Dear Allah...
Aku masih malu menyapaMu ^_^
Hai Allahku Yang Maha Pengasih...
Terima kasih buat pagi ini, aku masih berkesempatan melihat duniaMu yang indah ini...Walaupun ada insiden kecil pagi hari ini (Aku belum tahu dampaknya, tapi aku merasa cemas luar biasa...Untuk ini, ku mohon permudah jalan ke depan agar menemukan solusi tanpa menyakitinya...Amiiin.)
Sebenarnya aku ingin menulis tentang insiden itu, tapi aku belum siap karena endingnya juga belum berani ku kira-kira...
Dear Allah, ini suratku yang ketiga di hari ketiga aku menulis untukMu...
Mudah-mudahan tulisanku sudah lebih baik (karena di surat pertama masih campur aduk, heheheee)...
Hari ini aku masih ingin menyinggung masalah pelajaran penting yang Kau limpahkan kepada kami... kalau kemarin melalui orang-orang pilihan yang menjadi pahlawan, hari ini aku teringat beberapa kisah yang di bawa teman-teman dari keyakinan yang berbeda dari kami (Islam).
Aku tahu, mereka sebenarnya juga umatMu tapi mereka yang belum meyakini Dirimu, Ya Rabb...
Perbedaaan agama memang membawa perbedaan besar dalam kehidupan kita, tapi satu sama lain kita bisa belajar...
Kisah ini kuingat saat tadi pagi aku sedang merindukan suatu tempat di belahan dunia lain. Santa Cruz sebuah kota kecil di California, USA. Sudah 3 tahun lebih sejak aku menginjakkan kaki disana. Rinduuuu... Ya Allah (Untuk kerinduanku ini, aku memohon agar bisa menginjakkan kaki lagi disana, Amiin - tak ada yang tak mungkin bagiMu ^_^). Kerinduanku pada my host Mom, Cynthia Young Schuette and family, juga yang paling besar pada teman-teman seperjuangan dari Indonesia sertaAyano Hirihara (salah satu teman karibku dari Jepang).
Ketika kerinduan melandaku, biasanya aku melihat gambar-gambar mereka. Dan hari ini bukan hanya kebahagiaan yang Engkau anugerahi ketika melihat senyuman-senyuman itu tapi satu ide yang muncul di otakku ini (Aku menyanjungMu Ya.. Allah, Thanks for that). Kenapa aku tidak menulis sesuatu tentang mereka?? Hmm..tapi bukannya itu terlalu luas. Dan mungkin karena melihatku malah kebingungan sendiri dengan ide itu, Kau arahkan aku untuk menulis sesuatu yang baik tentang keluarga angkatku serta teman-temanku dalam hal ini yang berbeda keyakinan denganku (Non Muslim).
Pelajaran pertama yang paling membekas dari mereka adalah begitu konsistennya mereka terhadap ibadahnya. Salah satu teman dari Indonesia, kebetulan dia berasal dari Surabaya (kalau tidak salah..duu, penyakit lupa ku mulai menyerang. Allah bantu aku untuk sembuh, amiin). Seorang gadis cantik, pintar, dan calon arsitek (dan sekarang entah sudah berapa negara dia jelajahi, dia hebat). Namanya Maria Bernadet Karina Dewi. Ria, begitu aku menyapanya, beragama Kristen Katolik. Satu orang lagi bernama Santri Datuan, seorang gadis manis dan pintar berasal dari Palu. Dia beragama Kristen Protestan.
Pagi itu, on the very first days in Santa Cruz, kami bangun pagi-pagi dan bersiap-siap ke kantin penginapan kampus (University Inn). Bersama dengan Ega (kamar kami bersebelahan), aku menuruni tangga dan bertemu Ria di kantin dan mba San (Mba Santri adalah senior kami). Makanan mungkin adalah bagian culture shock pertama (Oh.. Tuhan, aku ingat aku harus makan waffle di hari pertama itu sedang aku buta rasa dan baunya, hari-hari selanjutnya kami sudah mengenal scramble egg - I love it). Awalnya aku menghabiskan waktu hampir 10 menit memandangi makanan di hadapanku (Ck..ck..ck) sedang Ega geleng-geleng melihat tingkahku. Aku menenangkan diri dengan meminum Jus Orange+Guava yang langsung kusadari uenak dan suegerrrr (yeng kemudian jadi minuman andalanku dan selarang aku merindukannya, hikkksss). Ria duduk di meja yang sama, dan sebelum menyentuh apa-apa dari bagian sarapannya, dia menggenggam kedua tangannya tepat di dadanya dengan wajah sedikit menunduk. Dia berdoa. Hal selanjutnya yang dia lakukan adalah membuat simbol salib di sebagian tubuhnya. Ega dan aku saling memandang. Engkau menegur kami Ya Rabb ^_^ melalui Ria. Tak lama Mba San juga duduk di meja yang sama dan melakukan hal yang sama, but She didn't do the last one (karena beliau Protestan). Aku dan Ega saling memandang lagi dan tersenyum. Aku yang tadinya langsung meminum Jus tanpa basa-basi merasa sangat malu padaMu.
Walaupun aku malu, tapi tak jarang hal yang sama terulang. Apalagi di saat dinner time. Kami pulang menjelang senja dari kampus dengan berjalan kaki hampir 10 menit. Cuaca musim semi menyenangkan, tapi sedikit dingin bagi kami. Dan seharian belajar di tambah cuaca yang lumayan dingin membuat cacing di dalam perut pun meloncat-loncat seolah protes agar segera di beri makan. Bersama kami menuju kantin (dinner dimulai dari jam 5 dan berakhir menjelang isya, jadi jangan berharap akan dapat makan malam setelah jam itu) sebelum menuju kamar untuk mandi.
Menu hari itu serba-serbi chicken (Aku lupa nama-namanya, hiksss..). Ayam yang di potong kecil-kecil dan di goreng tepung bumbu dengan dua saus yang melengkapi, paha-paha ayam yang di masak dengan semacam bumbu kari dan paha-paha ayam yang dimasak dengan semacam bumbu semur (tapi rasanya jauuuuuh berbeda). Melihat menu-menu itu, di saat perut keroncongan adalah saat-saat yang paling indah (berkah yang aku syukuri sampai sekarang ^_^). Ku sambar piring dan kumasukkan beberapa potong paha ayam dan yang lainnya. Ku letakkan di salah satu meja, ku sambar piring yang lain dan mulai mengambil buah-buah segar tak lupa jus kesuakaaanku. Aku duduk bersamaan dengan Ria. Saat tanganku mulai menyambar potongan pertama, mataku melihat Ria dengan aktivitas sebelum makannya. Dia berdoa agar makanannya berkah. Dan lagi-lagi melalui dia, Engkau mengingatkanku untuk berdoa agar makanan yang kumakan tidak cuma menghilangkan laparku tapi menjadi suatu berkah di tubuh ku jasmani dan rohani. Aku malu sekaligus terharu. Faktanya, dari kecil mulai dari sebelum sekolah TK sampai di SD dan di pengajian, aku selalu di ajarkan berdoa. Tapi itu kurang berbekas di otakku ini dan Engkau yang Maha Bijaksana mengingatkanku melalui Ria dan Mba Santri yang ternyata keyakinannya berbeda.
Tak cuma itu, ketika Aku dan Oscar di undang ke rumah Cindy (My host mom). Keluarga itu saling memegang tangan dan berdoa. Yang aku pahami dari doanya, mereka bersyukur atas makanan hari itu dan memohon berkah. Aku berdoa kepadaMu hari itu, walaupun didalam hati tapi yang ku ingat, itulah doaku saat makan yang sangat kusyu'. Dan tak lama, aku tahu bahwa setiap keluarga disana berusaha bertemu saat makan malam dan mereka makan bersama serta tidak lupa berdoa. Pelajaran penting yang Engkau ajarkan melalui hambaMu yang berkeyakinan lain itu.
Suatu malam, Ria dan teman-teman yang lain berkunjung ke kamarku. Biasanya selesai magrib, aku mengaji beberapa ayat suci Al-Qur'an dan meletakkannya di bufet samping tempat tidur. Saat sedang asik-asiknya mengobrol, mata Ria tertuju pada Al-Quran kecil itu dan langsung meraihnya. Tanpa segan dia membukanya dan takjub melihat setiap kata-katanya dalam tulisan Arab.
"Ummi,bisa baca ini?", aku mengangguk dan tersenyum.
"Wow, tulisan Arab dan bersambung. Kecil-kecil pula. Berapa lama belajar membacanya?", tanyanya lagi dan aku tersenyum.
"Sejak kecil, Ri. Awalnya belajar tulisan dasar tak bersambung."
"Semua orang islam bisa Al-Quran ini?", tanyanya lagi.
"Harusnya begitu, tapi nyatanya tidak semua bisa. Itu balik lagi ke pribadi dan keluarga Ri. Kan yang paling berpengaruh itu keluarga dan lingkungan sekitar. Tapi harus bisa sebenarnya."
"Ooh..kalian hebat yaa", tambahnya sambil tersenyum simpul.
Pelajaran selanjutnya, dia tidak segan-segan menyampaikan kekagumannya terhadap mereka yang berbeda dengannya walaupun itu hal yang essential dan principal. Engkau Maha Mengetahui, Allahku. Thanks again for that.
Ria juga tidak pernah absen mengucapkan selamat lebaran juga ketika menyambut bulan suci Ramadhan walaupun aku tidak pernah melakukan hal yang serupa ketika dia menyambut hari besarnya dan kurasa dia mengerti (satu pertanyaan, apa begitu berdosa jika hanya ingin mengucap Allah?? niat hati bukan meyakini, mohon diberi petunjuk). Bukan niat memujinya begitu jauh, Engkau Maha Tahu bahwa aku hanya ingin berterima kasih atas segala pelajaran dalam hal sosial bermasyarakat ini. Saling menghormati dan menghargai.
Begitu pun ketika aku mempublish note yang berjudul "Alif dan Laila" yang lumayan menyentuh nuansa islami, Ria tidak segan membacanya dan mengomentarinya positively (aku teringat diri sendiri, ketika hal-hal yang menyangkut sesuatu yang berbeda dari agamaku, aku akan terus menghindar dan mengacuhkan padahal mungkin ada pelajaran hidup dan pelajaran sosial disana tanpa harus mengorbankan keyakinan kita).
Suatu senja aku berjalan pulang sendiri dari kampus menuju penginapan. Sendiri. Seorang cewek, menjelang magrib sendiri berjalan kaki di negara orang (lupa, entah kenapa aku di tinggal sendiri senja itu, hikkksss). Aku merasa cemas karena itu baru beberapa hari aku disana jadi masih merasa asing. Orang lalu lalang di jalan setapak itu, ketika aku ingin mengambil jalan pintas yang melewati satu gang namun ada beberapa toko disana, aku melihat sekelompok anak muda (dari gaya-gayanya semacam rappee or street dancer, kereen siyh). Aku langsung mengubah arah secara mendadak (kelihatan sangat kacau putaran arah tiba-tiba itu). Seseorang dari mereka yang kuingat berbaju putih dan bercelana gombrong besar bertopi merah tiba-tiba menyadari kekacauan sikapku..
"Hei..!", Deg, aku berhenti sejenak tapi sedetik kemudian aku melanjutkan langkah yang semakin besar (rencananya mau mengambil langkah seribu)
"Wait..! Assalamualaikum...", What?? ucapan salam kah itu?? tidak salah dengar? ucapan itu sedikit membuatku terkejut tapi aku tetap berusaha melangkah.
"A Muslim, why don't you give a smile?", perkataan selanjutnya ini yang akhirnya membuatku berhenti melangkah (KehendakMu, Rabb). Aku tersadar dari ucapannya, aku seorang muslim. Tak ada salahnya tersenyum, karena yang kutahu sedekah yang paling sederhana adalah senyum. Jadi tersenyumlah. Dan aku berbalik..
"Salam", jawabku sambil tersenyum.
"That's what I mean a Muslim, thank you!", ucapnya tersenyum ramah sambil melangkah pergi (denga gaya rapper banget...Aku suka^_^).
Bahkan dengan orang-orang asing yang kadang kita anggap tidak baik (perasaan terlalu parno), dari mereka pun Enkau bisa selipkan satu pelajaran.
Dear Allah, aku hanya memohon agar kami semua diberi keterbukaan hati dan pikiran dalam menerima segala pelajaran hidup dariMu. Juga yang paling penting, aku memohon agar Kau limpahkan kekuatan hati dan iman agar tetap terjaga untukMu. Amiin.
Aku mencintaiMu, Allah ^_^
Love,
Me ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar