“Kita ketemu di Smith Park setengah jam lagi yaa, saya ke
gereja sebentar. ..”
“Memangnya ada apa pak?”, tanya Lulu.
“Ada seseorang yang mau saya kenalkan. See you around..”,
ucapnya sambil tersenyum dan mengayuh sepedanya ke arah Gereja Smith.
Annisa dan Lulu hanya diam. Itu karena mereka berdua
bingung. Mau pulang enggak bisa karena perintah si Bos.
“Sa, lu tau gak kita mau dikenalkan sama siapa?”, Annisa
menggeleng dengan wajah polos.
Setelah diam selama hampir 10
menit. Keduanya pun memutuskan berkeliling Smith Street lagi sambil menunggu
waktu janjian dengan si Bos. Lulu sibuk dengan handphonenya sedang Annisa sibuk
dengan pikirannya sendiri.
Seseorang yang
mau dikenalkan? Siapa ya? Kenapa Adam belum ngomong apa-apa?
Setengah jam lewat sedikit pun berlalu...
“Sa, udah hampir 35 menit niyh!”, Lulu yang masih saja sibuk
dengan handphonenya menyadari kalau mereka akan telat janji sama si Bos. Dan
mungkin itu akan berakibat fatal. Mengingat Mr. Adam sangat tepat waktu.
Annisa terkekeh. Syukur
lu sadarnya baru telat 5 menit Lu, dari tadi aku udah gerak-gerak gak jelas
gini tapi lu gak sadar-sadar.
“Baru sadar yaa?? Udah stop dulu ngomongnya sama cowok lu,
kan ntar masih bisa lanjut”.
“Lha, napa lu gak bilang siyh?”, Lulu mulai cemas.
Lu aja
kali gak sadar.
Mereka pun bergegas menuju tempat perjanjian. Jam sudah
menunjukkan setengah 10 lewat sedikit.
Smith Park masih belum ramai. Cuma ada beberapa orang dewasa
dan anak-anak. Beberapa remaja yang sama seperti mereka, beristirahat setelah
bicycling. Mata keduanya mulai mencari-cari sosok yang dimaksud., tapi nihil.
Sudah hampir setengah taman mereka jelajahi.
“Ada yang gak beres niyh sa, masa Pak Adam gak tepat waktu.
Gak beliau banget kan? Lu telpon gih!”, ucap Lulu. Annisa menggeleng.
“Nyari dulu laah Lu, kan masih luas juga tamannya..”,
Ihh, si
Nisa..gak ngerti dia kali yaa gua dah capek banget niyh.
Mereka masih melongok kesana kemari sambil terus mendorong
pelan sepeda mereka. Dan sesosok yang sedang duduk di sebuah bangku taman itu
menarik perhatian tidak hanya Annisa, tapi Lulu yang sedang sibuk mencat-mencet
hpnya juga..
“Wow! Cantik...Sa, lu li..”, Lulu sibuk mencolek Nisa yang
akhirnya disadarinya juga sedang melihat kearah yang sama.
“SubhanAllah...Cantik banget!”, Ucap Annisa yang diikuti
anggukan sangat setuju dari Lulu.
Sesosok wanita berjilbab pink pupus terlihat asik dengan
sebuah buku kecil yang akhirnya dikenali mereka sebagai Pocket Alqur’an.
Terkadang tersenyum ketika ada anak-anak kecil melintasinya. Cantik dan
terlihat begitu muda. Bukan cantiknya yang kemudian menjadi luar biasa tapi
auranya yang menghipnotis setiap mata yang melihatnya. Seolah-olah cahaya surga
menyinari wajahnya.
Namun, seketika pandangan mereka sedikit berubah haluan 25
derajat dari arah si wanita. Nah, sosok ini yang mereka cari-cari. Adam. Dengan
santainya mendorong sepeda tepat kearah si wanita itu. Annisa dan Lulu saling
berpandangan. Jangan-jangan...wanita ini
yang mau dikenalkan ke kita? Pertanyaan yang sama datang di batin mereka
dan sama sekali tak perlu jawaban.
“Sa, lu harus kuat...”, ucap Lulu tiba-tiba. Nisa menoleh
kearahnya dengan ekspresi bertanya maksud
lu?
“Liat tuch, Pak Adam aja sampai amazed gitu liatnya ke arah
si wanita. Jangan-jangan..hmm..sory niyh Sa, hmm..jangan-jangan dia sengaja mau
kenalin kita sama istrinya...”, jedaaaar... Annisa merasakan hatinya sakit
sekali. Tapi dia belum yakin akan hal itu.
Lelaki itu terus melangkah ketika tiba-tiba si wanita
menyadari keberadaannya. Dia mendongak dan seketika terbangun dari duduknya. Bener Lu, mereka berdua saling memandang
begitu intens. Ya Allah, apalagi ini? Sakit sekali rasanya... Ini kah rasa
cemburu. Dan aku merasakannya lagi. Enggak Nisa, kamu gak bole nangis disini.
“Adam..”, akhirnya wanita itu bersuara memanggil nama si
lelaki. Jarak mereka sudah dekat ketika si wanita merentangkan tangannya dan
tersambut oleh si lelaki. Ya Allah,
mereka berpelukan. Mesra. Sakit sekali. Apa maksud semua ini?
Muka Annisa memerah. Matanya mulai berkaca-kaca. Lulu yang
sama terpananya mulai menyadari keadaan sahabatnya itu. Lulu menggenggam jemari
Nisa. Enggak sa, jangan nangis! Gak
pantas!
Sayup-sayup terdengar suara Paula DeAnda menyayikan lagunya When It was me..
Ooh, ooh,
and I'm not jealous, no I'm not
Ooh, ooh,
I just want everything she's got
Ooh, ooh,
you look at her so amazed
I remember
way back when you used to look at me that way
Tell me
what makes her so much better than me (so much better than me)
What makes
her just everything I can never be
What makes
her your every dream and fantasy
Because I
can remember when it was me
And now
you don't feel the same
I remember
you would shiver everytime I said your name
You said
nothing felt as good as when you gaze into my eyes
Now you
don't care I'm alive
How did we
let the fire die
Lulu bete.
“Apa-apaan siyh? Dari mana lagu itu ? ko
tiba-tiba?,” Annisa hanya terdiam masih tetap memandang ke depan.
“Sa, mungkin itu adiknya or kakaknya Pak
Adam...positif thinking yaa..jangan mikir macam-macam dulu..”, Lulu mencoba
menenangkan.
Seolah merespon kata-kata Lulu, pemandangan itu menunjukkan
fakta baru. Wanita itu mencium pipi Adam. Dan keduanya terlihat sangat
menikmati tatapan masing. Kedua dahi mereka saling beradu. Lulu hanya bisa
diam. Apa seorang kakak or adik melakukan hal itu?
Annisa hanya bisa terus bisa mengucapkan istighfar dan mulai
menunduk. Dia sudah tidak sanggup melihat scene itu. Ya Rabb, fakta apa lagi ini?
Tiba-tiba suara handphone Lulu berbunyi lagi. Dia melangkah
pergi menjauh sebentar kemudian kembali dengan wajah kusut..
“Sa, aku harus balik duluan ini... si Gio udah nungguin di
depan gerbang taman. Lu ikutan atau...”, Lulu merasa gak sanggup meninggalkan
Nisa sendiri.
“Gak apa-apa Lu.. aku juga bakal pergi dari sini. Lu duluan
aja.”
“Lu beneran gak apa-apa, sa?”, pertanyaan itu hanya dijawab
senyuman yang langsung berakhir kecut. Sangat kecut.
Lulu lenyap. Tinggallah dia sendiri. Dia menoleh kearah itu
sekali lagi. Keduanya seperti larut dalam
suasana, seolah tidak menyadari sekelilingnya. Mungkin setelah ini semuanya
akan berubah. Dia pun berbalik dan melangkah pergi. Namun...
“Hei..Annisa!”, suara panggilan itu menghentikan langkahnya.
Tidak, Rabb!! Aku tidak sanggup menoleh
lagi. Annisa menelan ludahnya yang memang sudah kering. Mengelus dadanya.
“Annisa!”, suara itu terus memanggil dan mendekat. Itu
artinya mereka berjalan kearahnya dan tidak alasan tidak mendengar dan
mengambil langkah seribu. Dia pun berusaha memasang senyum sewajar mungkin
meskipun faktanya tak akan bisa wajar. Annisa menoleh.
Adam menggandeng mesra
tangan wanita itu. Mata annisa tepat tertuju di tangan mereka.
“Lulu mana?”, tanya Adam memaksa matanya berpindah menatap
si lelaki.
“Hmm..lulu nya pulang duluan Dam, hmm..Pak Adam!”, ucapnya
kaku sambil memaksakan senyum.
“Oohh..hmm, kamu kenapa? Sakit kah? Wajahmu pucat Annisa!”,
ucap Adam cemas berlebihan sambil melepas genggaman tangannya dan melihat lekat
Annisa. Annisa mulai salah tingkah. Apa-apaan
ini? Ini gak benar? Adam, kamu gak punya perasaan. Disaat begini, masih juga
berpura-pura perhatian.
Annisa mundur selangkah.
“Hmm..saya enggak apa-apa kok pak! Ini mungkin hanya
kelelahan”, jawabnya sambil memaksakan sebuah senyuman.
Adam hanya bisa memandang cemas. Sedetik kemudian..
“Adam..!”, panggil suara wanita dibelakangnya lembut. Adam
menoleh.
“Jadi ini Annisa?”, tanya suara itu lagi. Annisa terkejut
namun tersenyum manis kearah wanita itu. Dia
kenal aku?
Adam tersenyum dan mengangguk.
“Iyya Ummi. Ini Annisa. Kenalkan”. Annisa shock. Adam tadi manggil apa? Ummi? Jadi wanita
cantik ini...
“Nisa, ini Ummi ku”, tangan wanita itu sudah terjulur ketika
Annisa terdiam. Tiga detik berlalu dan dia baru tersadar. Dengan takjub dan
dengan kesadaran 100%, Annisa mencium tangan itu. Ya Allah...ampuni dosa buruk sangkaku tadi. PadaMu. Pada Adam. Dan pada
wanita cantik nan sholehah ini. Annisa hampir menangis ketika wanita itu
menariknya kedalam pelukannya.
Menciumi pipinya persis seperti yang
dilakukannya kepada Adam tadi. Lalu tiba-tiba si ibu berbisik...
“Annisa, jangan cemburu lagi yaa? Ini ibunya Adam lho, bukan
kekasihnya..”, Annisa hanya tersipu malu. Merasa bersalah. Apa wajahku begitu memperlihatkan perasaanku?
Terlihat jelas beberapa kerutan diwajahnya. Tapi itu malah
tidak membuat aura kecantikannya hilang. Ibumu
sangat cantik, Adam. Her age doesn’t put her beauty away.
Rumahnya tidak besar. Tamannya lumayan luas. Penuh
bunga-bunga. Ruangan didalamnya pun tak begitu besar tapi semuanya terlihat
begitu tertata rapi. Mereka bertiga sedang menikmati teh di gazebo milik ibunya
Adam.
Lulu sibuk mengirimkannya pesan singkat. Annisa tahu, sahabatnya
itu cemas melihat keadaannya terakhir kali tadi. Namun sekarang dia hanya
terkekeh. Hehe, Lu, kita salah sangka.
[Sa,
where’re you? You oke?]
Tak dibalas. Sms selanjutnya..
[Sa,
jangan mikir macam-macam. Lu jangan sampai bunuh diri gara-gara Pak Adam.
Nisaaaa...respond, please!]
Annisa shock namun akhirnya tersenyum. Apa-apaan siyh ni anak? Sabar Lu, besok lu pasti tau sendiri faktanya.
“Annisa, kamu enggak apa-apa nak?”, tanya ibu Adam
mengejutkan Annisa.
“Hmm..enggak apa-apa, bu! Ini, temen Nisa sms..”
“Panggil ummi aja yaa? Biar lebih akrab..” ucapnya lembut
sambil tersenyum ke arah Adam. Nisa tersipu.
Percakapan santai itu pun berlanjut. Seputar Annisa
pastinya.
Annisa tak pernah bosan melihat scene itu. Pandangan ibu
terhadap anaknya begitu juga anaknya. Intens dan penuh kasih sayang. Walaupun
hanya melihat sekilas, kelihatan sekali dalam sekilas tatapan saja tapi
berjuta-juta ion cinta terpancar. Ini lah ibu yang sangat dicintai Adam.
Ammara Aleesya nama wanita itu. Ayahnya Turki asli sedang ibunya
keturunan Aceh. Dia cantik sekali. Kulitnya tak seputih susu, tapi kulitnya
bersih dan merona. Matanya yang paling indah. Itu juga yang dipunya Adam. Hidungnya
bangir, bibirnya kecil memerah muda. Tak heran jika Adam begitu tampan. Tak
pelak, mata Nisa pun berpindah ke arah si lelaki. Dia analisa satu persatu
bagian Adam. Tapi satu yang tak ada pada ibunya. Lesung pipinya. Pasti bawaan ayahnya.
Dua orang itu mendorong pelan sepedanya dan memilih
bersantai di halte. Adam sedang sibuk melihat hasil jepretannya di taman tadi
pagi. Tema mereka minggu depan, remaja dan olah raga.
“Gimana pendapat kamu tentang ibuku?”, tanyanya sambil
menoleh kearah Nisa yang sedari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri. Annisa
tersenyum penuh arti.
“SubhanAllah. Cantik”, Adam menoleh lagi kemudian tersenyum.
“Ibumu keliatan begitu muda. Auranya bahagia dan..hmm,
cantik...aku kira tadi malah bukan
ibumu”, jelas Nisa sambil tersenyum ke arah
Adam.
“That’s why you’re jealous!”, Adam tidak mengalihkan
pandangannya dari kamera dan tersenyum menang. Namun Annisa terkejut dan
mukanya mulai memerah. Kok dia tahu siyh?
“Hmm..eng..enggak ko, I am not jealous!”, ucap Nisa sambil
membuang muka. Kali ini Adam menoleh, berusaha mencari kejujuran dimata Nisa.
Dan tatapan ini yang paling dihindari Nisa.
“Yes, you are not jealous, but you were, weren’t you?”, Nisa
belum berani memandang mata itu.
Adam terkekeh.
“Udah gak usah dijawab lagi, hehehee... hmm, Ummiku memang
cantik kan? Makanya aku jadinya ganteng gini, ya kan Nisa?”, Annisa yang tadinya
membuang muka langsung menoleh.
Ketika pandangan mereka bertemu, malah Adam
menunduk lagi mulai sibuk dengan kameranya lagi seolah dia tidak butuh jawaban
dari Nisa. Dan seolah memberi kesempatan Annisa untuk mencari jawabannya sendiri dengan menikmati wajah
lelaki itu. Iyya. Tak perlu dipungkiri,
Allah memahatmu dengan sangat sempurna, Adam! Maha Suci Engkau Ya Rabb! Aku
mohon agar diberi banyak waktu untuk terus menikmati keindahan ciptaanMu ini.
“Jangan lama-lama mandanginnya, entar tambah naksir lho!”,
ucap Adam sambil tersenyum. Muka Nisa langsung memerah.
“Katanya kan dalam islam harus menjaga pandangan,hmm..apa
itu istilahnya..gha..”
“Ghadul bashar!”
“Iyya...itu dia, jadi wahai Annisa, jagalah pendanganmu
yaa??” ucap Adam penuh kemenangan.
Annisa tersipu malu.
“Tapi memang kuasa Allah ya Dam, ibumu cantik luar biasa.
Keliatan muda sekali...”
“Hmm..mau tahu gak rahasia ummi biar awet muda tanpa mesti
plastic surgery or whatever?”, Annisa memasang wajah serius.
“Kamu pasti lebih tahu, apa manfaat air wudhu kan Nisa?
Selain kewajiban untuk bisa shalat, air wudhu juga menjaga agar wajah kita
berseri. Ummi selalu menjaga wudhunya sejak dulu”,
Nisa menggangguk tanda
setuju dan takjub.
“Satu lagi, Ummi
selalu ngajarin kami untuk selalu berpikiran positif. Itu juga yang mungkin
membuatnya selalu keliatan bahagia dan muda. Karena selalu berpikir positif dan
menjaga senyum”, Annisa makin takjub. Ibumu
memang wanita hebat, Adam!
Annisa tersenyum. Menatap kedepan dan mulai sibuk dengan pikirannya
sendiri...
Adam menoleh. Jeda sejenak. Gantian dia menikmati wajah di
depannya.
Ummiku
memang wanita tercantik dimataku. Tapi..melihatmu, malah membuatku tak bisa
mengalihkan pandanganku ke arah lain, Annisa.
Dan gantian Annisa yang menyadari bahwa seseorang itu sedang
melihat intens ke arahnya. Tak terelakkan, wajahnya merona. Tanpa mengalihkan
pandangannya, dia menunduk.
“Jangan lama-lama liatnya, Mr.Adam! Nanti tambah naksir
lho!”, ucapnya sambil tersenyum.
Adam tertawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar