unik. Tapi yang membuatnya tertarik adalah si kumbang yang sedang menghinggapinya. Terjadilah percakapan batin itu…

Hei kumbang jantan, kamu lihat wanita yang kutaksir gak?

Hmm, wanita? Cantik tidak wanitamu itu? Siapa cantik dengan bungaku ini? Atau dia mungkin 
lebih cantik dari Cleopatra? Kalau tidak, aku malas mengingat-ngingat.

Memangnya kamu pernah liat Cleopatra? Haha… dia memang tak secantik si Ratu Mesir itu, tapi dia lebih cantik lagi. Bisa kamu bayangkan kan? Bungamu memang unik dan menarik, tapi kalau kau kenal wanitaku, jangan salahkan aku kalau kau juga pasti akan tertarik…

Penasaran seperti apa wanitamu itu…

Matanya yang paling kusuka dan selalu berhasil meruntuhkan keangkuhanku. Tak perlu kulukiskan banyak hal tentangnya, yang penting kamu lihat tidak wanita cantik bermata indah berkerudung pink muda dengan kamera melingkar dilehernya?

Oh… ternyata dia wanitamu… aku sudah duluan bertemu dan sejujurnya aku juga suka matanya… lihatlah sekitar, dia masih dekat-dekat sini.

Adam pun seperti disihir dan melihat sekitar. Dan… Aha! Itu dia, wanita berkerudung pink itu.

Hei, kumbang! Bukannya kau telah berhasil merayu bungamu, tolong beri tahu aku, bagaimana caranya aku mengungkapkan cintaku padanya?

Hahaha… kamu lelaki tampan yang bodoh! Segalanya akan romantis dan indah kalau kau lakukan dengan hatimu dan apa adanya. Tak perlu kau tiru hal-hal aneh. Just do it by the way you are!

Begitukah? Aku takut dia menolakku!

Kamu memang bodoh! Sudah ah! Pergi sana, kau mengganggu saja. Aku jadi tak yakin kamu diterima.

Dasar kumbang menyebalkan!

Adam mendengus kesal. Beberapa orang yang lewat melihat kearahnya dengan heran.


***

“Ikut aku yuk! Aku punya tempat bagus yang harus kamu lihat!”, ungkap Adam saat akhirnya bertemu Annisa.

“Kemana?”

“Ikut aja! Aku gak akan culik kamu kok, hehe!”

Adam menyewa dua sepeda dan mereka pun bergegas mengikuti aliran danau. Danau itu begitu panjang. Terbentang agak luas. Sepanjang jalan, Annisa bisa melihat daun-daun sebagian mulai menguning tanda musim gugur akan datang. Ketika dia tak menyadari, mereka telah sampai disebuah rumah kecil, namun cantik. Pagarnya dari tanaman seperti daun teh dan pintunya terbuah dari kayu. Kecil namun unik. Tanaman lainnya yang merambat dijadikan pergola di salah satu bagian yang menyambungkan taman dan pintu masuk samping. Beberapa bunga masih terlihat bermekaran. Mereka meletakkan sepedanya disalah satu sudut. Seorang lelaki berusia hampir 65 tahun beserta istrinya menyambut Adam. Mereka sangat ramah. Adam pernah tinggal disini beberapa waktu lalu ketika dia melakukan perjalanan fotografinya.

Pasangan itu menyediakan mereka teh dan mereka menikmatinya di gazebo samping taman. Setelah, Annisa menikmati kebun belakang yang indah. Kebun Apel yang sedang berbuah, menunggu musim panen musim gugur ini. Yang terlihat sedang asik—asiknya berbuah adalah sebelah kebun apel, strawberry. Warnanya cantik menarik mata. Buahnya besar-besar. Didepan kebun itu, kebun anggur juga sedang berbunga. Annisa merasa seperti di surga buah.  Danau mengalir disamping kebun anggur… mereka berdua akhirnya duduk disana menikmati sejuknya udara menjelang senja itu, sedang suami istri yang baik itu sedang sibuk di peternakan.

“Nino gimana Pak?”

“Aku sudah tinggalkan pesan tadi untuk menghubungi kita saat Pak Faisal datang”
Diam sejenak. Adam mulai resah, sedang waktu terus berjalan. Dia harus bisa mengungkapkan perasaannya sebelum Nino menelpon. Tapi dia bingung harus memulai dari mana. Selalu apapun yang telah direncanakan, akan berakhir dengan sesuatu yang berbeda…

“Annisa…”

“Iya, saya Pak!”

“Kamu pernah jatuh cinta gak?” Annisa mengangguk kemudian menunduk. Akankan luka lamanya akan kembali dia ingat. Kisah cintaku tragis! Aku bahkan malas mengingatnya.

“Aku juga pernah. Dua kali. Dan dua-duanya tragis!”, ucap Adam sambil tertawa pahit dan sukses membuyarkan lamunan Annisa. Ironis, Pak! Anda yang begini bisa gagal dalam percintaan! Siapa wanita yang bisa setega itu?

“Dulu semasa SMA saat aku bersekolah di sekolah internasional, aku pernah suka sekali pada salah satu teman satu sekolah. Cinta pertama, hehe. Namanya Cindy. Keturunan China dan Italy. Kami berbeda kelas. Dia ahli basket, tapi dia cantik dan pintar. Lama aku memendam perasaan itu, sampai nilai-nilaiku turun hanya karena perasaan terpendam. Akhirnya, aku berinisiatif mengungkapkan perasaanku. Dan dia menolakku karena rupanya dia telah bertunangan dengan kakak kelas kami. Perasaanku sakit siyh apalagi melihat mereka berdua beberapa kali, tapi nilai-nilaiku kembali normal. Lama aku tak bisa melupakannya, yaah…namanya juga cinta pertama yaa, hehe…”, ucapnya sambil menerawang kearah danau yang sedari tadi masih saja asik mengalir dan akan terus.

Annisa tersenyum.

“Saya kira malah Bapak yang menolak gadis-gadis. Ternyata ditolak ya pak…hehe”, Adam tertawa.

“Kalau itu siyh sudah biasa. Ah…males banget ngomonginnya, ada-ada tingkah perempuan. Enggak kawan artis, fans sampai senior artis juga. Haduuh…susah jadi orang ganteng rupanya, haha…”, Annisa tertawa. Ternyata anda juga bisa sangat narsis Mr. Adam yang terhormat.

“Akhirnya aku bisa merasakan gimana rasanya sakit ditolak…”, sekarang wajah itu jadi sedikit serius. Annisa hanya tersenyum tipis. Allah memang adil, Pak! Gak selamanya makhluk yang dicipta indah selalu merasa sempurna.

“Kalau kamu sendiri, gimana? Punya cerita tragis juga sama seperti aku?”, pertanyaan itu mungkin sangat sederhana, tapi bagi Annisa pertanyaan itu adalah kunci luka lamanya yang selama ini dia kubur dalam-dalam. Annisa menunduk dan mendesah. Akhirnya kunci itu ada yang menemukan dan mengurai luka lamanya lagi untuk dikenang.



Makasih udah sabar yaaa…
Maaf kalau Adam dan Annisanya baru kembali lagi ^_^



Tidak ada komentar:

Posting Komentar