Hmm…oke-oke, kita
memang belum ada hubungan apa-apa. Kita juga gak pacaran. Aku bukan kekasihmu,
kamu juga bukan kekasihku. Tapi kita lebih dari itu kan, Sa? Mereka tidak akan
mengerti, hanya kita berdua dan Tuhan yang mengerti. Nisa…aku punya keinginan.
Hanya keinginan kecil saja kok. Adam kemudian tersenyum. Seolah
menjawab pertanyaan Adam, Annisa menoleh ke belakang.
“What’s up?”, Adam hanya menggeleng polos dan mulai
sibuk lagi dengan pikirannya sendiri.
Adam memang jarang mengendarai mobilnya karena letak
kantornya hanya setengah jam berjalan kaki dari apartemennya. Apalagi Annisa,
walaupun apartemennya sedikit lebih jauh, dia lebih suka bersepeda, roller
blade atau berjalan kaki itu juga karena dia tidak punya mobil.
Hari ini, Adam
sengaja menunggu Annisa agar bisa pulang bersama. Yang ditunggu malah keliatan
ogah karena dia merasa tidak enak diliat teman-teman yang lain, walaupun
sebetulnya yang lain sudah dari tadi pulang. Jadi, seperti sekarang Nisa
berjalan beberapa langkah lebih cepat. Adam memilih diam, karena memang sedang
sibuk memikirkan sesuatu.
Keinginan kecil
tapi sangat penting buatku. Aku pengen banget liat rambutmu. Rambutmu lurus
kah? Ikal? Atau keriting? Hehehe, kalau keriting pasti lucu, imut.
Adam terkekeh. Merasa diperhatikan dari belakang,
Annisa menoleh lagi. Memasang ekspresi seolah-olah bertanya, “Ada apa siyh? Merhatiin aku kan?”
Adam hanya tersenyum dan kemudian melangkah menuju
Annisa, namun Annisa buru-buru melangkah juga. Hehe, jangan salahkan aku kalau aku memperhatikanmu lagi, Nisa.
Rambutmu panjang gak? Atau sebahu? Atau bahkan pendek sama sekali? Warnanya
apa? Hitam pekat kah? Kecoklatan or malah pirang? Hmm..kalau rambutmu panjang,
bergelombang dan hitam kamu pasti cantik banget. Adam takjub membayangkan
pikirannya. Tapi kalau rambutmu pendek,
pirang dan keriting mie, pasti kamu jadi cute banget Sa, hehe. Sekarang dia
malah terkekeh. Dan untuk kesekian kalinya Annisa yang merasa diperhatikan
menoleh, dan kali ini Adam melangkah cepat dan berdiri tepat di depan Annisa.
Memandangnya. Pandangan yang paling
dihindarinya. Annisa membuang muka dan melanjutkan langkahnya disusul Adam yang
tersenyum. Hmm..gimana cara bilangnya
yaa?? Dia marah gak yaa??
“Sa, may I ask you something?”, tanyanya dengan suara
kecil.
“Hmm..what’s that?”.
Adam mulai berpikir keras. No, no. Sepertinya tidak mungkin. Adam mulai mengulang
memori-memorinya. Beberapa kali mereka bertemu diluar tempat kerja, acara
pertemuan santai atau arisan para pegawai dirumah masing-masing. Pertama di
rumah Desy, ketika Desy tak segan hanya memakai selendang yang terkadang jatuh
dan memperlihatkan rambutnya, Nisa tetap dengan jilbabnya begitu pun ketika
dirumah Reni dan Lulu. Oke, mungkin itu bukan dirumahnya. Tapi, ketika giliran
huniannya yang jadi tujuan. Tetap, Nisa dengan rapat dan konsisten menutup
rapat rambutnya. Seolah-olah ada rahasia besar yang tidak boleh diketahui orang
lain. Hmm..kaya’a gak akan berhasil.
Merasa Adam terlalu lama diam, Annisa menoleh..
“Mau minta apa siyh, Mr.Adam? lama banget mikirnya,
gak minta macam-macam kan?”, tanyanya dengan mata penuh selidik. Adam terkekeh.
“Hmm…hanya mau minta jalannya jangan cepat-cepat. Kan
gak ada yang mesti dikejar, hehehe”
“Maksudnya?”
“Yaa, kan kalau pagi ketika kamu ke kantor, kamu
jalannya cepet karena kamu takut telat, kan? Kebiasaan siyh!”, Annisa tersipu
namun mukanya langsung sewot.
Dia sedikit
prihatin melihat perubahan wanita cantik itu. Mba Desy, dulu diawal
kedatangannya ke Inggris, penampilannya cantik dan rapi. Sekarang bukan tidak
rapi atau cantik, tapi ada perubahan. Tiga bulan lalu, jilbabnya rapi terpasang
di kepalanya dan menutupi seluruh mahkotanya. Tapi beberapa minggu terakhir,
satu persatu pin jilbabnya hilang. Dia juga menyadari tak sebaik wanita muslim
lain dalam menggunakan jilbab, yang penting mahkotanya tertutup dan ujung
jilbabnya di ikat ke belakang. Sesekali dia sesuaikan dengan bajunya. Tapi,
yang membuatnya makin prihatin hari ini, malah semua pinnya hilang. Wanita itu
jelas cuma mengenakan pasmina di atas kepalanya yang sesekali jatuh dan itu
artinya rambutnya kelihatan seluruhnya.
Duuuch...kalau udah begini bisa jadi besok pasmina pun akan tinggal sejarah.
Tidak, masih ada waktu. Usaha, Nis!
“Mba Des...
sehat?”, sapanya pagi itu. Pertanyaan konyol. Toh, tiap hari juga ketemu. Meja
kerjanya pun tak seberapa jauh. Ke kantin selalu bareng. Shalat juga bareng.
Yang ditanya bengong.
“Sehat, Sa! Kamu
dech yang kaya’a agak sedikit kurang sehat”, candanya sambil tersenyum.
“Hehee, ko malah
Nisa dibilang kurang sehat mba?”
“Abis, kita
ketemu setiap hari dan kamu bisa liat aku sekarang sehat walafiat gini, malah
nanya..ada apa siyh? Ada masalah sama si bos?”, kalimat tanya terakhir sengaja
diucapkan sekecil mungkin. Desy tersenyum menggoda.
Annisa sewot. Beeuh, kenapa mesti dikait-kaitkan siyh?
Selalu saja makhluk itu ada dihari-hariku.
“Abis Nisa liat,
mba Desy berubah beberapa hari ini... apa kegerahan gitu ya mba?”
“Heh?”
“Itu-tu..”, ucap
Nisa sambil menunjuk ke arah kepala Desy. Yang dituju merasa salah tingkah.
“Hehe, trus?”
“Lha, ko terus?
Penitinya hilang ya mba? Atau uangnya gak cukup untuk beli peniti lagi?”,
ucapnya polos dengan wajah serius. Bukan tersinggung, Desy malah terkekeh.
“Lagi nyaman
gini, Sa. Gak apa-apa ya?”, ucapnya penuh permohonan. Lebai.
“Aneh, ko minta
excuse ma Nisa siyh? Allah ngeliat lho mba? MalaikatNya juga liat, heheheee..
tapi ini serius lho mba, suami apa enggak apa-apa sama penampilan mba gini?”,
tanyanya dengan mata memicing.
“Hehe, kena
teguran siyh. Cuma mba bilang lagi nyaman gini, yah si mas cuma geleng-geleng.
Pun, si mas lagi pulang ke Indonesia, hehehe”, ucapnya penuh kemenangan.
“Wadduch..malah
udah kena tegur, tapi tetap juga. Ini serius yang kedua lho mba..”, Nisa
memasang wajah serius.
“Takuuut..serius
amat, Sa!”
“Mba tahu kan
hukumnya memakai hijab atau jilbab?”, Mba Desy mengangguk.
“Apa hukumnya?”,
“Wajib kan?”,
Annisa menggangguk.
“Dalam surat Al
Ahzab.59 udah sangat jelas lho mba, sebentar, Nisa gak hafal”, Nisa buru-buru
mengambil Al-Qur’an miliknya setelah membaca ayat yang dimaksud kemudian membaca
terjemahannya.
“Wahai Nabi katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin:
Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk di kenal karena itu mereka tidak di
ganggu.Dan Allah adalah maha pengampun dan penyayang. (Al
Ahzab.59)”.
Desy mengangguk
tanda mengerti.
“Jadi Allah
mewajibkan kita memakai jilbab bukan karena tidak ada alasan. Pertama karena
itulah identitas wanita muslimah dan kita seharusnya patut berbangga karena
dengan jilbab, kita dihargai dan dihormati. Karena dalam surat yang sama juga
dikatakan dengan jilbab akan menghindari dari perlakuan tak senonoh,” ucap Nisa
panjang lebar.
“Merasa
bersalah!”, ucap mba Desy agak sedikit berlebihan dengan wajah yang terlalu
dibuat-buat. Nisa merasa harus lebih membuatnya mengerti kalau ini tidak
main-main. Hmm..gimana caranya yaa??
“Serius yang
ketiga mba. Mba Desy pasti juga satu ayat dalam Al-Quran yang salah satu
intinya menyinggung tentang terhapusnya pahala karena tidak menggunakan jilbab.
Apalagi mba yang udah berjilbab rapi, sekarang malah jilbabnya mau hilang.
Kasihan mba, udah beribadah banyak tapi gak ada pahalanya”, Desy mendongak dan
mulai terpancing.
“Serius yang
keempatnya mba, aurat kita kan hanya tak berdosa dilihat bagi mahram atau
sedarah juga oleh suami. Nah, sepengetahuan Nisa niyh, kalau aurat kita
terlihat atau dilihat oleh lelaki yang bukan mahram atau suami kita, maka
tanggungjawabnya lelaki itu harus menikahi kita, setahu Nisa yaa!!”, Aku lupa pernah baca dimana, haddduuuuu...
“Really Sa?”,
Nisa mengangguk mantap melihat si terdakwa mulai terpengaruh.
“Jadi coba
hitung berapa lelaki yang udah liat auratnnya Mba Desy. Nino, Teguh, Mas Putra,
sapa lagi?”
“Duuch Nisa, kan
gak sampai segitunya juga”, Nisa terkekeh.
“Yang serius
keempat Nisa lupa sumbernya, tapi kurang reliable sepertinya, heheheee”
“Huuuu...dasaaar
Nisa!”
“Tapi mba, yang
serius sebelumnya beneran lho! Nisa maunya aurat mba itu biarlah si mas mu yang
punya mba, jangan laki-laki yang lain..”, ucap Nisa sambil melihat bergantian
ke arah rekan lelaki lainnya. Yang dilihat hanya bengong.
Desy hanya
tersenyum karena tak enak.
Namun tanpa
disadari, si Bos yang tadinya sempat disebut-sebut menikmati diskusi santai
pagi itu dibalik pintu masuk.
Seru juga Annisa... Ternyata
Sedetail itu Al-Quranmu itu membahasnya. Pantas saja kau rahasiakan sekali rambutmu itu.
Hmm... jika aurat dilihat
lelaki lain, makanya dia harus menikahi wanita itu.. heheheee
“Morning
guys!”, sapanya dengan santai dan seperti tak mengetahui apa-apa, si Bos
melangkah menuju ruangnya.
“Pagi
Pak!”, ucap mereka serentak.
Para
karyawan tergesa-gesa menuju meja kerja masing-masing. Termasuk Annisa yang
berusaha tak melihat ke arah lelaki itu.
Seminggu berlalu...
“Mba, aku gerah
niyh..temenin aku ke salon yuk, I want to have my hair cut!”, ucap Nisa sore
itu pulang kantor pada Reni, teman dekatnya.
“Emangnya mau
potong gmn?”
“Pendek dech,
yang penting gak gerah lagi. Gak udah lah ikut model-model, aku biasa aja”
“Hmm..kalau
gitu, daripada ke salon mending biar aku yang potong, gimana?”
“Mba Ren bisa ?”
“Bisa
donk, telat banget siyh kamu!”
Ada yang aneh
dengan penampilannya, pikir lelaki itu. Pagi itu, Annisa dan Nino bersama Adam akan
pergi ke rumah keluarga Faresh di asal India. Memburu berita dan foto untuk
profil kebiasaan keluarga india di Inggris. Sadar atau tidak, selain China,
India adalah bangsa yang paling banyak menduduki setiap belahan dunia ini.
Jadi, profilnya terkadang menarik untuk disimak.
Annisa
terengah-engah karena sudah telat. Mobil Adam sudah terparkir tepat di depan
kantor. Nino dan sang Bos sudah berada di dalam mobil dari 15 menit lalu.
“Hhhh..sorry
Pak! Saya telat!”, ucapnya sedikit ketakutan.
“Tak perlu
laporan!”, ucap Adam ketus. Menstarter mobilnya tanda Nisa harus segera masuk.
Nino mengejeknya usil. Begitulah Adam, dia akan sangat professional mengenai
pekerjaan, apalagi kalau kesalahan konyol masalah waktu.
“Tit..titit..tit..”,
sms masuk. Nino.
[napa lu bisa telat non?].
[semalam nginap dirumah mba Ren, jadinya
pagi ini mesti nunggu dia dulu, antar anaknya dulu ke penitipan di River
Street. Lu tau kan, lumayan jauuh.. telat dah aku, si Bos marah bener yaa?]
[entah. Lu tau sendiri dia
strict banget masalah waktu. Lu urus sendiri lah...hmm, kalian kan..ehem..bisa
diaturlah kalau lu yang bikin salah, hehehee]. Nisa sewot.
Tak dihiraukan sms itu lagi.
Dia sibuk mengatur napasnya. Sesekali melihat ke arah depan tepatnya Adam yang
sedang serius mengemudi. Lalu kembali sibuk memeriksa tas kerjanya. Tiba-tiba
ada sesuatu yang nongol dari balik jilbabnya. Poni. Wadduuu...ngapain juga niyh poni muncul. Mba Ren siyh, dibilangin gak
perlu potong poni. Huuuuuh..!!
Annisa
sibuk mencari sesuatu dalam tasnya. Penjepit. Horrai, dapat!! Sementara sepasang mata sesekali memperhatikan
gerak-geriknya yang dari tadi tak diam. Itu
dia yang berbeda darimu hari ini, Nisa!
Station
Avenue, kemudian melewati Hertz Rent-a-Car dan kemudian ke station Road. Jalan
sudah mulai ramai, orang-orang berjalan kaki memulai aktifitas
sehari-hari. Beberapa double
decker terlihat mulai ramai penumpang. Musim gugur dipagi hari juga terasa
sangat dingin. Daun-daun sudah mulai menguning. Sekarang telah mencapai Museum
Street, melewati sebuah jembatan kecil dengan memotong sebuah sungai kecil nan
cantik. Hmm..seandainya Indonesiaku bisa
memanfaatkan sungai-sungainya, pasti akan lebih cantik dari ini. Kapal-kapal
cantik juga sudah mulai beroperasi. York, salah satu kota cantik di Inggris.
Rumah-rumah dan bangunan masih sangat menjaga bentuk bangunan jaman, batu-batu.
Namun itu lah uniknya. Paling tidak tiap rumah tergantung sebuah vas bunga
gantung di dinding luar. Asri. Jalanannya penuh dengan garis-garis lalu lintas
dan tanda seperti “Keep Clear atau Bus Stop atau One Way”
***
Rumah itu memang besar. Keluarga
Faresh adalah salah satu keluarga keturunan India yang memiliki usaha yang
sukses di Inggris. Di York saja mereka punya beberapa cabang. Memasuki
perkarangan rumah itu, suasana india langsung terasa, apalagi ketika masuk ke rumahnya.
Banyak barang-barang berbau india di ruang tamunya, mulai dari lukisan Taj
Mahal, patung-patung dewa. Di ruang tengah, terlihat beberapa foto terpampang
dengan rangkaian buang melingkarinya, keluarga yang telah meninggal. Kini
giliran mendokumentasikan kebiasaan-kebiasaan mereka. Nino kebagian
mendokumentasikan kebiasaan anak-anak yang semuanya berkamar di lantai atas.
Annisa menuju taman belakang, ada semacam ruang khusus disana. Hmm, ternyata ruang khusus untuk para dewa. Karena
bergerak kesana kemari, tak disadarinya penjepit rambutnya jatuh, hingga poni
menyembul keluar. Setelah selesai dia menuju gazebo tempat si Bos dan Pak Fijai
dan istrinya sedang berbincang. Karena hari sudah menjelang siang, keluarga
Faresh berniat menjamu mereka.
Annisa yang tadinya menyimak pembicaraan si Bos
dan keluarga Faresh dan sesekali juga bertanya, mulai menyibukkan diri dengan
hasil jepretannya sesaat setelah Pak Faresh dan istrinya meninggalkan mereka
berdua duduk di gazebo itu. Hening. Adam menoleh kearah Annisa. Tumben banget!!
“Ehem…kamu agak
berbeda hari ini!”, Annisa menoleh. Bengong.
Tanpa
memperdulikan wajah Annisa yang kebingungan, Adam berdiri dan mendekatinya.
Sampai sangat begitu dekat. Annisa grogi sampai tak tahu harus apa. Wajah
didepannya tersenyum.
“Tuch, rambutmu
nongol!”, ucapnya serius diakhiri dengan senyum nakal. Aha! Ternyata lurus dan hitam. Pasti cantik, hehe. Tanpa merasa
bersalah, Adam meninggalkan Annisa yang kelabakan merapikan poninya. Ihh..kan, niyh gara-gara Mba Ren!
***
Nino melihat ke
belakang beberapa kali. Kebingungan melihat rekan cantiknya diam seribu bahasa
seperti kehilangan setengah nyawanya.
“Heh, kenapa lu
non?”, Annisa yang tadinya menatap keluar jendela mobil menoleh. Sesaat saja
dan melanjutkan lagi kegiatannya. Aneh.
Kenapa siyh tu anak! Adam melirik sekilas dan hanya tersenyum. Annisa
merasa berdosa, padahal perasaannya terlalu berlebihan. Berdosa gak yaa?? Jangan ya wahai Allah, itu kan gak disengaja.
Rapat selesai. Para staf sibuk membereskan
berkas-berkas rapat dan melangkah keluar. Annisa paling repot, karena Adam
membebankannya membereskan semua bahan rapat mulai dari bahan presentasi dan
lain-lain. Dan Adam sengaja memilihnya. Ketika semua telah melangkah keluar…
“Annisa…”, yang dipanggil menoleh.
“Iya, saya Pak!”
“Kapan kita menikah?”, Annisa shock, seluruh berkas rapat
jatuh dari tangannya. Mimpi apa aku
semalam? Gak salah dengar niyh?
Seseorang yang baru saja melangkah keluar, ternyata
belum menutup rapat pintu ruang itu. Desy. Terpana. Wow! Berita hebat niyh! Pak Adam melamar Annisa. Tanpa menunggu
detik selanjutnya, Desy melangkah penuh semangat ingin segera menyampaikan
berita yang dianggapnya gembira itu.
Melihat Annisa diam dengan ekspresi terkejut, Adam
merasa sedikit bersalah.
“Hmm..begini, beberapa waktu lalu saya sempat dengar
pembicaraan kamu dengan Desy tentang aurat perempuan islam. Tentang mengenakan
jilbab. Kamu bilang jika seorang lelaki melihat rambut wanita, harusnya lelaki
itu menikahi wanita tersebut, iya kan?”, Annisa bengong. Lalu mengangguk tanpa
berpikir lama.
“Jadi, kemarin kan saya sempat liat rambut kamu, so…
saya harusnya menikahi kamu kan?”. Annisa tambah bengong. Jadinya gara-gara itu??
“Ehem..gini lho pak…”, selanjutnya panjang penjelasan
dari Annisa. Adam mengangguk-angguk penuh arti. Sebenarnya aku sudah dengar semuanya Nisa. Hanya ingin melihat
responmu.
“Jadi kerudung
atau jilbab itu bukan hanya symbol agama islam. Lebih dari itu, kerudung itu
adalah identitas saya, wanita muslim. Kerudung saya adalah saya.” Adam terpana
mendengar kata-kata terakhir ini.
“Ciee.. yang udah dilamar…”, ucap mba Desy yang
diikuti ejekan yang lain. Annisa bengong. Cepet
banget beritanya. Seru juga niyh! Liat aja, kubuat penasaran. Hanya diam
dan tersenyum misterius.
Annisa menuju meja kerjanya. Reni hanya tersenyum ke
arahnya dari mejanya. Lulu dating tiba-tiba…
“Hei non, kapan lu jadiannya? Kok bisa secepat itu
dilamarnya?, tanyanya penasaran. Nino yang mendengarnya sekilas langsung
ikut-ikutan.
“Kaya’nya sejak menghilang di Switzerland berdua, ya
non?”, Annisa melotot.
“Hmm… Pak Adam sengaja kejar kamu kesana yaa? Pantes aja langsung balik
kemari lagi sejak memutuskan pindah kembali ke kantor pusat, rupanya udah
dapetin belahan jiwanya, cieee…”, Annisa makin tak enak hati. Tapi dia tetap
diam. Dia meraih hanphonenya.
[Sepertinya jadi
hot issue!]. Send
Adam yang membaca sms itu jadi bengong. Tapi karena
dia masih sedikit sibuk dengan pekerjaan editingnya, dia tidak meresponnya
dulu.
“Sa, kok diem aja siyh? Jawab donk!”, paksa Lulu.
“Iyya niyh Nisa, pake rahasia-rahasiaan lagi!”, Desy
ikut-ikutan.
Annisa yang dari tadi sibuk mengotak-atik tulisannya
mendongak dan tersenyum.
“Dari tadi yang tanya trus jawab sendiri siapa?
Perasaan aku gak ada kesempatan ngomong dech..”
“Oke-oke, maaf-maaf. So..”, sekarang wajah-wajah itu
menatapnya penuh arti. Menunggu kata-kata keluar dari mulutnya. Annisa
mendesah. Ternyata beneran penasaran.
Liat ini Mr. Adam yang terhormat akibat permainan anda!
Tiba-tiba suara pintu terbuka. Ruangan Adam. Semua
menoleh. Annisa bersyukur dalam hati. Akhirnya
pertanyaan-pertanyaan itu akan berakhir. Dia pikir semuanya akan segera
kembali ke meja masing-masing dan berhenti bertanya ketika si Bos datang.
“Ada apa ini? Kok pada kumpul?”, Tanya Adam tegas.
Bukannya ketakutan, karyawan-karyawannya itu malah
kompak tersenyum. Adam bengong. Desy buka suara. Ada apa siyh? Apa mukaku kurang cool sekarang?
“Hmm..jadi kapan nikahnya, Pak? Kami di undang kan?”.
Wajah tegas Adam tiba-tiba berubah drastis. Seriusly shocked. Adam melihat
kearah Annisa dan ekspresinya seolah-olah bertanya, Jadi ini maksud sms tadi yaa? Annisa hanya mengedikkan bahunya.
Adam mendesah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar