Senin, 19 September 2011

Better In Time 8 - You're Not Jealos But You Were



“Kita ketemu di Smith Park setengah jam lagi yaa, saya ke gereja sebentar. ..”
“Memangnya ada apa pak?”, tanya Lulu.

“Ada seseorang yang mau saya kenalkan. See you around..”, ucapnya sambil tersenyum dan mengayuh sepedanya ke arah Gereja Smith.

Annisa dan Lulu hanya diam. Itu karena mereka berdua bingung. Mau pulang enggak bisa karena perintah si Bos.

“Sa, lu tau gak kita mau dikenalkan sama siapa?”, Annisa menggeleng dengan wajah polos.
Setelah diam selama hampir 10 menit. Keduanya pun memutuskan berkeliling Smith Street lagi sambil menunggu waktu janjian dengan si Bos. Lulu sibuk dengan handphonenya sedang Annisa sibuk dengan pikirannya sendiri. 
Seseorang yang mau dikenalkan? Siapa ya? Kenapa Adam belum ngomong apa-apa?


Setengah jam lewat sedikit pun berlalu...

“Sa, udah hampir 35 menit niyh!”, Lulu yang masih saja sibuk dengan handphonenya menyadari kalau mereka akan telat janji sama si Bos. Dan mungkin itu akan berakibat fatal. Mengingat Mr. Adam sangat tepat waktu.

Annisa terkekeh. Syukur lu sadarnya baru telat 5 menit Lu, dari tadi aku udah gerak-gerak gak jelas gini tapi lu gak sadar-sadar.

“Baru sadar yaa?? Udah stop dulu ngomongnya sama cowok lu, kan ntar masih bisa lanjut”.

“Lha, napa lu gak bilang siyh?”, Lulu mulai cemas.
Lu aja kali gak sadar.

Mereka pun bergegas menuju tempat perjanjian. Jam sudah menunjukkan setengah 10 lewat sedikit.

Smith Park masih belum ramai. Cuma ada beberapa orang dewasa dan anak-anak. Beberapa remaja yang sama seperti mereka, beristirahat setelah bicycling. Mata keduanya mulai mencari-cari sosok yang dimaksud., tapi nihil. Sudah hampir setengah taman mereka jelajahi.

“Ada yang gak beres niyh sa, masa Pak Adam gak tepat waktu. Gak beliau banget kan? Lu telpon gih!”, ucap Lulu. Annisa menggeleng.

“Nyari dulu laah Lu, kan masih luas juga tamannya..”,

Ihh, si Nisa..gak ngerti dia kali yaa gua dah capek banget niyh.

Mereka masih melongok kesana kemari sambil terus mendorong pelan sepeda mereka. Dan sesosok yang sedang duduk di sebuah bangku taman itu menarik perhatian tidak hanya Annisa, tapi Lulu yang sedang sibuk mencat-mencet hpnya juga..

“Wow! Cantik...Sa, lu li..”, Lulu sibuk mencolek Nisa yang akhirnya disadarinya juga sedang melihat kearah yang sama.

“SubhanAllah...Cantik banget!”, Ucap Annisa yang diikuti anggukan sangat setuju dari Lulu.

Sesosok wanita berjilbab pink pupus terlihat asik dengan sebuah buku kecil yang akhirnya dikenali mereka sebagai Pocket Alqur’an. Terkadang tersenyum ketika ada anak-anak kecil melintasinya. Cantik dan terlihat begitu muda. Bukan cantiknya yang kemudian menjadi luar biasa tapi auranya yang menghipnotis setiap mata yang melihatnya. Seolah-olah cahaya surga menyinari wajahnya.

Namun, seketika pandangan mereka sedikit berubah haluan 25 derajat dari arah si wanita. Nah, sosok ini yang mereka cari-cari. Adam. Dengan santainya mendorong sepeda tepat kearah si wanita itu. Annisa dan Lulu saling berpandangan. Jangan-jangan...wanita ini yang mau dikenalkan ke kita? Pertanyaan yang sama datang di batin mereka dan sama sekali tak perlu jawaban.

“Sa, lu harus kuat...”, ucap Lulu tiba-tiba. Nisa menoleh kearahnya dengan ekspresi bertanya maksud lu?

“Liat tuch, Pak Adam aja sampai amazed gitu liatnya ke arah si wanita. Jangan-jangan..hmm..sory niyh Sa, hmm..jangan-jangan dia sengaja mau kenalin kita sama istrinya...”, jedaaaar... Annisa merasakan hatinya sakit sekali. Tapi dia belum yakin akan hal itu.

Lelaki itu terus melangkah ketika tiba-tiba si wanita menyadari keberadaannya. Dia mendongak dan seketika terbangun dari duduknya. Bener Lu, mereka berdua saling memandang begitu intens. Ya Allah, apalagi ini? Sakit sekali rasanya... Ini kah rasa cemburu. Dan aku merasakannya lagi. Enggak Nisa, kamu gak bole nangis disini.

“Adam..”, akhirnya wanita itu bersuara memanggil nama si lelaki. Jarak mereka sudah dekat ketika si wanita merentangkan tangannya dan tersambut oleh si lelaki. Ya Allah, mereka berpelukan. Mesra. Sakit sekali. Apa maksud semua ini?

Muka Annisa memerah. Matanya mulai berkaca-kaca. Lulu yang sama terpananya mulai menyadari keadaan sahabatnya itu. Lulu menggenggam jemari Nisa. Enggak sa, jangan nangis! Gak pantas!

Sayup-sayup terdengar suara Paula DeAnda menyayikan lagunya When It was me..

Ooh, ooh, and I'm not jealous, no I'm not
Ooh, ooh, I just want everything she's got
Ooh, ooh, you look at her so amazed
I remember way back when you used to look at me that way

Tell me what makes her so much better than me (so much better than me)
What makes her just everything I can never be
What makes her your every dream and fantasy
Because I can remember when it was me

And now you don't feel the same
I remember you would shiver everytime I said your name
You said nothing felt as good as when you gaze into my eyes
Now you don't care I'm alive
How did we let the fire die

Lulu bete.

“Apa-apaan siyh? Dari mana lagu itu ? ko tiba-tiba?,” Annisa hanya terdiam masih tetap memandang ke depan.

“Sa, mungkin itu adiknya or kakaknya Pak Adam...positif thinking yaa..jangan mikir macam-macam dulu..”, Lulu mencoba menenangkan.

Seolah merespon kata-kata Lulu, pemandangan itu menunjukkan fakta baru. Wanita itu mencium pipi Adam. Dan keduanya terlihat sangat menikmati tatapan masing. Kedua dahi mereka saling beradu. Lulu hanya bisa diam. Apa seorang kakak or adik melakukan hal itu?
Annisa hanya bisa terus bisa mengucapkan istighfar dan mulai menunduk. Dia sudah tidak sanggup melihat scene itu. Ya Rabb, fakta apa lagi ini?

Tiba-tiba suara handphone Lulu berbunyi lagi. Dia melangkah pergi menjauh sebentar kemudian kembali dengan wajah kusut..

“Sa, aku harus balik duluan ini... si Gio udah nungguin di depan gerbang taman. Lu ikutan atau...”, Lulu merasa gak sanggup meninggalkan Nisa sendiri.

“Gak apa-apa Lu.. aku juga bakal pergi dari sini. Lu duluan aja.”

“Lu beneran gak apa-apa, sa?”, pertanyaan itu hanya dijawab senyuman yang langsung berakhir kecut. Sangat kecut.

Lulu lenyap. Tinggallah dia sendiri. Dia menoleh kearah itu sekali lagi. Keduanya seperti larut dalam suasana, seolah tidak menyadari sekelilingnya. Mungkin setelah ini semuanya akan berubah. Dia pun berbalik dan melangkah pergi. Namun...

“Hei..Annisa!”, suara panggilan itu menghentikan langkahnya. Tidak, Rabb!! Aku tidak sanggup menoleh lagi. Annisa menelan ludahnya yang memang sudah kering. Mengelus dadanya.

“Annisa!”, suara itu terus memanggil dan mendekat. Itu artinya mereka berjalan kearahnya dan tidak alasan tidak mendengar dan mengambil langkah seribu. Dia pun berusaha memasang senyum sewajar mungkin meskipun faktanya tak akan bisa wajar. Annisa menoleh. 
Adam menggandeng mesra tangan wanita itu. Mata annisa tepat tertuju di tangan mereka.

“Lulu mana?”, tanya Adam memaksa matanya berpindah menatap si lelaki.

“Hmm..lulu nya pulang duluan Dam, hmm..Pak Adam!”, ucapnya kaku sambil memaksakan senyum.

“Oohh..hmm, kamu kenapa? Sakit kah? Wajahmu pucat Annisa!”, ucap Adam cemas berlebihan sambil melepas genggaman tangannya dan melihat lekat Annisa. Annisa mulai salah tingkah. Apa-apaan ini? Ini gak benar? Adam, kamu gak punya perasaan. Disaat begini, masih juga berpura-pura perhatian.

Annisa mundur selangkah.

“Hmm..saya enggak apa-apa kok pak! Ini mungkin hanya kelelahan”, jawabnya sambil memaksakan sebuah senyuman.

Adam hanya bisa memandang cemas. Sedetik kemudian..

“Adam..!”, panggil suara wanita dibelakangnya lembut. Adam menoleh.

“Jadi ini Annisa?”, tanya suara itu lagi. Annisa terkejut namun tersenyum manis kearah wanita itu. Dia kenal aku?

Adam tersenyum dan mengangguk.

“Iyya Ummi. Ini Annisa. Kenalkan”. Annisa shock. Adam tadi manggil apa? Ummi? Jadi wanita cantik ini...

“Nisa, ini Ummi ku”, tangan wanita itu sudah terjulur ketika Annisa terdiam. Tiga detik berlalu dan dia baru tersadar. Dengan takjub dan dengan kesadaran 100%, Annisa mencium tangan itu. Ya Allah...ampuni dosa buruk sangkaku tadi. PadaMu. Pada Adam. Dan pada wanita cantik nan sholehah ini. Annisa hampir menangis ketika wanita itu menariknya kedalam pelukannya. 
Menciumi pipinya persis seperti yang dilakukannya kepada Adam tadi. Lalu tiba-tiba si ibu berbisik...

“Annisa, jangan cemburu lagi yaa? Ini ibunya Adam lho, bukan kekasihnya..”, Annisa hanya tersipu malu. Merasa bersalah. Apa wajahku begitu memperlihatkan perasaanku?

Terlihat jelas beberapa kerutan diwajahnya. Tapi itu malah tidak membuat aura kecantikannya hilang. Ibumu sangat cantik, Adam. Her age doesn’t put her beauty away.


Rumahnya tidak besar. Tamannya lumayan luas. Penuh bunga-bunga. Ruangan didalamnya pun tak begitu besar tapi semuanya terlihat begitu tertata rapi. Mereka bertiga sedang menikmati teh di gazebo milik ibunya Adam.

Lulu sibuk mengirimkannya pesan singkat. Annisa tahu, sahabatnya itu cemas melihat keadaannya terakhir kali tadi. Namun sekarang dia hanya terkekeh. Hehe, Lu, kita salah sangka.

[Sa, where’re you? You oke?]

Tak dibalas. Sms selanjutnya..

[Sa, jangan mikir macam-macam. Lu jangan sampai bunuh diri gara-gara Pak Adam. 
Nisaaaa...respond, please!]

Annisa shock namun akhirnya tersenyum. Apa-apaan siyh ni anak? Sabar Lu, besok lu pasti tau sendiri faktanya.

“Annisa, kamu enggak apa-apa nak?”, tanya ibu Adam mengejutkan Annisa.

“Hmm..enggak apa-apa, bu! Ini, temen Nisa sms..”

“Panggil ummi aja yaa? Biar lebih akrab..” ucapnya lembut sambil tersenyum ke arah Adam. Nisa tersipu.

Percakapan santai itu pun berlanjut. Seputar Annisa pastinya.

Annisa tak pernah bosan melihat scene itu. Pandangan ibu terhadap anaknya begitu juga anaknya. Intens dan penuh kasih sayang. Walaupun hanya melihat sekilas, kelihatan sekali dalam sekilas tatapan saja tapi berjuta-juta ion cinta terpancar. Ini lah ibu yang sangat dicintai Adam.

Ammara Aleesya nama wanita itu. Ayahnya Turki asli sedang ibunya keturunan Aceh. Dia cantik sekali. Kulitnya tak seputih susu, tapi kulitnya bersih dan merona. Matanya yang paling indah. Itu juga yang dipunya Adam. Hidungnya bangir, bibirnya kecil memerah muda. Tak heran jika Adam begitu tampan. Tak pelak, mata Nisa pun berpindah ke arah si lelaki. Dia analisa satu persatu bagian Adam. Tapi satu yang tak ada pada ibunya. Lesung pipinya. Pasti bawaan ayahnya.



Dua orang itu mendorong pelan sepedanya dan memilih bersantai di halte. Adam sedang sibuk melihat hasil jepretannya di taman tadi pagi. Tema mereka minggu depan, remaja dan olah raga.

“Gimana pendapat kamu tentang ibuku?”, tanyanya sambil menoleh kearah Nisa yang sedari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri. Annisa tersenyum penuh arti.

“SubhanAllah. Cantik”, Adam menoleh lagi kemudian tersenyum.

“Ibumu keliatan begitu muda. Auranya bahagia dan..hmm, cantik...aku kira tadi malah bukan 
ibumu”, jelas Nisa sambil tersenyum ke arah Adam.

“That’s why you’re jealous!”, Adam tidak mengalihkan pandangannya dari kamera dan tersenyum menang. Namun Annisa terkejut dan mukanya mulai memerah. Kok dia tahu siyh?

“Hmm..eng..enggak ko, I am not jealous!”, ucap Nisa sambil membuang muka. Kali ini Adam menoleh, berusaha mencari kejujuran dimata Nisa. Dan tatapan ini yang paling dihindari Nisa.

“Yes, you are not jealous, but you were, weren’t you?”, Nisa belum berani memandang mata itu.

Adam terkekeh.

“Udah gak usah dijawab lagi, hehehee... hmm, Ummiku memang cantik kan? Makanya aku jadinya ganteng gini, ya kan Nisa?”, Annisa yang tadinya membuang muka langsung menoleh. 
Ketika pandangan mereka bertemu, malah Adam menunduk lagi mulai sibuk dengan kameranya lagi seolah dia tidak butuh jawaban dari Nisa. Dan seolah memberi kesempatan Annisa untuk  mencari jawabannya sendiri dengan menikmati wajah lelaki itu. Iyya. Tak perlu dipungkiri, Allah memahatmu dengan sangat sempurna, Adam! Maha Suci Engkau Ya Rabb! Aku mohon agar diberi banyak waktu untuk terus menikmati keindahan ciptaanMu ini.

“Jangan lama-lama mandanginnya, entar tambah naksir lho!”, ucap Adam sambil tersenyum. Muka Nisa langsung memerah.

“Katanya kan dalam islam harus menjaga pandangan,hmm..apa itu istilahnya..gha..”

“Ghadul bashar!”

“Iyya...itu dia, jadi wahai Annisa, jagalah pendanganmu yaa??” ucap Adam penuh kemenangan.
Annisa tersipu malu.

“Tapi memang kuasa Allah ya Dam, ibumu cantik luar biasa. Keliatan muda sekali...”

“Hmm..mau tahu gak rahasia ummi biar awet muda tanpa mesti plastic surgery or whatever?”, Annisa memasang wajah serius.

“Kamu pasti lebih tahu, apa manfaat air wudhu kan Nisa? Selain kewajiban untuk bisa shalat, air wudhu juga menjaga agar wajah kita berseri. Ummi selalu menjaga wudhunya sejak dulu”, 
Nisa menggangguk tanda setuju dan takjub.

“Satu  lagi, Ummi selalu ngajarin kami untuk selalu berpikiran positif. Itu juga yang mungkin membuatnya selalu keliatan bahagia dan muda. Karena selalu berpikir positif dan menjaga senyum”, Annisa makin takjub. Ibumu memang wanita hebat, Adam!
Annisa tersenyum. Menatap kedepan dan mulai sibuk dengan pikirannya sendiri...

Adam menoleh. Jeda sejenak. Gantian dia menikmati wajah di depannya.
Ummiku memang wanita tercantik dimataku. Tapi..melihatmu, malah membuatku tak bisa mengalihkan pandanganku ke arah lain, Annisa.

Dan gantian Annisa yang menyadari bahwa seseorang itu sedang melihat intens ke arahnya. Tak terelakkan, wajahnya merona. Tanpa mengalihkan pandangannya, dia menunduk.

“Jangan lama-lama liatnya, Mr.Adam! Nanti tambah naksir lho!”, ucapnya sambil tersenyum.
Adam tertawa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar