Jumat, 30 September 2011

Better In Time 13 - Christmas in the Mesjid??


Adam terduduk manis di sofa empuk di ruang ibadah ibunya. Tapi Dia masih bimbang dan sangat dilema dengan segala hal yang menimpanya selama ini. Tapi kenapa ruangan itu yang jadi pilihannya? Secara logika semuanya mungkin akan terjawab, tapi tidak baginya. Dia masih sangat menghargai keyakinannya, dia begitu inginnya mempertahankannya, dia belum sadar bahwa hatinya telah berpaling. Adam seolah terus berontak, tapi tetap saja dia akan kembali.
Mimpi bertubi-tubi datang. Kejadian-kejadian aneh pun seolah mendukung keraguannya. Sejak bermimpi menikahi Annisa yang saat itu dengan bagusnya dia membaca Al-Quran (kitab yang selama ini membuatnya resah), mimpi-mimpi lain seolah berlangganan datang pada malam-malamnya. Annisa tak jarang hadir dalam mimpinya ketika itu.

Pernah dia tersesat diruang yang sangat gelap, tiba-tiba sebuah cahaya temaram datang di depan matanya. Dia refleks mendekat karena matanya memang sangat membutuhkan cahaya. Sebuah cahaya dari sebuah benda berbentuk salib, betapa hatinya begitu bahagia karena Tuhannya membantunya. Namun ketika dia mencoba memegang benda itu, tangannya seperti terbakar. Dia merintih kesakitan. Sangat perih sampai menjalar ke seluruh tubuhnya. Dan tiba-tiba cahaya temaram itu menghilang dan seketika gelap pun menyergap lagi. Tubuhnya mulai menggigil, dia merasa rasa sakit dari tangannya lah yang membuat satu  persatu anggota tubuhnya seperti ingin jatuh satu persatu. Dia tersungkur.


Saat semua harapan telah hilang, sayup-sayup terdengar dari kejauhan. Dia seperti tahu sayup-sayup suara itu. Dia merangkak ke arah suara itu. Hanya menggunakan perasaan didalam kegelapan, dia terus merangkak ke sumber bunyi sampai dia melihat sebuah cahaya putih terang. Matanya mulai membiasakan diri. Cahaya itu semakin didekati semakin terang. Namun, tidak siapapun disana. Yang ada hanyalah sebuah benda berbentuk sebuah buku. Dia mendekat. Tulisannya dia kenal. Tulisan arab. Dia menyentuh buku itu, dan seolah bertentangan dengan kejadian sebelumnya, seluruh tubuhnya terasa sejuk. Sakit ditangannya hilang dan luka itu lenyap. Semenit kemudian, seperti mimpi seluruh ruang itu bercahaya. Dan kini dia berada diruang yang sangat sejuk dan berbau harum. Tidak, ini tidak mungkin. Seketika dia melihat ketangannya masih dengan perasaan terkejut. Dan di genggaman tangan itu kini telah ada buku tadi yang ternyata adalah sebuah Al-Qur’an. Dia tengah berdiri ditengah sebuah Masjid dengan mengenggam Al-Qur’an. Dan Adam terjaga setelahnya tepat ditengah malam.

Di malam lainnya, dia begitu resah. Perasaannya tidak enak. Dan dia tahu apa yang dia rasakan, dia rindu. Tapi tak tahu siapa atau apa yang sedang dia rindukan. Tidak, dia sedang tidak rindu Annisa. Karena tiba-tiba dengan santainya wanita itu melangkah mendekatinya. Tapi tak ada perasaan rindu yang lenyap saat melihatnya. Adam mulai bertanya-tanya, ketika 
seorang wanita yang mengaku bernama Annisa tiba-tiba bertanya...

“Adam, aku pengen banget liat syurga. Kamu mau gak sama-sama denganku ke syurga?”

Tiba-tiba perasaan resah Adam menghilang seketika. Dia merindukan syurga.

“Tentu aja aku mau, tapi aku tak tahu letak syurga itu dimana Annisa...”

“Aku tahu...”, ucap Annisa. Adam terpana.

“Ikut aku, yuk!”, ajak Annisa sambil menarik tangannya.

Setelah itu Adam pun terjaga.

Dan tadi malam, dia benar-benar tak habis pikir. Mimpi semacam itu datang lagi. Dia mendengarkan sebuah syair. Indah sekali. Menyejukkan hatinya. Dia mencari sumber suara yang menyerukan syair itu. Dan dia melihat sekelompok orang disana. tepatnya, sekelompok anak-anak yang sedang duduk melingkar, dengan seorang lelaki dewasa. Lelaki itu memimpin anak-anak menyairkan beberapa kalimat yang sangat merdu dan indah kedengarannya. 
Seorang anak bertanya...

“Ustad, yang tadi kita baca tadi itu apa namanya?”

“Yang pertama kita lafazkan adalah dua kalimat syahadat dan yang baru saja kita syairkan itu adalah shalawat Nabi...”

Dia terpana. Bukan hanya karena penjelasan si ustad tapi juga karena wajah yang dilihatnya itu adalah wajahnya sendiri. Lelaki dewasa itu adalah dirinya. Dan dia pun kembali terjaga. 
Tidak ada keringat dingin saat dia terjaga. Ini bukan mimpi buruk.

Kini Adam hanya duduk melamun di sofa itu. Pikirannya kosong. Dia masih tetap bersikeras tidak ingin memikirkan itu lagi. Dia masih sangat takut mengkhianati Tuhannya. Hidayah Allah memang telah menyergapinya. Tapi dia benar-benar membentengi diri hingga tak ingin menyadarinya.

Ammara Aleesya, ibunya iba melihat anak lelakinya begitu. Melamun. Dan terkadang tidak fokus. Adam lebih sering menghabiskan waktu dirumahnya terutama diruang ibadahnya. Menungguinya shalat dan suka mendengarkan bacaan Al-Qur’annya. Beberapa kali terlihat membaca buku-buka tentang Islam dan Al-Qur’an dan ketika ditanya Adam hanya menjawab, Lagi pengen baca aja Ummi, hehe. Mereka memang tinggal terpisah. Yang juga membuatnya heran, anaknya itu terkesan menjauh dari kebiasaan religinya. Ada keresahan diwajah itu. Dan kini yang paling membuatnya heran, menjelang hitungan hari perayaan hari besar agamanya, 
Adam masih santai-santai saja. Padahal, hari itu adalah hari yang paling ditunggunya selama setahun. Cristmas Eve adalah waktu yang paling dipuja Adam. Dia benar-benar mempersiapkannya, membeli pernak-pernik Natal, mempersiapkan makanan yang banyak, kado-kado dan sebagainya. Tapi tidak kali ini. Anak lelakinya itu seperti kehilangan semangatnya dan benar-benar tidak memperdulikan hari itu. Aleesya mendekat dan membelai kepala itu seakan ingin mentransfer ribuan cinta kepada Adam.

“Adam, kamu gak siap-siap?”, Adam mendongak. Ibunya duduk didepannya dan kini sudah membelai pipinya.

“Sebentar lagi kan Natal, apa kamu tak mempersiapkan apa-apa?”, Adam mendesah. 
Perasaannya semakin kurang enak. Sebegitu teganya sudah dirinya akan Tuhannya.

“Kenapa Nak? Kok diam? Ada yang salah? Kamu sakit?”, tanya ibunya dengan wajah cemas.

“Enggak ko Ummi, Adam cuma...”, dan kini Adam hanya terdiam. Ibunya menunggu. Wajah Adam pun terlihat begitu memprihatinkan.

“Kita belanja yaa?? Ummi bantu masak makanan seadanya...”, Adam hanya bisa diam. Dia tak tahu harus berkata apa-apa.

“We don’t need, Ummi! Adam lagi enggak ingin merayakan Natal, biarlah berjalan biasa saja...”, dan kata-kata ini benar-benar membuat Aleesya terpana. Ada apa dengan anaknya.

Kini Aleesya menarik wajah itu dan menatapnya lekat.

“Adam, what’s happening?”

“Meaning?”

“I know something happens to you, what’s that dear?”, Adam sedikit terpana namun dia langsung berpura-pura. Dia benar-benar tak ingin membahas ini.

Adam tersenyum dan menyentuh kedua tangan ibunya yang berapa di pipinya.

“Ummi, nothing happens. I am fine. Cuma saat ini Adam lagi ingin suasana yang damai, gak pengen keramaian. Hmm..anyway, Adam boleh gak Cristmas Eve nya disini aja?”, Aleesya makin bingung tapi dia tak ingin terlalu bertanya lagi.


***

Hitungan jam menjelang Hari Natal.

Adam menikmati masa-masa liburnya. Kantornya memang libur menjelang Natal. Annisa juga sedang sangat sibuk dengan kegiatannya di Mesjid bersama para remaja, anak-anak dan orang dewasa. Beberapa kali dia melewati bangunan itu, betapa dia ingin memasukinya tapi dilain sisi dirinya menolak. Dia masih terlalu takut, padahal secara tak sadar Adam telah meyakini itu. Melihat Annisa dan beberapa orang dewasa lainnya mendidik anak-anak sambil mengajak mereka bermain dalam koridor agama mereka. Dia mulai menyadari bahwa Islam menawarkan kedamaian bukan sebaliknya. Wanita itu memang secara tak sengaja telah banyak membuka hal-hal yang dulunya dia tak tahu dan tak mau tahu tentang Islam. Dan kini dia rindu wanita itu. Terlalu banyak hal yang telah dilewati bersama, dan terlalu banyak hal yang mereka saling berbagi satu sama lain terutama masalah pekerjaan dan khususnya bagi Adam masalah keyakinan.

Salju makin berani menampakkan wajahnya yang putih dan auranya yang dingin. Hari ini seperti biasa Adam masih duduk santai di ruang ibadah ibunya menikmati butiran salju yang turun. Ketika sebuah telpon benar-benar membuat harinya berubah. Rencana awalnya melewati Cristmas Eve dengan tenang akan pasti gagal. Dia mendesah. Ibunya masuk dengan ceria membawa  dua gelas coklat panas dan beberapa kudapan, ketika tiba-tiba wajahnya berubah iba melihat wajah anak lelakinya tak bersemangat lagi. Dia letakkan nampannya di meja dan beralih membelai rambut itu...

“Ada apa lagi sayang?”, Adam mendongak.

“Ummi, sepertinya Cristmas Eve kali ini gak bakalan tenang”, ucapnya sambil tersenyum pahit. Ibunya diam menunggu penjelasan selanjutnya.

“Daddy dan keluarga besar akan liburan kesini...”, Ibunya tersenyum tipis. David, apa kita akan bertemu lagi?

“Memangnya kapan mereka berangkat?”

“Ini mereka semua sedang dibandara. It’s great, isn’t it? Aku baru diberitahu sekarang!”

“Sudahlah Adam, mereka mungkin memang merindukanmu makanya mereka ingin merayakan 
Natal bersama-sama disini. Well, kita pergi belanja yaa? We’re gonna be so busy these coming days, honey!”, ucap ibunya semangat dan seolah ingin putra sulungnya itu juga ikut bersemangat. Adam hanya bisa tersenyum.

Mereka kemudian menikmati coklat panas itu.


***

Melihat perkembangan anak-anak adalah sesuatu yang membahagiakan. Tak dipungkirinya, terkadang lelah menghadapi mereka tapi ada kebahagian tersendiri jika sedang bersama mereka. Selama liburan kantornya, Annisa menyibukkan diri dengan komunitas Muslim di York yang juga kebanyakan orang Indonesia sendiri. Ada beberapa dari Timur tengah dan Asia. Dan juga beberapa dari penduduk lokal. Selama musim dingin ketika salju begitu asik menyebar cuaca dinginnya, mereka mengadakan acara dan bermain bersama anak-anak di Mesjid. Gedung itu memang tak begitu mirip dengan Mesjid tapi cukup luas dan nyaman untuk tempat ibadah dan tempat belajar. Ketika dia sedang asik berkisah tentang Nabi Sulaiman a.s kepada anak-anak, sebuah panggilan masuk.

“Halo...!”

“Assalamualaikum Annisa...”, dia kurang mengenal suara itu. Tapi itu sebuah salam. Dia lihat lagi kelayar hpnya, nomor lokal.

“Annisa, apa kabar?”

“Alhamdulillah sehat, ini...”

“Ini Aleesya, masih ingat? Ibunya Adam...”

Annisa sedikit terkejut. Setelah pertemuan pertama dengan ibunya Adam, dia tidak bertemu lagi. Setelah sedikit berbasa-basi...

“Annisa, pagi ini sibuk enggak?”

“Annisa sedang ada kegiatan di Mesjid, Ummi. Mungkin menjelang siang baru selesai, ada yang bisa Nisa bantu, Ummi?”

“Ooh... begini Nisa...”


***


“Lu, ikut aku yuk!”, ajak Nisa di telpon setelah selesai berbicara dengan ibunya Adam.

“Kemana?”

“Lu masih ingat wanita cantik berjilbab ditaman beberapa waktu lalu?”

“Hmm... gak ingat!”

“Ah, payah ingatan lu! Itu lho yang cantiknya luar biasa, yang sedang baca Al-Quran!”

“Ooh..iya-iya, yang mesra-mesra sama Pak Bos kan?”, Annisa mendesah. Seharusnya kita tak 
berpikiran macam-macam dulu Lu, andai kamu tahu siapa wanita itu.

“Iya... lu masih penasaran siapa kan?”

“Penasaran dikit, kenapa emangnya?”

“Makanya ikut aku yuk! Nanti lu bakal tahu siapa wanita itu...”

“Penting banget yaa?”

“Lulu...”

“Oke-oke...”

Dan mereka pun bertemu di bus stop dekat dengan apartement Lulu. Dengan mengendarai sepeda, mereka menuju rumah Adam.


***

Betapa indah merayakan Natal kalau kamu ada disisi. Annisa, kamu lagi apa? Hmm... aku tahu, pasti kamu sedang asik bersama anak-anak di tempat yang sangat kau banggakan itu. Tapi ini sudah menjelang dua hari kita tak bertemu, apa kamu tak merindukanku sedikit pun. Sepertinya kali ini aku bertepuk sebelah tangan, hehe. 

Adam terkekeh. Dia meraih hpnya dan mulai mengetikkan sebuah pesan singkat ketika tiba-tiba bunyi bel sedikit mengejutkannya. Adam bergegas menuju pintu depan. Dia sedikit cemas, para keluarganya telah sampai sedang dia baru saja memulai menghias pohon Natal. Ibunya sedang sibuk memasak di dapur.

“Adam, someone’s knockin’...”

“Yep Ummi, biar Adam aja...”

Dia pun membuka pintu dan seseorang dengan senyum khas dan mata indahnya sudah berdiri di depan pintu rumahnya... Adam terpana. Bidadari! Dasar kau kekasih, aku memang tak bisa mengungkapkan perasaanku, selalu saja kamu seenaknya datang ingin membuktikannya. Tapi, thanks God!  Batinnya sambil membalas senyum itu. Mereka larut dalam tatapan masing-masing...

“Pak Bos! Apa kabar?” Kejut Lulu yang merasa diacuhkan dan akan menghambur memeluk Adam tapi Annisa langsung menarik lengannya. Lulu sewot.

“Ah Sa, setidaknya aku gak dapat cinta Pak Adam, aku sesekali boleh donk meluk dia...”, bisiknya. Annisa hanya menjulurkan lidah.

“Assalamualaikum...”, tiba-tiba sebuah salam mengejutkan mereka. Ibu Adam sudah berdiri dibelakang Adam.

“Datang-datang kok gak beri salam siyh, malah ngobrol?”, ucapnya sambil tersenyum. Lulu dan Annisa terpana. Walaupun dengan celemek dan dengan noda tepung dan coklat di pipinya, wanita itu tetap sempurna.

“Waalaikumussalam”, jawab Annisa dan Lulu hampir sekalian.

“Masuk...masuk!”

Annisa meraih tangan itu dan menciuminya. Lulu yang bengong mengikuti saja. Dia berganti menatap Annisa yang keliatan sangat akrab dengan si wanita. Lewat pandangannya dia bertanya, siapa sebenarnya wanita ini Sa? Lu gak jadi cemburu?

Annisa tersenyum dan menunjuk kearah satu foto besar yang terpajang diruang tamu ketika mereka melaluinya menuju ruang santai. Sebuah foto keluarga, Adam saat masih kecil berdiri mengenggam tangan seorang perempuan. Ayahnya terlihat tampan berdiri gagah dibelakang Adam. Seorang gadis kecil nan cantik kira-kira masih berusia 4 tahun duduk di pangkuan wanita yang mengenggam tangan Adam tadi. Dan wanita itu jelas adalah ibunya Adam. Lulu terpana, jadi ibunya Adam yang ada di foto itu adalah wanita yang kami liat di taman beberapa waktu lalu.

“Kenapa baru bilang sekarang, Non?”, bisik Lulu. Annisa terkekeh. Lulu akan mencubit lengan Annisa ketika...

“Ini Lulu yaa??”, tanya wanita itu yang sedang menyajikan coklat panas untuk mereka. Lulu mengangguk malu.

Beberapa jam berlalu...

Sementara Annisa sibuk membantu ibu Adam didapur, Lulu memilih membantu Adam mendekor pohon Natal.

“Alhamdulillah selesai, Ummi!”, ucap Annisa ketika selesai menyelesaikan Opor Ayam dan Kroket Isi Kentangnya.

“Iyya, Alhamdulillah...makasih banyak ya Nisa. Kalau kamu tak bisa datang, Ummi gak tahu harus gimana. Mudah-mudahan kamu tak keberatan membantu Adam menyiapkan makanan untuk Cristmas Eve...”, ucap Aleesya.

“Don’t mention it, Ummi! Annisa niatnya bantuin Ummi kok! Tak ada dalam bayangan Nisa, ini semua untuk Natal...”

“Iyya, sebenarnya kalau keluarga Adam dari Indonesia tak datang, Adam memilih tak merayakan Natal...”, Annisa sedikit terkejut. Adam tidak merayakan Natal? Inikan hari besar, memangnya ada apa?

Pertanyaan itu kemudian dengan segera menguap setelah Aleesya mengajak Annisa melihat masakan yang sudah selesai dia masak sebelum Annisa datang. Maple Roast Turkey dalam ukuran besar, Banana Split Cake dan Marbled Pumpkin Cheese Cake sebagai dessert. Annisa berdecak kagum, ternyata ibu Adam selain cantik tapi pintar memasak. Tak terasa sore menjelang, ketika Annisa dan Lulu akan pamit pulang sebuah bel mengejutkan mereka...

Keluarga Adam datang. Seorang lelaki paruh baya namun begitu gagah sudah jelas kakeknya Adam, dia menggandeng seorang wanita dengan busana yang terlihat begitu bermerk. Neneknya Adam. Kemudian seorang pria gagah begitu mirip dengan Adam dan sudah jelas itu ayahnya. Beberapa orang sepupu, Diana salah satunya dengan keluarga kecilnya dan beberapa keluarga Adam lainnya. Dan Annisa dan Lulu terjebak disana...

“Hei, Annisa, Lulu apa kabar? Ada gerangan apa kalian bisa disini?”, sapa Diana.
Keduanya hanya tersenyum bodoh dan malu.


***

Terpaksa mereka juga ikut makan malam di Cristmas Eve itu. Sangat tidak nyaman. Mereka berdua beserta ibu Adam menyingkir ke dapur saat keluarga Katolik itu sedang menikmati Cristmas dishes. Lulu menyesali keikutsertaannya. Annisa hanya bisa terkekeh.
Setelah dinner, Annisa sedikit terpana melihat tatapan keluarga Adam terhadap wanita cantik itu. Mereka bahkan tak menganggapnya sama sekali. Tapi Aleesya tetap tersenyum lembut dan mencoba bersikap ramah. Yang paling terlihat adalah kakek dan neneknya Adam yang seperti tak suka Aleesya berada disana. Annisa merasa teriris dan sedikit sedih. Mungkin keberadaannya dan Lulu sedikit membuat Ibu Adam merasa nyaman. Annisa juga menyadari bahwa tatapan aneh itu bukan hanya untuk Aleesya tapi untuknya yang juga berkerudung dan tentu saja Lulu walaupun dia tak berkerudung. Tiga orang wanita muslim sedang terjebak dikeluarga Katolik yang sedang merayakan Cristmas Eve. Sungguh luar biasa.


Yang membuatnya sedikit tenang, ketika melihat tatapan hangat pria itu. Seperti sarat cinta. Penuh kerinduan. Bahkan ketika pandangan mereka tak bertemu, tatapan itu seperti tak ingin lepas. Ayah Adam seperti menyimpan sejuta rindu untuk wanita itu. Apalagi ketika mereka akhirnya dipersatukan dalam satu scene obrolan. Lelaki itu keliatan sangat kikuk dan sang wanita juga merona pipinya. Mungkin ini sangat tidak biasa bagi pasangan seusia mereka, namun ini yang terjadi. Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa aku merasakan bahwa mereka masih saling mencintai?

Annisa masih sangat sibuk dengan pikiran dan penglihatannya ketika sebuah bisikan mampir di dekat telinganya...

“Kekasih...”

Tak ada yang lain yang sangat tega mengacaukan perasaanku selain kamu, Adam.

Annisa menoleh sambil sedikit melotot.

“Hari ini hari Natal, tega sekali kamu melotot begini!”

“Emangnya kenapa kalau hari Natal, toh, aku tetap bukan kekasihmu, kan?”, ucap Nisa sedikit judes.

“Alright, Nona Annisa yang sedikit jual mahal. Mau kiamat pun, kamu pasti tak akan mengakui aku sebagai kekasihmu, makanya menikah yuk!”, ucap Adam dengan senyum jail dan lagi-lagi Annisa melotot. Adam tertawa.

“Kamu serius amat, lagi perhatiin apa siyh?”, tanya Adam kemudian mendinginkan suasana. Annisa diam dan kembali menikmati scene di depannya. Adam mengikuti pandangannya. Dia tersenyum pahit.

“Kamu pasti bisa melihat kalau mereka masih saling mencintai kan?”, tanya Adam tiba-tiba hingga membuat Annisa menoleh dengan wajah terkejut.

“Yep, Annisa! They did, they do and I believe they will...”, pandangan Annisa kini tak beralih dari Adam menunggu kisah itu mengalir.

“Ummi menikah diusia muda dengan Ayahku dalam keadaan berbeda keyakinan. Keluarga Ayah menentang habis-habisan juga keluarga Ummi, tapi toh keduanya tetap menikah. Mereka tinggal di Inggris setelah menikah dan kembali ke Indonesia setelah aku lahir. Keluarga Ayah mulai menerima tapi tetap kurang baik dengan Ummi. Dia wanita yang sangat sabar. Sampai ketika Nina lahir, Ummi seperti mendapat hidayah dan mulai memakai kerudung, dan itu lebih memperparah keadaan. Kesabaran ada batasnya, dan ketika usiaku 7 tahun mereka bercerai karena keluarga ayah memaksanya. Ummi kembali ke Turki membawa Nina. Awalnya aku sangat terpukul karena merasa Ummi lebih memilih Nina, tapi akhirnya aku sadar Ummi lebih sakit karena harus meninggalkan aku dan suaminya yang masih sangat dicintainya. Kamu tahu tidak, ini pertemuan pertama mereka setelah berpisah...”, ucap Adam. Annisa kembali memandang pasangan itu yang kini sedang tersenyum. Adam, itu lah salah satu alasan mengapa kita tak bisa bersama jika masih ada perbedaan itu selain karena perintah agama. Pernikahan seperti itu tidak sehat.

“Adam, pinjam kameramu ya?”, ucap Annisa sambil mengambil kamera yang sedang digenggam Adam.

Annisa mulai mengambil gambar-gambar mereka.


***

Annisa dan Lulu pamit. Adam mengantar mereka satu-persatu dengan mobilnya. Ketika sampai di apartement Annisa, Adam ikut turun. Annisa bengong.

“Gak perlu diantar sampai pintu kok!”, ucapnya dan Adam tertawa.

“Kamu besok ada acara? Ikut aku yuk!”

“Adam ! keluargamu jauh-jauh kemari ingin merayakan hari besar kalian bersamamu disini, kamu malah ajak aku keluar. Lagian kan besok aku ada kegiatan dengan teman-teman di Mesjid!”, ucapnya panjang lebar.

“Hmm... kan ada Mba Di. Dia kan sudah lama disini, dia bisa ajak yang lain jalan-jalan. Anyway, see you tomorrow, ke-ka-sih!”, ucapnya sambil berlalu dan sengaja mengeja kata-kata terakhir.

Annisa hanya bisa bengong.


***

Selesai misa digereja, Adam buru-buru pergi. Dia menghilang dengan mobilnya. Hpnya sengaja dimatikan. Keluarganya sibuk mencari sosoknya. Tapi dia tak peduli, dia mengendarai mobilnya menuju gedung sederhana itu.


Di samping bangunan itu ada taman kecil dengan pohon-pohon yang yang tinggal ranting. Salju pun masih menutupi sebagian permukaan taman itu. Tampak anak-anak sedang bermain disana. Melempar bola salju, membuat snow man dan ada juga yang bermain hide and seek. Sedang para orang dewasa hanya mengamati dari teras Mesjid. Beberapa orang lelaki dan wanita sedang sibuk disebuah sudut taman mempersiapkan meja besar. Hidangan pun seketika datang. Oh, sarapan pagi bersama. Ironis, ketika seharusnya dia sedang menikmati sarapan dihari Natal bersama keluarganya kini dia malah tersesat disini. Namun, Adam tetap menikmati suasana itu.

Wanita muslim dengan kerudungnya ternyata cantik-cantik, pikirnya. Seorang yang dipanggil Aisyah, matanya sipit, wanita muslim dari korea. Cantik. Tak habis disitu, ada wanita dari Yordania yang sangat menarik perhatiannya. Anak-anak kecil pun tampak cantik dengan kerudung mereka. Namun, kini malah matanya beralih lagi dan ini mungkin akan lama, belum ada yang bisa mengalahkan wanita berkerudung merah hati itu, wanita yang selama ini sukses mengalihkan pandangannya dari hal lain, wanita yang senantiasa menimbulkan banyak pertanyaan di hatinya tapi sekaligus memberi banyak penjelasan yang senantiasa lengket di pikirannya, wanita yang kini sedang tersenyum sangat manis hingga memunculkan lesung pipi di kedua pipinya yang sedang merona itu dan melambai dengan semangat ke arahnya...

“Adam!”

Kekasih! Kamu selalu berhasil membuat hatiku penuh bunga-bunga. Apalagi dengan senyummu yang merekah itu, kamu pasti tak tahu kan, berapa ratus ion cinta yang kurasa sekarang... Dasar kamu yaa?? Kamu memang tak pernah ingin tahu...

2 komentar:

  1. owh...kekasih... heheh, tak kusangka, umi romantis sangat :D

    BalasHapus
  2. hahahaaa...baru tahu kak?? makanya gaul-gaul lah sama kami biar kami ajarin dikit ^_^
    jadi kak ika bisa beraksi, hahahaaa

    BalasHapus