Kamis, 22 September 2011

Better In Time 11 - Dilema Terkadang Menakutkan




Menjelang minggu terakhir bulan suci Ramadhan, para pegawai bekerja sangat keras. Apalagi bagi mereka-mereka yang akan merayakan Idul Fitri. Sesuai keputusan rapat terakhir, pegawai yang ingin mudik hanya diizinkan mudik setelah edisi bulan depan selesai. Sebagian besar materi untuk edisi ke depan adalah tentang perayaan Idul Fitri di Eropa.
Bagi Annisa ini benar-benar bukan masalah besar karena bekerja juga ibadah dan menjalankan ibadah puasa jadi kian tak terasa. Dia pun tak khawatir waktunya habis oleh hal-hal berbau dosa yang dapat membatalkan puasanya.

Dan hari itu benar datang. Menjelang 5 hari Idul Fitri, Nino, Annisa, Reni, Lulu, Desi serta keluarganya dan juga Putra mudik. Ada beberapa orang yang tidak pulang karena mereka memang tak merayakan. Ada cerita lucu ketika di bandara. Adam datang. Bukan untuk mengantar yang lain tentunya, tapi Annisa. Semuanya senyum-senyum saat Adam benar-benar datang, Annisa benar-benar sewot. Dan ketika mereka harus segera check in, satu persatu menyalami si Bos termasuk Annisa. Selalu saja, ketika dia berusaha meraih tangan si Bos...

“Ehem...yang special belakangan, pasti kan butuh waktu lama...”, ucap Lulu. Annisa mendesah. Apa-apaan siyh? Adam tersenyum.

“Pak Bos, Lulu pamit pulang. Mohon maaf lahir batin yaa??”

“Sama-sama Lu!”

“Jangan rindu-rindu sama Lulu ya Pak Bos!”, ucap Lulu sambil melirik Annisa. Dan wanita itu cuek.

Dan ketika gilirannya, Annisa malah grogi. Sebenarnya Adam juga. Jadinya dua-duanya diam.

“Ehem... malah diam! Nisa jadi pulang gak?”, teriak Nino.

Annisa pun melangkah menjulurkan tangannya.

“Adam, aku pulang. Jaga diri yaa!”, ucap Annisa dan Adam meraih tangan itu. Kekasih, rasanya tak ingin kulepas tanganmu. Apa tak bisa kalau kamu tak mudik.

“Kamu juga ya! Mudah-mudahan perjalanannya lancar, text me when you’re home, oke?”, Annisa menarik tangannya tapi Adam seperti enggan melepaskannya. Annisa jadi salah tingkah.

“Hmm... Adam...”

“Iyya...!”

“Tanganku gak dilepas lagi ni? Aku harus segera check in...”, Adam pun terkekeh.
“Maaf-maaf! Jadi gak tega melepas kamu pergi... Cepet kembali ya sayang!”, bisiknya. Annisa melotot.

“Jangan panggil aku sayang”,

“Selalu tak boleh, terus kapan bolehnya?”

Annisa hanya diam.

“Woi, udah cukup pacarannya... nanti ketinggalan pesawat Non!”, teriak Nino.
Annisa pun bergegas. Dia masuk dan terakhir kalinya melambai ke arah lelaki itu sambil tersenyum. Annisa, I’ll miss you a lot.

***

Entah kenapa dia benar-benar ingin tahu. Prilaku teman-teman Muslimnya termasuk ibunya terhadap Al-Qur’an begitu special, apalagi untuk Tuhan mereka. Penjelasan Annisa yang sederhana tentang konsep keEsaan Tuhannya membekas kuat di hatinya. Kenapa para pendeta-pendeta itu bahkan tak berusaha membuat dia mengerti.Dia juga sama tak mengerti dengan dirinya sendiri, dia mencintai Tuhannya tapi tidak menganggap mereka tiga, baginya tetap satu. Bibel itu, jarang sekali disentuhnya. Ada banyak hal tentang ketidakotentikan kitab itu membuat dia ragu. Dia berdiskusi banyak hal dengan sesama teman Katoliknya tapi tetap masih ada saja pertanyaan. Ia lalu menanyakan konsep Trinitas ke beberapa temannya dan ia mendapat jawaban bahwa konsep Trinitas ada dan ditetapkan sebagai dasar kepercayaan dalam agama Kristen setelah Yesus wafat. Sebuah jawaban yang mengejutkan Adam, karena itu artinya semua dasar dalam ajaran Kristen adalah ciptaan manusia. Yesus semasa hidupnya tidak pernah bilang dirinya adalah anak Tuhan dan tidak pernah mengatakan bahwa dirinya Tuhan.

Selama 28 tahun hidupnya, baru kali ini dia ingin tahu. Dia habiskan malam-malamnya membaca literature Islam. Ketika sesekali berkunjung kerumah ibunya, diam-diam dia mengambil salah satu Al-Qur’an terjemahan dan beberapa buku tentang keajaiban Al-Qur’an dan Indahnya Bernaung dalam Islam.

Dia terduduk di sofa santai disudut ruang kerjanya. Matanya begitu fokus dengan buku-buku itu termasuk sebuah Al-Qur’an dan Bibel. Banyak hal yang makin membuatnya bingung. Dan, yang membuat dia tambah ragu lagi adalah banyaknya versi Alkitab dalam agama Kristen. Ada versi perjanjian lama dan perjanjian baru. Tidak hanya itu, hal yang benar-benar membuatnya tak habis pikir, tidak sedikit dari isi Al-kitab yang telah diubah-ubah. Dan ini menimbulkan isi alkitab tidak lagi orisinil keotentikannya.

Ketika asyik membaca, tiba-tiba dia dikejutkan satu ayat dalam Al-Qur’an, “Innaddina indallahil Islam.” (tiada agama yang benar di sisi Allah, kecuali Islam). Seketika itu pula, keimanan trinitasnya seperti dihantam tsunami.

Dia mulai gemetar. Dia tinggalkan buku-buku beserta kitab-kitab suci itu terbuka diatas meja. Dia benar-benar ingin berhenti mencari tahu. Ada ketakutan yang luar biasa menyerangnya. Ketakutan akan kebimbangannya sendiri. Dia sambar kunci mobilnya dan pergi menenangkan pikirannya. Ke rumah ibunya. Bukan ke gereja.

Malam ini malam 27 Ramadhan. Ammara Aleesya, ibu Adam benar-benar memanfaatkan moment-moment terakhir ini meningkatkan ibadahnya. Dia menghabiskan waktunya di atas sajadah. Adam gusar. Seharusnya, disaat begini dia pergi menjauh dari segala hal yang semakin membuatnya dilema, tapi dia malah datang kesini. Seolah hatinya memang menginginkan hal ini. Di satu sisinya hatinya yang lain, dia teringat Annisa. Dia rindu wanita itu.

“Tidurlah di kamar, Nak!”, ucap Ammara ketika melihat anaknya pulas di sofa dekat dia beribadah.

“Enggak Ummi, Adam mau disini aja.”

Maka ditengah malam itu, ketika ibunya khusu’ mengaji, Adam tertidur pulas oleh alunan ayat-ayat itu.

Adam seperti tersesat, dia tak kenal tempat itu sama sekali. Yang dia tahu semuanya bernuansa putih, termasuk pakaiannya. Dan tempat itu harum semerbak. Banyak orang-orang datang, dan semuanya berpakaian putih sama sepertinya. Banyak wanita bergaun putih dan cantik. Mereka menuju jalan setapak hingga mencapai sebuah bangunan. Mesjid. Yaa..bangunan itu sebuah mesjid. Utnuk apa dia mengikuti orang-orang itu pikirnya, dia tak ada kepentingan apa pun disana. Dia pun berbalik dan melangkah pergi. Namun, kakinya seperti tertahan, hatinya meronta ingin kesana. Harum mewangi kian datang menghampiri hidungnya. Namun, dia ingat Tuhannya, dia pun memaksakan kakinya melangkah sampai dia mendengar ayat-ayat Al-Qur’an dibacakan. Aku kenal suara itu. Sangat kenal. Bacaan Al-Qur’an yang merdu dan fasih. Dia kian penasaran dan kembali berjalan mengikuti arus kerumunan orang yang tak dikenalnya itu...

“Ini ada acara apa yaa?”, tanyanya kepada seseorang disampingnya.

“Pernikahan...”

“Oooh...yang mengaji ini siapa?? Suaranya sangat bagus!”

“Sepertinya calon suami karena permintaan calon istrinya...”

Adam kini benar-benar penasaran. Dia begitu mengenal suara itu. Siapa lelaki ini? Dia pun melangkah  mendekati Mesjid. Harum itu semakin menjadi-jadi. Suasana begitu nyaman dan tenteram. Ketika dia melangkah ke dalam mesjid, suasana terasa begitu khusyu’ dan khidmat. Di depan duduk beberapa orang lelaki yang dia tahu sebagai wali, saksi, KUA karena ada papan nama didepan mereka. Tepat didepan para lelaki itu, seorang lelaki muda berjas putih gading dengan peci dikepalanya duduk sedang sangat fokus dengan Al-Qur’annya. Iya, lelaki itu calon pengantinnya dan dia sangat yakin dia mengenal lelaki itu. Di belakangnya beberapa langkah duduklah seorang wanita dengan pakaian tepatnya gaun pengantin putih gading dan kerudung senada dan beberapa mawar merah menghiasi kepalanya. Adam tak bisa melihatnya karena dia berada tepat dibelakang mereka. Para tamu duduk dibelakang, dibagi menjadi dua bagian, lelaki dikanan dan wanita dikiri. Tepat di samping kanan, para lelaki dari kalangan keluarga dan sahabat, dia melihat Putra dan ya...itu Nino. Sedang disebelah kanan, wanita dari pihak keluarga dan sahabat, disana ada Lulu, Reni, beberapa wanita yang dikiranya pasti ibu dan saudara perempuan si calon istri. Tapi dimana Annisa. Tunggu..tunggu, disana dia juga melihat ibunya. Perasaan tidak enak langsung menjalar diseluruh tubuh. Siapa wanita yang akan menikah ini. Jangan-jangan yang menikah itu... dia melangkah sedikit lebih ke kanan, dan berusaha menginti wajah calon penganti wanita. Dan memang benar, wanita yang terlihat begitu indah itu adalah kekasihnya. Annisa.

Annisa menikah. Tidak. Ini tidak benar. Ini mimpi.

Dia mulai mencubit lengannya dan keliatan sakit. Siapa lelaki itu?  Lelaki bersuara indah dan merdu itu, berani skali dia merebut kekasih hatiku. Tapi suaranya indah, bacaan Al-Qurannya bagus dan yang paling penting dia seorang muslim. Dan aku bukan.jangan-jangan Rizal Aulia itu.
Adam mulai lunglai. Tapi keingin tahuannya benar-benar membuatnya tak ingin berhenti melangkah lebih kedepan dan berusaha melihat wajah lelaki itu. Keterkejutannya menjadi sangat luar biasa ketika wajah yang dilihatnya itu mengakhiri bacaannya dan mulai mendongak. Wajah itu wajahnya. Wajah Adam Yusuf. Ada kegembiraan yang luarbiasa, kekasihnya akhirnya menikah dengannya. Dia tersenyum puas tapi tiba-tiba dirinya tersadar... Tidak. Tidak mungkin. Aku tidak mungkin bisa... aku bukan muslim. Tidak.

Dia tersadar dari mimpinya. Ibunya memandang resah. Nafasnya sedikit terengah-engah.

“Ada apa Nak? Kamu mimpi buruk?”, Adam menggeleng namun setelah itu mengangguk. 
Ibunya bingung.
“Adam...”, panggilnya lembut.

Adam hanya memandang ibunya lembut dan menggeleng. Ummi gak perlu tahu mimpi ini. Adam pun berusaha melupakan pencariaannya. Dia masih sangat pengecut untuk mengakui bahwa sekarang dia telah benar-benar ragu.

Beberapa hari pun berlalu hingga Idul Fitri datang...

***


Hari raya tiba. Semua terlihat bersuka cita. Begitu pun dengan Annisa, selesai melakukan shalat Ied, Annisa dan keluarganya berziarah ke kuburan kakek neneknya. Selepas itu pulang dan bersilaturrahmi dengan kerabat. Ketika dia mengunjungi rumah bibinya, dia tidak menyadari sesuatu sedang direncanakan untuknya. Ketika yang lain sedang sibuk ketawa ketiwi, Annisa merasa sedikit sepi. Tepatnya bukan sepi, tapi dia dia resah. Nah, kalau sudah resah, pasti dia sedang rindu. Adam, kamu lagi apa?? Selalu saja seperti telepati, sebuah sma masuk.

[Kekasih lagi kangen aku gak?]

Annisa tersipu. Tapi dia begitu gengsi mengakui perasaan itu.

[Enggak]. Send

[Hmm...smsmu berbau bohong! Tapi ya sudah, aku cuma mau bilang kalau Adam kangen Annisa J]

Tak digubrisnya lagi sms itu. Baginya sudah cukup mengetahui perasaan lelaki itu, paling tidak, dia tidak bertepuk sebelah tangan. Annisa tersenyum malu sambil mengenggam hpnya dengan kedua belah tangannya.

“Nisa...kok senyum-senyum sendiri?”, suara sepupunya Putri mengejutkan.

“Enggak ko kak, daripada nangis-nangis sendiri kan? Hehe...”, Putri tertawa dan duduk disamping Annisa.

“Sa, kamu udah punya pacar belum?”, Annisa menoleh kearah Putri.

“Kenapa nanya gitu?”

“Hmm...kamu gak tahu ?”

“Tahu apa siyh?”

“Hmm... Bundamu sama ibuku hari ini ngundang seseorang. Temennya ibu dikantor, namanya Rizky. Masih muda Sa! Ganteng pula!”

“Terus apa hubungannya dengan aku punya pacar atau belum?”, Putri melongo.

“Yaah tentu ada hubungannya lah. Karena bundamu khawatir anak perempuan pertamanya jadi perawan tua dan gila kerja, jadi dia minta dicarikan seseorang sama ibuku. Kebetulan Rizky itu memang lagi nyari calon istri lho Sa! Yang jelas kamu gak akan kecewa, dia juga lulusan luar negeri. Dan lagi berencana ngambil S3 lagi di Perancis!”, Putri terus dengan penjelasannya, sedang Annisa mendesah. Bunda, bunda, kenapa begini caranya siyh? Kenapa gak diskusi dulu? Tiba-tiba dia teringat Adam. Ada keinginan Adam yang datang dan segera meminangnya. Tapi itu hanya angan-angan yang masih selalu setia didoakannya.
Sementara dia sibuk dengan pikirannya, sebuah Ford Escape hitam masuk kehalaman rumah besar itu. Putri riang.

“Sa, itu orangnya datang”, Annisa hanya menoleh sesaat tapi kemudian dia langsung cuek.
Adam... kenapa tidak kamu saja yang datang? Allah, aku boleh request gak? Titip salam buat Adam.

***


Lelaki itu memang tampan. Dia mapan dan keliatan dewasa. Sekilas Annisa juga memuji wajah itu. Dia begitu pintar menarik perhatian orang-orang disekitarnya. Dia baik dan sopan pada orang tua, dia juga sangat manis pada keponakan-keponakan Annisa, sehingga mereka semua menyukai lelaki itu. Dan beberapa kali Annisa menangkap mata itu meliriknya. Lelaki itu menyukainya. Pada pandangan pertama. Annisa memang menarik, dia cantik. Pertemuan pertama terasa begitu menggoda bagi si lelaki. Tapi bagi Annisa, dia terus membayangkan seandainya saja Rizky itu adalah Adam atau seandainya saja dia belum bertemu dengan Adam. Rabb, aku bingung. Kenapa ketika seorang lelaki yang kukira tepat telah datang, malah hati ini terkunci rapat.

[I don’t feel good. What happens kekasih?]. Sms itu benar-benar disaat yang tepat.

[Adam... thanks a alot for texting me ^_^. I am fine].

Lelaki itu pulang. Dia tersenyum penuh arti kearah Annisa.

“Annisa, gimana Rizky?”, tanya Bibinya.

“Gimana apanya bi?”

“Kamu suka?”, Annisa hanya termangu. Bibirnya kelu bukan karena tidak bisa menjawab tapi karena melihat wajah Bunda dan Ayahnya yang tersenyum sumringah dan sepertinya mengharapkannya punya perasaan yang sama... akhirnya dia hanya menunduk.

***


“Kenapa harus balik lagi siyh Nisa? Kan bisa kirim kan surat resign lewat email”, ucap bundanya.

“Mana boleh begitu bunda? Nisa pulang kan niatnya mudik, tapi mendadak mengundurkan diri. Nisa harus kembali kesana, lagian ngapain Nisa disini kalau cuma nganggur, ya kan?”

“Siapa bilang kamu nganggur? Sebentar lagi kan kamu mau nikah?”, Nisa terkejut.

“Nikah sama siapa bunda? Orang Nisa belum ada calon kok!”, ucapnya cepat-cepat.

“Ehem...Rizky! Dia suka sama kamu, kata bibi dia mau lanjut berkenalan dekat dengan kamu nak!”, Dan kini Annisa hanya bisa terpana.

“Tapi kan bunda, Nisa belum mau menikah dulu...”

“Nak, usiamu sudah lebih 25 tahun, hitungan bulan kamu sudah 26. Wanita sekarang menikah kok lama-lama, tahunya kerja aja... jangan menyesal nanti nak. Rizky keliatan baik, dia terpelajar dan agamanya juga bagus...”

“Tapi bunda, biarkan Nisa berpikir dulu. Nisa butuh waktu, Nisa yakin Kak Rizky juga tak mau menikah dalam waktu dekat..”

“Oke, tapi ingat keputusan kamu harus dalam tahun ini sudah ada! Sebelum memasuki tahun baru, Annisa Namira sudah harus memberi jawaban”, Nisa setuju walaupun hatinya mulai bingung. Benar-benar bingung.

***


Akhirnya Annisa kembali. Kekasihku kembali. Hari ini aku bisa melihatnya lagi. Adam tersenyum sumringah dalam perjalanannya ke kantor. Ibunya geleng-geleng melihat anaknya tergesa-gesa dan kelihatan begitu rapi hari ini.

Adam sudah tak sabar membuka pintu dan melihat kekasihnya. Dia membuka akan membuka pintu itu, ketika mendengar pembicaraan itu...

“Hahahaaha... berkah pulang ke Aceh ya Sa? Pulang-pulang, eh...malah dijodohkan... siapa lelaki beruntung itu Non?”, tanya Nino. Annisa hanya diam. Adam terkejut. Kekasih, kau mau dijodohkan? Dengan siapa?

“Apanya berkah? Musibah untuk Pak Adam niyh!”, ucap Lulu.

“Sa, masa lu tega ninggalin Pak Adam siyh?”, rengek Lulu agak sedikit berlebihan jika disituasi biasa. Tapi bagi Annisa ini serius. Reni menatapnya iba.

“Ah Lu, jangan ngomong gitu...”, ucap Annisa.

“Jadi gimana Sa? Kamu gak apa-apa kembali kesini?”, tanya Desy.

“Aku minta waktu Mba! Bunda dan Ayah inginnya aku segera menikah. Aku jadi bimbang. Aku minta waktu, makanya aku diizinkan kembali kesini..”

“Sampai kapan?”

“Akhir tahun ini!”, ucapnya sambil mendesah. Reni hanya bisa ikut mendesah. Adam merasakan sesuatu mengantam tubuhnya. Kekasihnya sudah dijodohkan, dan lelaki itu bukan dia.

“Sa, lu gak boleh ninggalin Pak Adam! Kalau enggak, aku yang gantikan, apa lu ikhlas?”, ucap Lulu dengan wajah serius yang dibuat-buat. Desy dan Reni juga Nino melotot. Annisa kembali hanya diam. Wajahnya memprihatinkan. Adam... apa kamu sedih kalau berpisah denganku? Aku sedih.

“Annisa, sepertinya kamu harus usaha memperkenalkan Pak Adam kepada keluargamu...”, ucap Desy. Mustahil Mba!

“Entah lah Mba, biar Allah yang menjawab segalanya. Kalau pun kami berjodoh, pasti akan ada jalan...tapi untuk masalah keyakinan, Annisa gak punya pilihan, karena itu hak yang paling dasar dan itu hidup kita Mba...”, Adam termangu. Dia teringat hatinya yang dilema. Seketika keceriaannya hilang. Semangatnya memudar.

“Hmm...memangnya orangnya segateng Pak Adam gak?”, tantang Lulu. Annisa mengetik nama itu dan search di facebooknya. Dan muncullah nama itu Rizky Putra Ramadhan. Dengan profil picturenya dalam balutan pakaian ihram. Lulu, Reni dan Desy sedikit terpana.

“Hehehee, ganteng siyh Sa! Gak apa-apa juga siyh kalau kamu milih dia. Apalagi satu keyakinan, sepertinya agamanya juga bagus...”, Adam seperti ditampar. Lelaki itu memang sepertinya pantas bagimu kekasih. Tapi aku tidak rela. Sungguh.

“Sudah-sudah ah! Jangan ngomongin itu lagi! Oia, dirumahku banyak kue ni, aku juga masak ketupat ni. Pulang kantor kerumah yaa...”, Ucap Reni, semuanya pun akhirnya menutup pembicaraan itu.

Pintu kaca itu terbuka. Adam masuk dan menyapa mereka.

“Pagi guys!”, ucapnya dan langsung berlalu ke ruang kerjanya.

Senyum Annisa hanya berakhir pahit, karena seseorang yang dia rindu bahkan tak melihatnya. Adam keliatan dingin. Kaku.

***


Pekerjaan dikantor belum begitu padat, jadi tak ada deadline yang penting. Mereka pun pulang dan menuju rumah Reni. Adam datang belakangan. Dia keliatan begitu ramah dengan para pegawai kecuali dengan Annisa. Dia dingin. Ketika bersalaman pun Adam tak lama melihat Annisa, tak seperti biasanya. Bukan keinginannya tapi tanpa sadar dia merasa cemas kehilangan kekasihnya. Bagi yang lain mungkin Adam biasa saja, tapi tidak bagi Annisa. Ini aneh! Ada apa dengan Adam? Apa dia sakit? Annisa sampai memperhatikan dengan seksama 
Adam yang sedang asik mengobrol dengan Nino, James dan Putra. Sampai ketika mata mereka bertemu, Annisa jadi salah tingkah. Dia pura-pura minum, padahal gelas ditangannya jelas-jelas sudah kosong. Dan sudah pasti dia keliatan bodoh. Adam tersenyum namun kemudian menyadari bahwa dia tak pantas memperlakukan Annisa seperti ini. Bukan salah Annisa.

Reni menyadari kekakuan antara atasannya dan Annisa...

“Lagi ada masalah sama Pak Adam, Sa?” Annisa terkejut saat tiba-tiba Reni menyapanya.

“Hah? Hmm... Eng...enggak ko, Mba! Mungkin karena udah lama gak jumpa aja”, ucap Annisa sambil tersenyum tipis.

Reni tak memaksa Annisa bercerita. Namun ketika semua sudah pulang dan Annisa pamit belakangan...

“Hati-hati ya, Sa! Oia, Pak Adam kaya’a nungguin kamu pulang sama-sama tuch”, ucap Reni sambil menunjuk Adam yang sedang duduk ditaman.

Berdua mereka berjalan menyusuri jalan menuju rumah masing-masing. Udara kian terasa dingin karena musim dingin memang telah datang. Annisa beberapa kali menarik kuat jaketnya. Entah dinginnya cuaca membuat mereka kaku. Annisa hanya bisa diam mengikuti langkah-langkah disampingnya. Sedang Adam begitu ingin memandang wajah disampingnya, namun dia masih terlalu sibuk dengan kecemasannya sendiri teringat pembicaraan tadi pagi yang didengarnya.

“Kamu apa kabar?”, tanya Adam akhirnya membuka pembicaraan.

“Hah? E..e...Alhamdulillah sehat!”, ucap Annisa sedikit grogi. Suara itu yang dari tadi ingin didengarnya, tapi ketika sudah bersuara malah membuatnya salah tingkah.

“I miss you. A lot”, Ucap Adam selanjutnya tanpa menoleh kearah Annisa. Pandangannya lurus kedepan. Tapi Annisa kini melihatnya. Cukup beberapa kata dari bibir itu untuk menghangatkan hatinya yang dingin. Annisa hanya diam tapi tersenyum. I miss you too.

“Kamu?”, tanya Adam. Kini langkahnya berhenti dan mencoba menatap tepat kemata wanita didepannya. Annisa mendongak . Adam seperti mencari jawaban dimata Annisa karena setelah itu dia tersenyum. Bahagia. Hatinya yang tadinya dipenuhi kecemasan luar biasa kini menghangat. Entahlah rinduku berbalas atau enggak, yang jelas matamu berkata kamu juga rindu. Kekasih, dengan pandanganmu saja aku bisa sehangat ini, apalagi jika puluhan energi cinta kau berikan.

‘Kenapa tersenyum? Aku kan belum jawab”, tanya Annisa.

“Hmm... awalnya pengen nangis aja karena kamu sudah dijodohkan...”, Ucap Adam melirik Annisa sambil tersenyum. Annisa terkejut.

“Tapi kupikir, bodoh juga kalau lelaki menangis. Lagian, matamu tak bisa berbohong sayang!”, Annisa melotot.

“Sudah dibilang jangan panggil sayang! Satu lagi, kamu menguping yaa?”, tanyanya dengan mata menyipit bertanda menuduh.

“Enggak direncanakan, siapa suruh pagi-pagi ngegosip...”, ucap Adam terkekeh. Annisa diam. Adam menyadari itu.

“Annisa, kamu percaya jodoh kan? Sejujurnya aku mungkin tak akan rela jika kamu pergi, tapi mendengar kata-katamu tadi pagi, aku yakin apapun yang terjadi, ketika Tuhan menggariskan jalan kita bersama, kita tak akan mungkin berpisah, benar tidak ?”, tanya Adam. Annisa sedikit terpana kemudian mengangguk sambil tersenyum.

Adam membelai kepala berkerudung itu sambil menunduk.

“Annisa Namira! Kamu cantik!”, Annisa berhenti tersenyum. Dia menunduk dan detik selanjutnya dia melangkah meninggalkan lelaki itu. Ngomong apa siyh? Kamu memang makhluk paling tega yang aku kenal Adam! Tega mengacaukan perasaanku.

Adam tersenyum dan memandang wanita yang sedang melangkah itu. Iyya Nisa, kamu memang cantik. Matamu cantik. Segala apa pun padamu aku suka dan aku tak perlu alasan untuk itu. Tuhan, kalau aku boleh request, aku ingin selalu berdiri disamping wanita itu. Wanita mana? Itu lho Tuhan, wanita yang memakai kerundung ungu itu. Yang pipinya sedang merona itu. Adam pun melangkah mengejar langkah Annisa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar