Musim semi hampir berlalu. Udara semakin hangat
karena musim panas menjelang. Awal bulan Mei yang semakin indah buat Annisa,
tapi tidak hari ini. Entah kenapa hari ini dia begitu cepat ke kantor. Sendiri.
Bos dan yang lainnya juga belum datang. Dia hidupkan laptopnya dan mulai
mengecek email. Ketika pagi itu dia mengecek emailnya, satu pengirim memaksa
matanya terbelalak. Perasaannya kacau seketika.
Dari: Rizal Aulia
<rij_aulia@yahoo.com>
Kepada: Annisa <namira.annisa@gmail.com>
Dikirim: Minggu, 3 Mei 2011 8:55
Judul: For the dearest squirrel
Kepada: Annisa <namira.annisa@gmail.com>
Dikirim: Minggu, 3 Mei 2011 8:55
Judul: For the dearest squirrel
Assalamualaikum..
Annisa, apa kbr? Sudah lama sekali sejak
terakhir kali kamu membalas smsku. Nomormu sudah tak aktif, ganti nomor ya
Nisa?
Annisa, to the point saja, I am about being
crazy when I think about you. Aku tak pernah meminta rasa ini, aku juga merasa
bersalah pada Rara. Tapi
rasa ini memang lebih besar, mungkin kamu sudah bosan karena ratusan kali aku
sudah mengatakannya.
Annisa, aku mohon jangan lari. Jangan
membohongi diri sendiri, aku hanya ingin kita tetap seperti dulu. Nisa, suatu
saat jika pun kamu urung kembali,aku akan datang. Menjemputmu di York.
Always love,
Rizal.
Hatinya sakit lagi. Sekuat tenaga dia berusaha lepas dari belenggu bernama cinta terlarang, kini hanya dengan sebuah email bersumber dari seorang lelaki bernama Rizal Aulia, semuanya serasa akan sia-sia. Matanya mulai berkaca-kaca ketika pintu kaca itu terbuka. Dia mendongak. Seorang lelaki dengan kemeja putihnya sedang menelpon dan terlihat tersenyum bahagia menuju ruangnya tanpa peduli keadaan sekeliling. Adam. Seukir senyum kembali terbentuk diwajah Annisa. Aku tak pantas menangisi ini lagi, aku harusnya tersenyum bahagia. Rabb, aku pasti kuat. Aku tak patut ketakutan kehilangan cinta, aku punya keluarga, punya teman yang baik, punya atasan yang selalu membuat perasaanku baik, dan yang terpenting aku punyaMu, Rabb.
Beberapa bulan berlalu sejak Adam datang.
Mungkin perasaan biasa ketika seorang fan bertemu idolanya, apalagi ini dalam
konteks atasan dan karyawan. Tapi beberapa saat terakhir, Annisa merasakan
sesuatu yang berbeda ketika melihat senyuman Adam. Lelaki itu jarang tersenyum.
Wajahnya selalu serius. Namun ketika dia tersenyum, ada sesuatu yang menarik
mata Annisa. Dia ikut bahagia. Entah apa yang dipikirkannya, yang jelas ini
hanya perasaan biasa menurutnya, toh, ketika dia melihat sahabat-sahabat
kecilnya (Carolyn, Kataryne, dan Anne) tersenyum juga secara tidak langsung
membuatnya bahagia. Ada aura positif disana. Makasih Allah telah mengirimkan senyuman Pak Adam untuk hari ini,
walaupun senyuman bukan untukku, tapi itu cukup mengirimkan aura positif hari
ini.
Ketika sedang sibuk dengan pikirannya, dia
mengacuhkan email itu. Pintu kaca kembali terbuka, dan kali ini, segerombolan rekan kerjanya
masuk. Annisa mungkin sudah merasa lebih
baik, tapi ada satu sudut hatinya yang masih resah. Hari ini tidak begitu
padat, dia menyempatkan diri berdialog dengan Tuhannya.
***
“Mba, kak Rizal ngirim aku email”, suara Annisa
sedikit lirih, tapi itu cukup menarik perhatian Reni yang sedang melipat
mukenanya sesaat setelah mereka shalat dhuhur. Pantes kamu keliatan sedikit resah hari ini.
“Nisa… what did he say? You oke?”, Annisa hanya
tersenyum tipis. Reni tahu ini merupakan hal paling berat buat wanita yang
lebih muda 4 tahun darinya itu. Mengalirlah cerita dari mulut Annisa. Reni
sedikit prihatin melihat Annisa. Tapi disatu sisi, dia merasakan adanya banyak
perubahan pada Annisa selama ini. Kamu
keliatan lebih kuat, Nis. Apa hatimu sudah siap untuk hal yan baru itu? atau
memang sudah ? Reni belum berani berandai-andai.
***
Sudah menginjak tiga bulan dia berada di York
dan itu berarti sudah 3 edisi majalah You & Me keluar saat dia berkuasa
disana. Tidak ada kendala yang signifikan. Yang dia rasa semakin berat adalah
ketika jantungnya semakin kencang berdebar ketika mata itu memandangnya.
Semakin hari, Annisa semakin membuatnya hilang konsentrasi. Tapi inilah Adam,
dia akan tetap berusaha memendam dan mencoba professional. Apalagi menurut pendapatnya,
Annisa seolah tak membalas rasa itu. Minggu
lalu saja beberapa kejadian konyol terjadi, salah satunya ketika ingin ke
toilet, mereka hampir bertemu dilorong itu, ketika Adam menyadari keberadaan
Nisa, dengan gerakan yang sedikit kacau, Adam berpura-pura menuju meja kerja
Lulu yang memang dekat dengan lorong menuju toilet. Sampai disana, dia malah
bengong. Lulu malah senang.
“Iyya, Pak Adam! Ada yang bisa Lulu
bantu?”
“Hmm…saya mau ke toilet, sebenarnya,
hehe?”, ucapnya kaku. Para staf memandang aneh kearahnya. Dia melangkah cepat.
“Hahaha…dikira meja lu toilet Lu.
Kenapa siyh Pak Adam? Aneh!”, Nino menertawakan Lulu.
Annisa yang ogah ikut campur
langsung menuju meja kerjanya. Seseorang memperhatikan kejadian itu. Reni. Pak Adam aneh, keliatan sangat menghindari bertemu Annisa. Ada apa yaa? Si
Nisa malah biasa-biasa saja.
Juga ketika rapat edisi Summer untuk
bulan Mei minggu lalu. Adam begitu serius memaparkan ide-idenya. Dia juga
begitu serius menanggapi ide-ide bawahannya. Semuanya dikritis dan ditanya
secara detail. Kebetulan Nino dan Annisa ada sesi pemotretan. Mereka menyusul
rapat hampir satu jam berlalu. Ketika Annisa masuk dan wanita melihat sekilas
kearahnya yang sedang berdiri gagah di depan, rasa grogi menyerag seketika.
Perkataannya mulai kacau.
Pensil dipegangannya berapa kali jatuh.
“Pak, maaf bukannya tadi bapak
bilang kebalikannya?”, Tanya Putra yang sedikit mulai kebingungan.
“Oh..eh, iya..maksud saya begini…”,
perkataannya mulai lancar kembali ketika Annisa mulai sibuk dengan laptopnya.
Annisa memang jarang melihat kearahnya. Itu sangat disyukurinya.
Reni juga memperhatikan hal itu, dia
melihat bergantian kearah Adam dan Annisa. Ketika sesekali Annisa menoleh
kearah Adam, ada segurat tingkah aneh pada Adam. Dan yang paling Aneh, Annisa
biasa-biasa saja. Menunduk dan menoleh lagi, tanpa ada yang dipikirkannya. Apa siyh ini? Pak Adam keliatan sangat bodoh
jika Annisa melihatnya. Apa ini? Enggak Ren, ini cuma kebetulan. Dan
kecurigaan Reni tidak berjalan panjang. Dia hanya menyimpan kebingungannya
sendiri.
***
Dan hari ini Adam mulai resah dengan
perasaannya sendiri. Tadi pagi sejak menelpon ibunya di Turki, perasaanya
begitu senang. Dia belum berani bercerita banyak tentang apa yang dia alami.
Dia asik memutar-mutar kursi kerjanya. Seketika dia melihat kearah salib di
depannya. Tuhan, kenapa perasaan ini
malah kepada wanita itu? kenapa hatiku tidak bole memilih? Beri aku petunjuk,
apa yang harus kulakukan. Aku mulai merasa tidak nyaman. Dia berbeda Tuhan.
Amin.
Tiba-tiba dia bangkit. Kakinya
begitu saja melangkah keluar. Meraih gagang pintu dan membukanya. Beberapa
pegawai melihat kearahnya. Dia tidak peduli. Sekarang matanya mengitari ruangan
itu dan mencari sosok itu. Tidak ada.
Kemana dia?
“Pak Adam, ada apa?”, Reni bertanya.
Adam hanya menggeleng dan kembali melihat sekeliling. Aha! Itu dia! Wanita itu sedang khusu’ berdoa diatas sajadahnya. Liat
Tuhan, apa pantas perasaanku untuknya? Tidak Adam! Pertanyaan itu dikembalikan
padamu, apa pantas kamu mencintai wanita yang berbeda denganmu. Perbedaan yang
sangat mendasar. Tidak.
Adam lama diam.
“Pak Adam! Are you Ok?”, Tanya Reni
lirih. Adam menoleh. Dia tersenyum
kecut dan kembali masuk keruangannya.
Sekarang dia berdiri tepat di depan
salib itu. berpikir keras sambil terus memohon doa pada Tuhannya. Satu sisi
dirinya membatin. Adam Yusuf, lihat apa yang terjadi padamu gara-gara rasa itu? kerjamu
hampir berantakan. Itu masih bisa diterima jika wanita itu satu keyakinan
denganmu, toh kamu bisa merubahnya. Tapi dia berbeda. Dia tak pantas membuat
kamu begini. Satu sisi lain bersuara. Tidak
Adam! Annisa tidak salah. Perasaanmu juga tidak salah. Dia tidak pernah meminta
dicintai. Selama ini juga dia terlihat biasa-biasa saja. Jangan menyalahkan
dia. Kamu sendiri yang perlu berbenah.
“Tuhan, apa yang mesti aku lakukan?
Aku lemah, Tuhan! Bantu aku!”, ucapnya lirih.
Tiba-tiba hpnya berbunyi. Agnes. Apa mungkin in jawabanMu?
Masih ingat Agnes? Salah satu idola
Annisa. Dan dia adalah teman dekatnya Adam. Sekian lama Agnes memendam rasa
pada Adam. Ketika dia mengungkapkan, Adam hanya bisa meminta maaf. Sebelum
memutuskan ke York, keluarga besar Adam menganjurkan Adam menikah dulu sebelum
berangkat. Dan Agnes adalah calon yang paling kuat. Adam menolak. Komunikasi
putus. Dan baru hari ini Agnes muncul lagi, disaat dia dilemma.
***
Beberapa hari berlalu…
Setelah kerja yang sangat berat,
akhirnya edisi pertama musim panas terbit.
Adam tidak masuk. Hampir 4 hari.
Semua karyawan bertanya-tanya. Annisa yang biasanya cuek, hari itu mulai resah.
Pak Adam gak masuk lagi. Ini sudah hari
ke tiga. Apa dia sakit yaa?? Biasanya atasannya selalu mengabari jika ada
tugas diluar, tapi kali ini tidak ada berita. Sampai dering telpon di meja Reni
menjawab segalanya.
“Reni, ini mba Diana. Apa kabar
semuanya?”, setelah berbasa-basi tibalah di topic utama.
“Sebelumnya mba Di minta maaf atas
nama Adam yaa?”
“Lho kenapa Mba? Iyya niyh Mba, Pak
Adam sudah beberapa hari tidak masuk kantor. Hpnya juga tidak aktif,
apartemennya dikunjungi tapi kata front officenya sudah dua hari tidak pulang.
Apa ada masalah dengan Pak Adam, Mba?”, Annisa berusaha memasang telinganya.
Kali ini dia betul-betul ingin tahu.
“Iyya, sebenarnya itu yang mau Mba
sampaikan. Ini gak da hubungannya dengan kalian. Kalian kerjanya bagus, malah
Mba dapat laporan hasil penjualan meningkat. Adam tiba-tiba muncul dikantor
pusat dan minta dipindahkan kembali kesini karena ada urusan pribadi. Kata Adam
dia sudah meletakkan surat pemberitahuan untuk kalian dimejanya. Sudah dilihat
Ren?”,
“Belum Mba, kebetulan dua hari ini
belum masuk ruangan Pak Adam. Kalau boleh tahu, Pak Adam ada urusan mendadak
apa Mba? Kenapa mesti menghilang tiba-tiba?”
“Hmm..gini Ren, sebelum berangkat ke
Inggris, keluarga Adam sudah menjodohkannya dengan Agnes, tapi dia masih belum
siap. Tapi kepulangannya kemarin bilang kalau dia sudah siap bertunangan dan
akan bekerja di Jakarta saja. Mba juga sempat bingung, tapi begitu lah Adam.
Mohon disampaikan permintaan maaf kepada semuanya”.
Pembicaraan berakhir. Dan sekarang
semua jelas alasan kepergian Adam. Tapi itu malah membuka tabir baru.
Kecurigaan Reni dan ternyata Nino yang juga memperhatikan seperti terjawab.
Adam seolah pergi, ingin melupakan perasaanya kepada Annisa karena merasa tak
berbalas. Nino dan Reni yang beranggapan Adam mempunyai rasa pada Annisa
memandang prihatin pada Annisa, sedang dia hanya bisa bingung. Dahinya
berkerut.
“Ada apa siyh?”. Reni dan Nino
saling berpandangan dan mengedikkan bahu.
***
Annisa termenung. Adam mau
bertunangan. Tidak, tidak. Apa urusanku? Kemudian
dia teringat Nino dan Reni. Sepertinya
ada yang disembunyikan. Dia pun bertanya pada Reni saat kesempatan break
makan siang.
“Ada apa siyh Mba ?”
“Ada apa, apanya?”, Reni sebenarnya
mengerti apa maksud pertanyaan Annisa.
“Mba, jangan pura-pura bodoh deh!”
“Siapa yang bodoh? Kalau bodoh gak
mungkin mba kerja di You & Me”, ucap Reni sambil tersenyum.
“Mba..”, dan kini wajah Annisa yang
membuat Reni tidak bisa mengelak lagi.
“Nis, kamu memperhatikan dua bulan
terakhir sikap Pak Adam?”, Annisa menggeleng polos.
“Emang kenapa?”, Sudah kuduga, kamu pasti tidak sensitive.
Karena kamu sudah duluan membentengi diri dari segala kemungkinan.
“Kalo kamu perhatikan, Pak Adam itu
keliatan bodoh setiap ada kamu, tepatnya kalau kamu melihatnya”, dan kini
Annisa benar-benar tak mengerti.
“Nisa, Pak Adam itu keliatan grogi
saat ada kamu. Itu mungkin karena dia punya rasa pada kamu!”, Deg. Jantung nisa
berdetak kencang. Pak Adam suka sama aku?
Gak salah dengar?
“Enggak ah Mba! Jangan mengada-ada.
Kalau pun iya, jadi kenapa Pak Adam pergi?”
“Itu karena dia merasa perasaannya
tak berbalas”, kali ini Reni menekankan kalimatnya sambil melihat tepat kearah
mata Annisa. Annisa jadi salah tingkah.
“Jadi perkiraanku, Pak Adam merasa
dari pada pekerjaannya kacau karena cinta tak berbalas, lebih baik dia mundur
dan kembali kepada yang telah pasti menunggunya di Jakarta. Agnes.”
Ada perasaan aneh menjalar ke
seluruh tubuh. Perasaan kehilangan. Annisa diam.
“Kamu gak suka kan sama Pak Adam?”,
Tanya Reni kemudian dan sukses mengacaukan pikiran Nisa.
“Apa Mba?”
“Mba Tanya, kamu gak suka kan sama
Pak Adam”, kali ini Nisa hanya diam. Biasanya dia bisa langsung menjawab ketika
beberapa orang teman Indonesia di Inggris menyatakan cinta. Tapi kali ini dia
diam. Dia juga bingung. Toh, biasanya memang dia tidak merasa apa-apa pada
Adam.
“Kok kamu diam Sa?”. Nisa memandang
Reni dengan pandangan yang membuat Reni iba. Jangan-jangan kamu suka sama Pak Adam.
Annisa menunduk lemah.
“Aku gak ngerti Mba!”. Ternyata benar kamu suka. Satu sisi aku
senang Sa, kamu bis lepas dari Rizal tapi satu sisi… Pak Adam berbeda Sa, kamu
harus mengerti. Ya Rabb, bantulah Annisa.
***
Dua bulan berlalu… bulan Juli
menyapa… pertunangannya tinggal menunggu hari. Dan hatinya tak tenang sebelum
ibunya tahu isi hatinya.
“Adam kenapa tak cerita dari dulu?
Seolah-olah kamu tak ada masalah, padahal..”
“Ummi, Adam minta maaf tapi Adam
malu, cemas kalau Ummi cemas berlebihan..”
“Nak, ini Ibu kamu. Tak ada batasan
antara ibu dan anak. Setidaknya kalau Ummi gak bisa bantu, Ummi bisa mendengar…
coba ceritakan dengan detail, siapa wanita itu?”. Jeda sejenak.
“Dia seorang muslimah juga, sama
seperti Ummi. Namanya Annisa Namira…”, mengalirlah cerita dari mulut Adam.
Ibunya hanya bisa terpana. Kisah cintanya hampir sama dengan yang dialami
anaknya. David, lihat! Anakmu juga
mencintai seorang wanita Muslim persis seperti engkau dulu mencintaiku. Tapi
bedanya, cintamu berbalas, tidak cinta anakku. Cintanya bertepuk sebelah
tangan. Hatinya sakit sekarang. Adam…kamu tampan, Allah memahatmu dengan sangat
baik! Tapi ironisnya dua kali jatuh cinta, dua kali pula tak berbalas.
“Adam, dengar ummi nak! Kamu ingat
gak kejadian beberapa tahun lalu ketika kamu pertama kali suka sama seseorang.
Siapa namanya? Cindy. Kamu juga tertekan begini, karena alasan perasaanmu tak
berbalas. Nilai-nilai mu turun drastis. Itu karena kamu ketakutan mengungkapkan
perasaan itu.Tapi ketika kamu memberanikan diri mengungkapkannya tanpa
mengharap apa-apa, kamu seperti kembali seperti dulu. Walaupun perasaan tak
berbalas, tapi setidaknya kamu tak lagi tertekan, ingat tidak?”,
“Iyya Ummi. Adam ingat. Tragis
sekali nasib Adam ya? Dua kali jatuh cinta, dua kali tak berbalas”, ucapnya.
“Bukan itu inti dari pembicaraan
Ummi, Adam! Ungkapkan kalau memang itu bisa membuatmu lebih baik. Jangan memikirkan
respon Annisa. Yang penting kamu sudah mengatakannya, kalau pun tak berbalas,
yang penting beban sudah tak ada lagi. Minta maaf padanya jika perasaanmu tak
membuatnya nyaman, tapi kamu akan berusaha professional. Karena Ummi yakin,
sebenarnya bebanmu adalah ketika kamu pendam sendiri rasa itu”, Adam seketika
mendapatkan pencerahan. Ibunya benar. Tak ada salahnya berbicara. Toh, dia tak
berharap apa-apa.
“Ummi…makasih!”, dia mulai
tersenyum.
“I love you Adam, tell me soon after
you do that!”.
***
You & Me Jakarta.
Adam melangkah menuju ruang
kerjanya, ketika dia melihat sepupunya Diana tengah begitu asik menelpon. Dia
berusaha tak peduli, namun seketika perhatiannya beralih…
“Oh… kebetulan sekali. Kami punya
fotografer handal di York, iyya..dua orang, Annisa dan Nino. Nanti jika memang
sudah pasti, saya hubungi kantor cabang disana, biar mereka mengirim mereka
berdua ke St. Moritz”.
Kebetulan yang sangat indah. St. Moritz. Tempat yang
tepat menyatakan cinta. Adam tersenyum
penuh arti.
“Dari siapa Mba?”
“Dari Faisal, dia mau resepsi bulan
depan katanya setelah menikah minggu depan, dia mau foto pre-wedding di Swiss,
di St. Moritz maunya… gila banget tu orang, sukses banget usahanya”, Adam
manggut-manggut.
“Udah ada fotografernya? Aku aja ya
Mba!”, Tanyanya pura-pura tidak tahu.
“Enggak-enggak, kamu mau tunangan
sepuluh hari lagi, bisa jadi berangkatnya di hari-hari itu… lagian sudah ada
Nino sama Annisa.”
“Yaah Mba, aku tahu banget daerah
itu. Dulu kan aku pernah beberapa bulan disana.
"Memangnya si Nino tahu?”, dia
sengaja tidak menyebut nama Annisa, jadi wanita itu bisa tetap
direkomendasikan. Tentunya bersamanya.
“Iyya juga yaa, tapi acara pertunang…”
“Siapa yang mau tunangan Mba? Aku
udah putuskan membatalkan pertunangan ini…”, Diana terbelalak. Terkejut.
***
Dan benar saja, Adam benar
membatalkan pertunangannya lagi. Berulangkali meminta maaf pada Agnes dan
keluarganya. Dia tahu ini bakal membuat semuanya kacau, dan memang benar. Ayah
dan kakeknya marah besar. Adam hanya bisa meminta maaf dan pamit pergi. Tuhan, aku minta maaf. Tapi aku harus
melakukan ini, agar ke depan aku tidak mengacaukan segalanya.
***
Perasaannya kacau. Apalagi setelah
pembicaraan dengan Reni beberapa waktu lalu. Kabar gembira bahwa dia akan
berangkat bersama Nino ke Swiss pun tak menghilangkan rasa resahnya. Ada
sesuatu rasa yang dia tak mengerti. Sampai di perjalanannya pun dia tidak
menikmati apa pun. Nino hanya bisa geleng-geleng kepala. Rasa sesak di dadanya
semakin menjadi-jadi ketika mereka sampai di salah satu penginapan di St.
Morizt Lake. Keindahan danau dengan air yang biru kehijau-hijauan tidak begitu
berhasil menenagnkan hatinya. Dia juga tak mengerti apa ini. Sudah beberapa
minggu, tapi rasa ini tak bisa hilang. Annisa hanya bisa beristighfar. Ketika
sampai di lobi…
“Kata Mba Di, ada seseorang yang
juga fotografer dari kantor pusat dikirim juga kesini. Tapi Mba Di gak bilang
siapa. Hebat banget tuch Pak Faisal yaa? Sampai-sampai sewa jasa fotografer ke
Swiss pula…”, Nino terus ngomong panjang lebar, Annisa hanya manggut-manggut
tanda setuju saja. Dia tersadar ketika Nino menepuk lengannya…
“Non, lihat itu siapa… Jadi itu
fotografernya, hehehe!”, Annisa menoleh.
Seorang lelaki dengan jaket merah
batanya bangun dari duduknya. Topi merah
dikepalanya. Tersenyum.
“Hai..”, Tiba-tiba rasa sesak dihati
Annisa hilang begitu saja. Dan dia tersadar kalau dia sedang merindukan lelaki
itu. Adam.
Masih sabar tunggu kelanjutannya
kan…
^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar