“Ngapain kesini, pak?”, ucap wanita itu dari balik pintu apartemennya.
Hah? Itu tanggapannya melihat aku? Apa memang dosa kalau aku
mengunjunginya.
Ada sebersit rasa menyesal telah menginjakkan kaki ke apartement itu.
Yang dia mengerti, tadi hanya rindu masakan indonesia. Dan ingat Annisa dan tak
dipungkiri dia juga rindu wanita itu yang sebenarnya baru berpisah semalam
dibandara. Jadi why not kalau mereka makan bareng. Dan lebih romantis lagi, ide
gila masak bareng jadi agenda utama. Dan dia di depan unit Annisa dengan
menenteng seplastik penuh bahan makanan sekarang. Prihatinnya lagi, wanita itu
seperti ogah menerimanya.
Adam aneh! Ngapain juga mesti melempar diri ke kubangan lumpur, alias
memalukan! Hmm..tidak! dia tidak pantas di tolak. Usaha, dam!
“Hmm..jadi kamu biasa nerima tamu begini?”, Nisa mengangguk pasti. Cewek aneh!
“Diluar?”, tanyanya lagi.
“He-eh pak! Apalagi tamunya lelaki yang gak da hubungan darah dengan
saya, lebih lagi kalau tujuannya belum jelas!”, jeddaaarr!! Serasa di timpuk
bantal berisi batu bata. Adam terseyum penuh arti.
“Tapi tujuan saya pasti kok!”, ucapnya lagi. Annisa tampak berpikir
keras.
“Hmm...tapi tetap enggak bisa pak! Dalam islam, dua orang yang tidak
punya hubungan darah dilarang berdua-duaan. Kalau dua orang berlainan jenis
berdua-duaan di suatu tempat, yang ketiganya pasti syeitan. Dan itu akhirnya
malah membuat keduanya berbuat dosa, mesum misalnya”, jelas Nisa panjang lebar.
Adam cuma tersenyum.
“Gimana kalau saya janji gak akan macam-macam!”
“Tapi syeitan gak janji gak akan macam-macam kan?”, ucap Nisa mencari
pembelaan.
“Tapi saya enggak nafsu kok sama kamu, jangan ge er dech! Jadi syeitan
pun akan sulit ngebujuk saya!”, Adam merasa dia akan menang. Ayoo, keluarkan jurus kamu lagi! Kali ini pasti
aku menang argument. Nisa
tersenyum.
“Ehem..!”, Nisa menunduk. Ih..susah
bener dibilangin siyh! Aku gak takut sama kamu, Adam!
“Trus gimana kalau saya yang nafsu sama bapak? Apa bapak masih yakin
bisa nolak saya?,” Bantal kedua berisi batu bata terasa menimpuk wajah Adam.
Ada jeda sejenak. Adam terkekeh. Yah, kalau
itu siyh gak bisa janji!
“Nah, kan diam! Gini lho pak, yang biasa-biasa aja gak ada perasaan suka
satu sama lain aja bisa ngelakuin macam-macam saat berdua, konon..hmm..ini
ada..hmm..rasa..,” di akhir kalimatnya, Nisa mulai mengecilkan volume suaranya
seolah dia berbicara sendiri.
Adam terpana.
Wait-wait. Tadi dia bilang...
“Pardon!”, ucap Adam.
“Hah??”, Nisa mulai salah tingkah.
“What did you say?”
“I..ini..hmm..pokoknya gak boleh dua-duaan dech pak! Bisa bahaya!,” ucap
Nisa sekenanya.
“Enggak, bukan yang itu. Setelahnya kamu bilang apa?”, Adam mulai
memaksa. Duuch, tadi
aku ngomong apa siyh?? Ni orang pun, gak ngerti-ngerti. Bukan pergi sana. Nisa memasang wajah innocentnya.
“Gini dech Mr.Adam yang terhormat. Intinya agama saya gak ngebolehin dan
saya pun kurang berkenan. Saya sangat yakin semua agama punya ketentuan yang
sama. Udah malam ini pak, pulang aja gih!,” Adam, pergi
menjauh dari sini. Aku takut pada diriku sendiri kalau kamu lama-lama disini,
pintu ini akan terbuka lebar untukmu.
Adam merasa tidak akan ada celah baginya. Yaah, nisa. Sesusah itu ngomong sekali lagi yaa??
Pakai ngusir lagi. Iya-iya, aku pulang.
“Kamu beneran nyuruh saya pulang? Gak nyesel kan?”, ucap Adam sambil
tersenyum nakal. Wanita di balik pintu itu memerah mukanya.
“Good night, Pak!,” tanpa merespon pertanyaan itu, Nisa
sudah akan menutup pintu apartementnya, ketika Adam..
“Oke-oke..wait-wait. Ini saya tadi singgah ke supermarket beli bahan
masakan indonesia. Karena sebenarnya malam ini rindu masakan indonesia dan saya
pikir bisa minta tolong kamu masakin buat saya..., hehehee,” ucapnya. Annisa
terpana. Sedikit merasa bersalah.
“Ini...disimpan aja. Entah apa yang sudah saya beli. Cuma perkiraan aja.
Hmm..ya sudah, pamit yaa!”, Adam menyerahkan bungkusan itu. Melangkah pergi.
Dua langkah, berbalik arah..
“Annisa..!”
“Iya, saya pak!”
“Hmm..met tidur kekasih, good night. Hmm.. see you!”, ucapnya kaku dan
melangkah pergi.
“Iyya Adam! Hati-hati. Tell me when you are home!”, ucapnya lirih seolah
berbicara sendiri, sedang yang dituju sudah melangkah jauh dan sudah pasti tak
mendengar ucapan itu.
***
Hmm..ternyata kepingin masakan indonesia. Kamu belanja makanan? Jadi
penasaran, kamu bisa beli apa siyh, Mr. Adam yang terhormat.
Wanita itu mulai membongkar isi bungkusan itu dan terpana. Lalu
tersenyum.
Pasta. Smoked beef. Olive Oil. Keju. Tentang masakan apa di indonesia
berhubungan dengan pasta dan smoked beef dan keju?
Tiba-tiba suara petir. Hujan. Adam
udah sampai belum yaa??
Dia melangkah melihat keluar jendela. Hujan deras.
Adam melangkah santai menuju rumahnya. Usahanya gagal makan masakan
indonesia malam ini, terutama misi utamanya juga terpaksa gagal. Dia tersenyum.
Belum mengantuk. Kamu lagi ngapain siyh, nisa? Udah tidur belum yaa??
Oia, aku belum memberitahumu kalau aku sudah sampai. Hmm..wait-wait, enggak.
Dia juga gak minta kan diberitahu.
Jeda sejenak. Menggenggam handphone. Yang bersangkutan tak menyadari,
bahwa satu message telah terkirim ke nomor yang diharapkan.
[Watching movie at home and missing Indonesian cuisine, Good night Kekasih.]
Pesan itu bukan menyatakan keberadaannya dirumah tapi sudah cukup jelas
menggambarkan dimana dia berada.
Di scene itu, sepasang muda-mudi berjalan tergesa memasuki sebuah mobil.
Sementara hujan deras diluar sana. Awalnya tertawa cekikikan menertawakan diri
mereka yang basah kuyup. Namun, akhirnya jeda melanda dan itu artinya ada yang
lain yang berperan penting disana. Kawan di alam lain. Diam. Tak ada kata.
Saling salah tingkah. Curi-curi pandang. Dan ketika pandangan beradu, itu lah
klimaksnya. Awalnya sebatas ciuman. Kemudian...
Adam tersenyum. Bukan karena dia menikmati adegan itu, tapi karena dia
teringat scenenya bersama Annisa beberapa saat lalu. Jika saja dia diizinkan
masuk. Mulai basa-basi. Mulai memasak. Dan hujan. Suara petir. Annisa ketakutan
menggenggam lengannya. Dan...
Ah..
Adam kembali tersenyum. Wanita itu begitu memuja agamanya. Menjaga
tingkahnya sesuai apa yang digariskan agama islam. Adam tahu semua telah
digariskan dalam kitab itu. Al-qur’an. Toh, ibunya juga pernah mengingatkannya
saat dia remaja dulu tentang sebuah ayat dalam kitab itu tentang betapa islam
melarang mendekati perbuatan zina. Tapi, dia juga teringat kisah sahabatnya
Kevin. Agama islam. Anak seorang pemuka agama. Tapi pemahaman tentang agamanya?
Nol. Akibat berdua-duaan dengan adik pacarnya, akhirnya melakukan hal tak
senonoh itu. Awalnya dia mengira, pasti akan jarang sekali orang islam yang mau
tahu tentang itu. Bahkan, rekan-rekannya di dunia hiburan dulu, mengaku islam
tapi hal-hal begini sudah menjadi persoalan yang akan tabu malah jika tak
dilakukan.Annisa. Satu
pelajaran lagi dari wanita itu. Wanita yang hatinya rasa tepat untuk dipilih
sebagai soulmate.
Tak sabar menunggu pagi... lebih tepatnya tak sabar bertemu denganmu
lagi, Annisa.
***
“Aku bawa makanan ni. Lumayan
banyak, jangan pada makan di luar yaa…”
“Wow! Banyak banget! Mau kondangan
Non Nisa?”, Tanya Nino takjub. Annisa tersenyum tipis. Gara-gara Adam niyh! Mau dimasakin untuknya sendiri, udah pasti gak
mungkin, kawan-kawan juga pasti rindu masakan Indonesia.
Tiba-tiba lelaki itu masuk. Tak
menyapa siapa-siapa karena memang sedang sibuk dengan hpnya. Annisa yang sedari
tadi memasang senyum manis hanya bisa berakhir bodoh. Agak menyesal menghabiskan waktu memasak untukmu, Pak Bos! Huh! Tapi
penyesalan itu tak berlangsung lama, karena si Bos yang sudah membuka pintu
ruangannya berbalik dan memandang tepat kearahnya. Kearah Annisa. Tersenyum
sangat indah. Tega memang! Hanya dengan
senyuman itu kau buat kekesalanku runtuh.
Reni masuk keruangannya membawa
laporan keuangan. Reni selesai dengan laporannya.
“Pak, ada janji makan siang hari
ini?”, Adam mendongak sedikit terkejut.
“Belum ada, kamu gak niat ngajak
saya makan siang bareng kan?”, Reni tertawa.
“Rencana begitu Pak!”, kali ini Adam
benar-benar terpana.
“Kita makan bareng di kantor. Annisa
masakin makanan Indonesia, banyak! jadi bisa makan sekantor!”, muka serius Adam
melembut dan tersenyum.
“Oke!”. Annisa masakin makanan Indonesia. Wah…kekasih, kamu memang luar biasa!
***
Mereka sudah menyiapkan hidangan.
Annisa menghabiskan waktunya memasak masakan Aceh. Roti jala dan kari ayam
dalam porsi yang sangat besar. Bakwan jagung. Salad Minuman segar Scopior
dengan santan seadanya dari supermarket.
Nasi sudah dimasak di pantry kantor. Roti sudah dibeli dan beberapa buah
segar. Semuanya sempurna. Mereka sudah mulai ileran namun Bos belum juga keluar
dari ruangnya. Ada dua orang kolega datang, sepertinya berbau fotografer juga.
Dan pintu itu pun terbuka dan Adam
mempersilahkan kedua orang tamunya itu untuk ikut makan bersama, dan mereka
dengan senang hati bersedia (ya iyalah, makan gratis).
Adam terpana melihat jumlah masakan
yang terhidang.
“Kamu masak ini semalam sendiri?”,
Annisa mengangguk.
“Sejak aku pulang kamu langsung
mulai masak pasti kan? Sebanyak ini!”, Annisa membelalakkan matanya, dan tak
terpelak semua mata tertuju padanya. Curiga. Pak Bos kerumah Annisa. Ada pasal
apa? Adam hanya cuek setelah melepaskan kalimat yang terasa akan menikam
Annisa.
Annisa kemudian menjelaskan
bagaimana cara memakan menu ini. Biasanya roti jala atau cane di celup dikuah
kari dan dimakan. Tapi kalau dengan roti biasa atau nasi juga oke.
“Oke-oke… Please ! Enjoy Indonesian
cuisine!”, ucap Adam kepada seluruh orang diruangan itu. Ketika yang lain
buru-buru menyuapkan makanan dan beberapa berdoa buru-buru. Dua orang itu
begitu khusu’ berdoa. Beberapa mata tertuju pada mereka. Adam dengan ritualnya
sedang Annisa dengan doanya. Ironis,
mereka dua-duanya begitu taat dengan agama masing-masing, tapi malah saling
jatuh cinta. Batin Nino dan Reni hampir bersamaan.
Adam menyuap roti jala pertamanya
dengan saus kari. Hmm… That’s really
yummy. Kamu memang, hmm.. yummy, Annisa! Batin Adam sambil tersenyum
jenaka.
Selesai makan semuanya terlihat
puas.
“Wow, the food is really good
Annisa! The juice is also nice. I love it! You must be very good in cooking…”,
puji Steve salah seorang rekan Adam.
“Thanks Steve!”
“Well, kulit kamu bagus dan kamu
cantik, kenapa tak jadi model?”, Tanya seorang lagi yang bernama Harry yang
sedari tadi memperhatikannya. Dan Annisa memang sedikit merasa risih.
“No way!”, jawab Adam tiba-tiba yang
langsung membuat semuanya terkejut.
“Kalau dia jadi model, I’ll lose my photographer. Saya kira dia juga kurang
berbakat jadi model, bakatnya di masak dan fotografi”, ucapnya tersenyum.
Annisa hanya mengangguk dan tersenyum tipis. She is my photographer.
***
Selesai beres-beres, Annisa bergegas
menuju meja kerjanya. Tapi ternyata urusannya dengan mata-mata yang memandang
curiga itu belum beres. Annisa mendesah panjang. Mereka suka sekali penasaran siyh. Paling enggak bisa diucapkan
kata-kata yang mengandung arti yang membuat penasaran.
“Jadi Pak Adam semalam ke unit kamu?
Ngapain kalian berdua? Ciee..ciee…katanya enggak, eh rupanya…”, goda Lulu.
Annisa hanya cuek.
“Sepertinya kurang cukup menghilang
berdua di St.Moritz ya Non?”, Nino nimbrung. Kali ini Annisa melotot.
Selepas shalat, Annisa menceritakan
semua yang terjadi di Swiss ketika Adam megungkapkan perasaannya juga kejadian
semalam ketika Adam datang minta dimasakin masakan Indonesia…
“Wow… romantis banget pastinya
yaa?”, Annisa tersenyum namun kemudian mendesah. Reni mengerti kegalauan
sahabatnya itu.
“Sudah lah Sa. Kamu juga kan tidak
berusaha memberinya harapan. Semuanya sudah benar, biarlah berjalan apa adanya.
Kita doakan saja, Pak Adam dapat hidayah yang indah yaa, jadi kalian bisa
bersatu…”, Annisa mengaminkan.
***
Namun Reni hanya bisa mengelus dada
ketika waktu Ashar baru saja datang. Dia selesai shalat dan sahabatnya sedang
khusyu’ berdoa tiba-tiba matanya tak sengaja melihat keruangan Bosnya yang
sebagian ruangnya terbuat dari kaca. Terlihat sang Bos juga sedang sangat fokus
menundukkan kepalanya sambil mengenggam kedua tangannya kearah salib besar itu.
Dia iba melihat kedua sejoli itu. Terutama Annisa yang sudah dua kali jatuh
cinta pada lelaki yang kurang tepat. Mudah-mudahan
Allah menyiapkan cerita yang sangat indah untukmu Sa. Kamu terlalu banyak
terluka. Dan ini mungkin karena Allah ingin menjadikanmu lebih kuat.
Keduanya selesai dengan doanya
masing-masing. Amin. Annisa menutup
kedua tangan kemukanya. Adam menutup doa dengan ritual salibnya. Namun tak
disangka keduanya tak sengaja saling menatap lewat dinding kaca itu. Tersenyum.
Mereka tak bisa berbuat apa-apa. Hati itu sudah terlanjur tertaut, hanya Tuhan
yang tahu akhir plot mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar