Minggu, 18 September 2011

Better In Time 2 - Ungkapan Rasa



Musim semi hampir berlalu. Udara semakin hangat karena musim panas menjelang. Awal bulan Mei yang semakin indah buat Annisa, tapi tidak hari ini. Entah kenapa hari ini dia begitu cepat ke kantor. Sendiri. Bos dan yang lainnya juga belum datang. Dia hidupkan laptopnya dan mulai mengecek email. Ketika pagi itu dia mengecek emailnya, satu pengirim memaksa matanya terbelalak. Perasaannya kacau seketika.

Dari: Rizal Aulia <rij_aulia@yahoo.com>
Kepada: Annisa <namira.annisa@gmail.com>
Dikirim: Minggu, 3 Mei 2011 8:55
Judul: For the dearest squirrel  
Assalamualaikum..
Annisa, apa kbr? Sudah lama sekali sejak terakhir kali kamu membalas smsku. Nomormu sudah tak aktif, ganti nomor ya Nisa?
Annisa, to the point saja, I am about being crazy when I think about you. Aku tak pernah meminta rasa ini, aku juga merasa bersalah pada Rara. Tapi rasa ini memang lebih besar, mungkin kamu sudah bosan karena ratusan kali aku sudah mengatakannya.
Annisa, aku mohon jangan lari. Jangan membohongi diri sendiri, aku hanya ingin kita tetap seperti dulu. Nisa, suatu saat jika pun kamu urung kembali,aku akan datang. Menjemputmu di York.
Always love,
Rizal.


Hatinya sakit lagi. Sekuat tenaga dia berusaha lepas dari belenggu bernama cinta terlarang, kini hanya dengan sebuah email bersumber dari seorang lelaki bernama Rizal Aulia, semuanya serasa akan sia-sia. Matanya mulai berkaca-kaca ketika pintu kaca itu terbuka. Dia mendongak. Seorang lelaki dengan kemeja putihnya sedang menelpon dan terlihat tersenyum bahagia menuju ruangnya tanpa peduli keadaan sekeliling. Adam. Seukir senyum kembali terbentuk diwajah Annisa. Aku tak pantas menangisi ini lagi, aku harusnya tersenyum bahagia. Rabb, aku pasti kuat. Aku tak patut ketakutan kehilangan cinta, aku punya keluarga, punya teman yang baik, punya atasan yang selalu membuat perasaanku baik, dan yang terpenting aku punyaMu, Rabb.

Beberapa bulan berlalu sejak Adam datang. Mungkin perasaan biasa ketika seorang fan bertemu idolanya, apalagi ini dalam konteks atasan dan karyawan. Tapi beberapa saat terakhir, Annisa merasakan sesuatu yang berbeda ketika melihat senyuman Adam. Lelaki itu jarang tersenyum. Wajahnya selalu serius. Namun ketika dia tersenyum, ada sesuatu yang menarik mata Annisa. Dia ikut bahagia. Entah apa yang dipikirkannya, yang jelas ini hanya perasaan biasa menurutnya, toh, ketika dia melihat sahabat-sahabat kecilnya (Carolyn, Kataryne, dan Anne) tersenyum juga secara tidak langsung membuatnya bahagia. Ada aura positif disana. Makasih Allah telah mengirimkan senyuman Pak Adam untuk hari ini, walaupun senyuman bukan untukku, tapi itu cukup mengirimkan aura positif hari ini.
Ketika sedang sibuk dengan pikirannya, dia mengacuhkan email itu. Pintu kaca kembali terbuka, dan  kali ini, segerombolan rekan kerjanya masuk.  Annisa mungkin sudah merasa lebih baik, tapi ada satu sudut hatinya yang masih resah. Hari ini tidak begitu padat, dia menyempatkan diri berdialog dengan Tuhannya.


***

“Mba, kak Rizal ngirim aku email”, suara Annisa sedikit lirih, tapi itu cukup menarik perhatian Reni yang sedang melipat mukenanya sesaat setelah mereka shalat dhuhur. Pantes kamu keliatan sedikit resah hari ini.

“Nisa… what did he say? You oke?”, Annisa hanya tersenyum tipis. Reni tahu ini merupakan hal paling berat buat wanita yang lebih muda 4 tahun darinya itu. Mengalirlah cerita dari mulut Annisa. Reni sedikit prihatin melihat Annisa. Tapi disatu sisi, dia merasakan adanya banyak perubahan pada Annisa selama ini. Kamu keliatan lebih kuat, Nis. Apa hatimu sudah siap untuk hal yan baru itu? atau memang sudah ? Reni belum berani berandai-andai.

***

Sudah menginjak tiga bulan dia berada di York dan itu berarti sudah 3 edisi majalah You & Me keluar saat dia berkuasa disana. Tidak ada kendala yang signifikan. Yang dia rasa semakin berat adalah ketika jantungnya semakin kencang berdebar ketika mata itu memandangnya. 

Semakin hari, Annisa semakin membuatnya hilang konsentrasi. Tapi inilah Adam, dia akan tetap berusaha memendam dan mencoba professional. Apalagi menurut pendapatnya, Annisa seolah tak membalas rasa itu. Minggu lalu saja beberapa kejadian konyol terjadi, salah satunya ketika ingin ke toilet, mereka hampir bertemu dilorong itu, ketika Adam menyadari keberadaan Nisa, dengan gerakan yang sedikit kacau, Adam berpura-pura menuju meja kerja Lulu yang memang dekat dengan lorong menuju toilet. Sampai disana, dia malah bengong. Lulu malah senang.

“Iyya, Pak Adam! Ada yang bisa Lulu bantu?”

“Hmm…saya mau ke toilet, sebenarnya, hehe?”, ucapnya kaku. Para staf memandang aneh kearahnya. Dia melangkah cepat.

“Hahaha…dikira meja lu toilet Lu. Kenapa siyh Pak Adam? Aneh!”, Nino menertawakan Lulu.
Annisa yang ogah ikut campur langsung menuju meja kerjanya. Seseorang memperhatikan kejadian itu. Reni. Pak Adam aneh, keliatan sangat  menghindari bertemu Annisa. Ada apa yaa? Si Nisa malah biasa-biasa saja.

Juga ketika rapat edisi Summer untuk bulan Mei minggu lalu. Adam begitu serius memaparkan ide-idenya. Dia juga begitu serius menanggapi ide-ide bawahannya. Semuanya dikritis dan ditanya secara detail. Kebetulan Nino dan Annisa ada sesi pemotretan. Mereka menyusul rapat hampir satu jam berlalu. Ketika Annisa masuk dan wanita melihat sekilas kearahnya yang sedang berdiri gagah di depan, rasa grogi menyerag seketika. Perkataannya mulai kacau. 
Pensil dipegangannya berapa kali jatuh.

“Pak, maaf bukannya tadi bapak bilang kebalikannya?”, Tanya Putra yang sedikit mulai kebingungan.

“Oh..eh, iya..maksud saya begini…”, perkataannya mulai lancar kembali ketika Annisa mulai sibuk dengan laptopnya. Annisa memang jarang melihat kearahnya. Itu sangat disyukurinya.

Reni juga memperhatikan hal itu, dia melihat bergantian kearah Adam dan Annisa. Ketika sesekali Annisa menoleh kearah Adam, ada segurat tingkah aneh pada Adam. Dan yang paling Aneh, Annisa biasa-biasa saja. Menunduk dan menoleh lagi, tanpa ada yang dipikirkannya. Apa siyh ini? Pak Adam keliatan sangat bodoh jika Annisa melihatnya. Apa ini? Enggak Ren, ini cuma kebetulan. Dan kecurigaan Reni tidak berjalan panjang. Dia hanya menyimpan kebingungannya sendiri.

***

Dan hari ini Adam mulai resah dengan perasaannya sendiri. Tadi pagi sejak menelpon ibunya di Turki, perasaanya begitu senang. Dia belum berani bercerita banyak tentang apa yang dia alami. Dia asik memutar-mutar kursi kerjanya. Seketika dia melihat kearah salib di depannya. Tuhan, kenapa perasaan ini malah kepada wanita itu? kenapa hatiku tidak bole memilih? Beri aku petunjuk, apa yang harus kulakukan. Aku mulai merasa tidak nyaman. Dia berbeda Tuhan. Amin.

Tiba-tiba dia bangkit. Kakinya begitu saja melangkah keluar. Meraih gagang pintu dan membukanya. Beberapa pegawai melihat kearahnya. Dia tidak peduli. Sekarang matanya mengitari ruangan itu dan mencari sosok itu. Tidak ada. Kemana dia?

“Pak Adam, ada apa?”, Reni bertanya. Adam hanya menggeleng dan kembali melihat sekeliling. Aha! Itu dia! Wanita itu sedang khusu’ berdoa diatas sajadahnya. Liat Tuhan, apa pantas perasaanku untuknya? Tidak Adam! Pertanyaan itu dikembalikan padamu, apa pantas kamu mencintai wanita yang berbeda denganmu. Perbedaan yang sangat mendasar. Tidak.

Adam lama diam.

“Pak Adam! Are you Ok?”, Tanya Reni lirih. Adam menoleh. Dia tersenyum kecut dan kembali masuk keruangannya.

Sekarang dia berdiri tepat di depan salib itu. berpikir keras sambil terus memohon doa pada Tuhannya. Satu sisi dirinya membatin.  Adam Yusuf, lihat apa yang terjadi padamu gara-gara rasa itu? kerjamu hampir berantakan. Itu masih bisa diterima jika wanita itu satu keyakinan denganmu, toh kamu bisa merubahnya. Tapi dia berbeda. Dia tak pantas membuat kamu begini. Satu sisi lain bersuara. Tidak Adam! Annisa tidak salah. Perasaanmu juga tidak salah. Dia tidak pernah meminta dicintai. Selama ini juga dia terlihat biasa-biasa saja. Jangan menyalahkan dia. Kamu sendiri yang perlu berbenah.

“Tuhan, apa yang mesti aku lakukan? Aku lemah, Tuhan! Bantu aku!”, ucapnya lirih.
Tiba-tiba hpnya berbunyi. Agnes. Apa mungkin in jawabanMu?
Masih ingat Agnes? Salah satu idola Annisa. Dan dia adalah teman dekatnya Adam. Sekian lama Agnes memendam rasa pada Adam. Ketika dia mengungkapkan, Adam hanya bisa meminta maaf. Sebelum memutuskan ke York, keluarga besar Adam menganjurkan Adam menikah dulu sebelum berangkat. Dan Agnes adalah calon yang paling kuat. Adam menolak. Komunikasi putus. Dan baru hari ini Agnes muncul lagi, disaat dia dilemma.

***

Beberapa hari berlalu…

Setelah kerja yang sangat berat, akhirnya edisi pertama musim panas terbit.
Adam tidak masuk. Hampir 4 hari. Semua karyawan bertanya-tanya. Annisa yang biasanya cuek, hari itu mulai resah. Pak Adam gak masuk lagi. Ini sudah hari ke tiga. Apa dia sakit yaa?? Biasanya atasannya selalu mengabari jika ada tugas diluar, tapi kali ini tidak ada berita. Sampai dering telpon di meja Reni menjawab segalanya.

“Reni, ini mba Diana. Apa kabar semuanya?”, setelah berbasa-basi tibalah di topic utama.

“Sebelumnya mba Di minta maaf atas nama Adam yaa?”

“Lho kenapa Mba? Iyya niyh Mba, Pak Adam sudah beberapa hari tidak masuk kantor. Hpnya juga tidak aktif, apartemennya dikunjungi tapi kata front officenya sudah dua hari tidak pulang. Apa ada masalah dengan Pak Adam, Mba?”, Annisa berusaha memasang telinganya. Kali ini dia betul-betul ingin tahu.

“Iyya, sebenarnya itu yang mau Mba sampaikan. Ini gak da hubungannya dengan kalian. Kalian kerjanya bagus, malah Mba dapat laporan hasil penjualan meningkat. Adam tiba-tiba muncul dikantor pusat dan minta dipindahkan kembali kesini karena ada urusan pribadi. Kata Adam dia sudah meletakkan surat pemberitahuan untuk kalian dimejanya. Sudah dilihat Ren?”,

“Belum Mba, kebetulan dua hari ini belum masuk ruangan Pak Adam. Kalau boleh tahu, Pak Adam ada urusan mendadak apa Mba? Kenapa mesti menghilang tiba-tiba?”

“Hmm..gini Ren, sebelum berangkat ke Inggris, keluarga Adam sudah menjodohkannya dengan Agnes, tapi dia masih belum siap. Tapi kepulangannya kemarin bilang kalau dia sudah siap bertunangan dan akan bekerja di Jakarta saja. Mba juga sempat bingung, tapi begitu lah Adam. Mohon disampaikan permintaan maaf kepada semuanya”.

Pembicaraan berakhir. Dan sekarang semua jelas alasan kepergian Adam. Tapi itu malah membuka tabir baru. Kecurigaan Reni dan ternyata Nino yang juga memperhatikan seperti terjawab. Adam seolah pergi, ingin melupakan perasaanya kepada Annisa karena merasa tak berbalas. Nino dan Reni yang beranggapan Adam mempunyai rasa pada Annisa memandang prihatin pada Annisa, sedang dia hanya bisa bingung. Dahinya berkerut.

“Ada apa siyh?”. Reni dan Nino saling berpandangan dan mengedikkan bahu.

***

Annisa termenung. Adam mau bertunangan. Tidak, tidak. Apa urusanku? Kemudian dia teringat Nino dan Reni. Sepertinya ada yang disembunyikan. Dia pun bertanya pada Reni saat kesempatan break makan siang.

“Ada apa siyh Mba ?”

“Ada apa, apanya?”, Reni sebenarnya mengerti apa maksud pertanyaan Annisa.

“Mba, jangan pura-pura bodoh deh!”

“Siapa yang bodoh? Kalau bodoh gak mungkin mba kerja di You & Me”, ucap Reni sambil tersenyum.

“Mba..”, dan kini wajah Annisa yang membuat Reni tidak bisa mengelak lagi.

“Nis, kamu memperhatikan dua bulan terakhir sikap Pak Adam?”, Annisa menggeleng polos.

“Emang kenapa?”, Sudah kuduga, kamu pasti tidak sensitive. Karena kamu sudah duluan membentengi diri dari segala kemungkinan.

“Kalo kamu perhatikan, Pak Adam itu keliatan bodoh setiap ada kamu, tepatnya kalau kamu melihatnya”, dan kini Annisa benar-benar tak mengerti.

“Nisa, Pak Adam itu keliatan grogi saat ada kamu. Itu mungkin karena dia punya rasa pada kamu!”, Deg. Jantung nisa berdetak kencang. Pak Adam suka sama aku? Gak salah dengar?

“Enggak ah Mba! Jangan mengada-ada. Kalau pun iya, jadi kenapa Pak Adam pergi?”

“Itu karena dia merasa perasaannya tak berbalas”, kali ini Reni menekankan kalimatnya sambil melihat tepat kearah mata Annisa. Annisa jadi salah tingkah.

“Jadi perkiraanku, Pak Adam merasa dari pada pekerjaannya kacau karena cinta tak berbalas, lebih baik dia mundur dan kembali kepada yang telah pasti menunggunya di Jakarta. Agnes.”

Ada perasaan aneh menjalar ke seluruh tubuh. Perasaan kehilangan. Annisa diam.

“Kamu gak suka kan sama Pak Adam?”, Tanya Reni kemudian dan sukses mengacaukan pikiran Nisa.

“Apa Mba?”

“Mba Tanya, kamu gak suka kan sama Pak Adam”, kali ini Nisa hanya diam. Biasanya dia bisa langsung menjawab ketika beberapa orang teman Indonesia di Inggris menyatakan cinta. Tapi kali ini dia diam. Dia juga bingung. Toh, biasanya memang dia tidak merasa apa-apa pada Adam.

“Kok kamu diam Sa?”. Nisa memandang Reni dengan pandangan yang membuat Reni iba. Jangan-jangan kamu suka sama Pak Adam.

Annisa menunduk lemah.

“Aku gak ngerti Mba!”. Ternyata benar kamu suka. Satu sisi aku senang Sa, kamu bis lepas dari Rizal tapi satu sisi… Pak Adam berbeda Sa, kamu harus mengerti. Ya Rabb, bantulah Annisa.

***

Dua bulan berlalu… bulan Juli menyapa… pertunangannya tinggal menunggu hari. Dan hatinya tak tenang sebelum ibunya tahu isi hatinya.

“Adam kenapa tak cerita dari dulu? Seolah-olah kamu tak ada masalah, padahal..”

“Ummi, Adam minta maaf tapi Adam malu, cemas kalau Ummi cemas berlebihan..”

“Nak, ini Ibu kamu. Tak ada batasan antara ibu dan anak. Setidaknya kalau Ummi gak bisa bantu, Ummi bisa mendengar… coba ceritakan dengan detail, siapa wanita itu?”. Jeda sejenak.

“Dia seorang muslimah juga, sama seperti Ummi. Namanya Annisa Namira…”, mengalirlah cerita dari mulut Adam. Ibunya hanya bisa terpana. Kisah cintanya hampir sama dengan yang dialami anaknya. David, lihat! Anakmu juga mencintai seorang wanita Muslim persis seperti engkau dulu mencintaiku. Tapi bedanya, cintamu berbalas, tidak cinta anakku. Cintanya bertepuk sebelah tangan. Hatinya sakit sekarang. Adam…kamu tampan, Allah memahatmu dengan sangat baik! Tapi ironisnya dua kali jatuh cinta, dua kali pula tak berbalas.

“Adam, dengar ummi nak! Kamu ingat gak kejadian beberapa tahun lalu ketika kamu pertama kali suka sama seseorang. Siapa namanya? Cindy. Kamu juga tertekan begini, karena alasan perasaanmu tak berbalas. Nilai-nilai mu turun drastis. Itu karena kamu ketakutan mengungkapkan perasaan itu.Tapi ketika kamu memberanikan diri mengungkapkannya tanpa mengharap apa-apa, kamu seperti kembali seperti dulu. Walaupun perasaan tak berbalas, tapi setidaknya kamu tak lagi tertekan, ingat tidak?”,

“Iyya Ummi. Adam ingat. Tragis sekali nasib Adam ya? Dua kali jatuh cinta, dua kali tak berbalas”, ucapnya.

“Bukan itu inti dari pembicaraan Ummi, Adam! Ungkapkan kalau memang itu bisa membuatmu lebih baik. Jangan memikirkan respon Annisa. Yang penting kamu sudah mengatakannya, kalau pun tak berbalas, yang penting beban sudah tak ada lagi. Minta maaf padanya jika perasaanmu tak membuatnya nyaman, tapi kamu akan berusaha professional. Karena Ummi yakin, sebenarnya bebanmu adalah ketika kamu pendam sendiri rasa itu”, Adam seketika mendapatkan pencerahan. Ibunya benar. Tak ada salahnya berbicara. Toh, dia tak berharap apa-apa.

“Ummi…makasih!”, dia mulai tersenyum.

“I love you Adam, tell me soon after you do that!”.


***

You & Me Jakarta.

Adam melangkah menuju ruang kerjanya, ketika dia melihat sepupunya Diana tengah begitu asik menelpon. Dia berusaha tak peduli, namun seketika perhatiannya beralih…

“Oh… kebetulan sekali. Kami punya fotografer handal di York, iyya..dua orang, Annisa dan Nino. Nanti jika memang sudah pasti, saya hubungi kantor cabang disana, biar mereka mengirim mereka berdua ke St. Moritz”.
Kebetulan yang sangat indah. St. Moritz. Tempat yang tepat menyatakan cinta. Adam tersenyum penuh arti.

“Dari siapa Mba?”

“Dari Faisal, dia mau resepsi bulan depan katanya setelah menikah minggu depan, dia mau foto pre-wedding di Swiss, di St. Moritz maunya… gila banget tu orang, sukses banget usahanya”, Adam manggut-manggut.

“Udah ada fotografernya? Aku aja ya Mba!”, Tanyanya pura-pura tidak tahu.

“Enggak-enggak, kamu mau tunangan sepuluh hari lagi, bisa jadi berangkatnya di hari-hari itu… lagian sudah ada Nino sama Annisa.”

“Yaah Mba, aku tahu banget daerah itu. Dulu kan aku pernah beberapa bulan disana. 

"Memangnya si Nino tahu?”, dia sengaja tidak menyebut nama Annisa, jadi wanita itu bisa tetap direkomendasikan. Tentunya bersamanya.

“Iyya juga yaa,  tapi acara pertunang…”

“Siapa yang mau tunangan Mba? Aku udah putuskan membatalkan pertunangan ini…”, Diana terbelalak. Terkejut.

***

Dan benar saja, Adam benar membatalkan pertunangannya lagi. Berulangkali meminta maaf pada Agnes dan keluarganya. Dia tahu ini bakal membuat semuanya kacau, dan memang benar. Ayah dan kakeknya marah besar. Adam hanya bisa meminta maaf dan pamit pergi. Tuhan, aku minta maaf. Tapi aku harus melakukan ini, agar ke depan aku tidak mengacaukan segalanya.

***

Perasaannya kacau. Apalagi setelah pembicaraan dengan Reni beberapa waktu lalu. Kabar gembira bahwa dia akan berangkat bersama Nino ke Swiss pun tak menghilangkan rasa resahnya. Ada sesuatu rasa yang dia tak mengerti. Sampai di perjalanannya pun dia tidak menikmati apa pun. Nino hanya bisa geleng-geleng kepala. Rasa sesak di dadanya semakin menjadi-jadi ketika mereka sampai di salah satu penginapan di St. Morizt Lake. Keindahan danau dengan air yang biru kehijau-hijauan tidak begitu berhasil menenagnkan hatinya. Dia juga tak mengerti apa ini. Sudah beberapa minggu, tapi rasa ini tak bisa hilang. Annisa hanya bisa beristighfar. Ketika sampai di lobi…

“Kata Mba Di, ada seseorang yang juga fotografer dari kantor pusat dikirim juga kesini. Tapi Mba Di gak bilang siapa. Hebat banget tuch Pak Faisal yaa? Sampai-sampai sewa jasa fotografer ke Swiss pula…”, Nino terus ngomong panjang lebar, Annisa hanya manggut-manggut tanda setuju saja. Dia tersadar ketika Nino menepuk lengannya…

“Non, lihat itu siapa… Jadi itu fotografernya, hehehe!”, Annisa menoleh.
Seorang lelaki dengan jaket merah batanya bangun dari duduknya.  Topi merah dikepalanya. Tersenyum.

“Hai..”, Tiba-tiba rasa sesak dihati Annisa hilang begitu saja. Dan dia tersadar kalau dia sedang merindukan lelaki itu. Adam.





Masih sabar tunggu kelanjutannya kan…
^_^






Tidak ada komentar:

Posting Komentar