Adam terduduk manis di sofa empuk di ruang ibadah ibunya.
Tapi Dia masih bimbang dan sangat dilema dengan segala hal yang menimpanya
selama ini. Tapi kenapa ruangan itu yang jadi pilihannya? Secara logika
semuanya mungkin akan terjawab, tapi tidak baginya. Dia masih sangat menghargai
keyakinannya, dia begitu inginnya mempertahankannya, dia belum sadar bahwa
hatinya telah berpaling. Adam seolah terus berontak, tapi tetap saja dia akan
kembali.
Mimpi bertubi-tubi datang. Kejadian-kejadian aneh pun seolah
mendukung keraguannya. Sejak bermimpi menikahi Annisa yang saat itu dengan
bagusnya dia membaca Al-Quran (kitab yang selama ini membuatnya resah),
mimpi-mimpi lain seolah berlangganan datang pada malam-malamnya. Annisa tak
jarang hadir dalam mimpinya ketika itu.
Pernah dia tersesat diruang yang sangat gelap, tiba-tiba
sebuah cahaya temaram datang di depan matanya. Dia refleks mendekat karena
matanya memang sangat membutuhkan cahaya. Sebuah cahaya dari sebuah benda
berbentuk salib, betapa hatinya begitu bahagia karena Tuhannya membantunya.
Namun ketika dia mencoba memegang benda itu, tangannya seperti terbakar. Dia
merintih kesakitan. Sangat perih sampai menjalar ke seluruh tubuhnya. Dan
tiba-tiba cahaya temaram itu menghilang dan seketika gelap pun menyergap lagi.
Tubuhnya mulai menggigil, dia merasa rasa sakit dari tangannya lah yang membuat
satu persatu anggota tubuhnya seperti ingin
jatuh satu persatu. Dia tersungkur.
Saat semua harapan telah hilang, sayup-sayup terdengar dari
kejauhan. Dia seperti tahu sayup-sayup suara itu. Dia merangkak ke arah suara
itu. Hanya menggunakan perasaan didalam kegelapan, dia terus merangkak ke
sumber bunyi sampai dia melihat sebuah cahaya putih terang. Matanya mulai
membiasakan diri. Cahaya itu semakin didekati semakin terang. Namun, tidak
siapapun disana. Yang ada hanyalah sebuah benda berbentuk sebuah buku. Dia
mendekat. Tulisannya dia kenal. Tulisan arab. Dia menyentuh buku itu, dan
seolah bertentangan dengan kejadian sebelumnya, seluruh tubuhnya terasa sejuk.
Sakit ditangannya hilang dan luka itu lenyap. Semenit kemudian, seperti mimpi
seluruh ruang itu bercahaya. Dan kini dia berada diruang yang sangat sejuk dan
berbau harum. Tidak, ini tidak mungkin.
Seketika dia melihat ketangannya masih dengan perasaan terkejut. Dan di genggaman
tangan itu kini telah ada buku tadi yang ternyata adalah sebuah Al-Qur’an. Dia
tengah berdiri ditengah sebuah Masjid dengan mengenggam Al-Qur’an. Dan Adam
terjaga setelahnya tepat ditengah malam.
Di malam lainnya, dia begitu resah. Perasaannya tidak enak.
Dan dia tahu apa yang dia rasakan, dia rindu. Tapi tak tahu siapa atau apa yang
sedang dia rindukan. Tidak, dia sedang tidak rindu Annisa. Karena tiba-tiba
dengan santainya wanita itu melangkah mendekatinya. Tapi tak ada perasaan rindu
yang lenyap saat melihatnya. Adam mulai bertanya-tanya, ketika
seorang wanita
yang mengaku bernama Annisa tiba-tiba bertanya...
“Adam, aku pengen banget liat syurga. Kamu mau gak sama-sama
denganku ke syurga?”
Tiba-tiba perasaan resah Adam menghilang seketika. Dia merindukan
syurga.
“Tentu aja aku mau, tapi aku tak tahu letak syurga itu
dimana Annisa...”
“Aku tahu...”, ucap Annisa. Adam terpana.
“Ikut aku, yuk!”, ajak Annisa sambil menarik tangannya.
Setelah itu Adam pun terjaga.
Dan tadi malam, dia benar-benar tak habis pikir. Mimpi
semacam itu datang lagi. Dia mendengarkan sebuah syair. Indah sekali.
Menyejukkan hatinya. Dia mencari sumber suara yang menyerukan syair itu. Dan
dia melihat sekelompok orang disana. tepatnya, sekelompok anak-anak yang sedang
duduk melingkar, dengan seorang lelaki dewasa. Lelaki itu memimpin anak-anak
menyairkan beberapa kalimat yang sangat merdu dan indah kedengarannya.
Seorang
anak bertanya...
“Ustad, yang tadi kita baca tadi itu apa namanya?”
“Yang pertama kita lafazkan adalah dua kalimat syahadat dan
yang baru saja kita syairkan itu adalah shalawat Nabi...”
Dia terpana. Bukan hanya karena penjelasan si ustad tapi
juga karena wajah yang dilihatnya itu adalah wajahnya sendiri. Lelaki dewasa
itu adalah dirinya. Dan dia pun kembali terjaga.
Tidak ada keringat dingin saat
dia terjaga. Ini bukan mimpi buruk.
Kini Adam hanya duduk melamun di sofa itu. Pikirannya
kosong. Dia masih tetap bersikeras tidak ingin memikirkan itu lagi. Dia masih
sangat takut mengkhianati Tuhannya. Hidayah Allah memang telah menyergapinya.
Tapi dia benar-benar membentengi diri hingga tak ingin menyadarinya.
Ammara Aleesya, ibunya iba melihat anak lelakinya begitu.
Melamun. Dan terkadang tidak fokus. Adam lebih sering menghabiskan waktu
dirumahnya terutama diruang ibadahnya. Menungguinya shalat dan suka
mendengarkan bacaan Al-Qur’annya. Beberapa kali terlihat membaca buku-buka
tentang Islam dan Al-Qur’an dan ketika ditanya Adam hanya menjawab, Lagi pengen baca aja Ummi, hehe. Mereka
memang tinggal terpisah. Yang juga membuatnya heran, anaknya itu terkesan
menjauh dari kebiasaan religinya. Ada keresahan diwajah itu. Dan kini yang
paling membuatnya heran, menjelang hitungan hari perayaan hari besar agamanya,
Adam masih santai-santai saja. Padahal, hari itu adalah hari yang paling
ditunggunya selama setahun. Cristmas Eve adalah waktu yang paling dipuja Adam.
Dia benar-benar mempersiapkannya, membeli pernak-pernik Natal, mempersiapkan
makanan yang banyak, kado-kado dan sebagainya. Tapi tidak kali ini. Anak
lelakinya itu seperti kehilangan semangatnya dan benar-benar tidak
memperdulikan hari itu. Aleesya mendekat dan membelai kepala itu seakan ingin
mentransfer ribuan cinta kepada Adam.
“Adam, kamu gak siap-siap?”, Adam mendongak. Ibunya duduk
didepannya dan kini sudah membelai pipinya.
“Sebentar lagi kan Natal, apa kamu tak mempersiapkan
apa-apa?”, Adam mendesah.
Perasaannya semakin kurang enak. Sebegitu teganya
sudah dirinya akan Tuhannya.
“Kenapa Nak? Kok diam? Ada yang salah? Kamu sakit?”, tanya
ibunya dengan wajah cemas.
“Enggak ko Ummi, Adam cuma...”, dan kini Adam hanya terdiam.
Ibunya menunggu. Wajah Adam pun terlihat begitu memprihatinkan.
“Kita belanja yaa?? Ummi bantu masak makanan seadanya...”,
Adam hanya bisa diam. Dia tak tahu harus berkata apa-apa.
“We don’t need, Ummi! Adam lagi enggak ingin merayakan
Natal, biarlah berjalan biasa saja...”, dan kata-kata ini benar-benar membuat
Aleesya terpana. Ada apa dengan anaknya.
Kini Aleesya menarik wajah itu dan menatapnya lekat.
“Adam, what’s happening?”
“Meaning?”
“I know something happens to you, what’s that dear?”, Adam
sedikit terpana namun dia langsung berpura-pura. Dia benar-benar tak ingin
membahas ini.
Adam tersenyum dan menyentuh kedua tangan ibunya yang berapa
di pipinya.
“Ummi, nothing happens. I am fine. Cuma saat ini Adam lagi
ingin suasana yang damai, gak pengen keramaian. Hmm..anyway, Adam boleh gak
Cristmas Eve nya disini aja?”, Aleesya makin bingung tapi dia tak ingin terlalu
bertanya lagi.
***
Hitungan jam menjelang Hari Natal.
Adam menikmati masa-masa liburnya. Kantornya memang libur
menjelang Natal. Annisa juga sedang sangat sibuk dengan kegiatannya di Mesjid
bersama para remaja, anak-anak dan orang dewasa. Beberapa kali dia melewati
bangunan itu, betapa dia ingin memasukinya tapi dilain sisi dirinya menolak.
Dia masih terlalu takut, padahal secara tak sadar Adam telah meyakini itu.
Melihat Annisa dan beberapa orang dewasa lainnya mendidik anak-anak sambil
mengajak mereka bermain dalam koridor agama mereka. Dia mulai menyadari bahwa
Islam menawarkan kedamaian bukan sebaliknya. Wanita itu memang secara tak
sengaja telah banyak membuka hal-hal yang dulunya dia tak tahu dan tak mau tahu
tentang Islam. Dan kini dia rindu wanita itu. Terlalu banyak hal yang telah
dilewati bersama, dan terlalu banyak hal yang mereka saling berbagi satu sama
lain terutama masalah pekerjaan dan khususnya bagi Adam masalah keyakinan.
Salju makin berani menampakkan wajahnya yang putih dan
auranya yang dingin. Hari ini seperti biasa Adam masih duduk santai di ruang
ibadah ibunya menikmati butiran salju yang turun. Ketika sebuah telpon
benar-benar membuat harinya berubah. Rencana awalnya melewati Cristmas Eve
dengan tenang akan pasti gagal. Dia mendesah. Ibunya masuk dengan ceria
membawa dua gelas coklat panas dan
beberapa kudapan, ketika tiba-tiba wajahnya berubah iba melihat wajah anak
lelakinya tak bersemangat lagi. Dia letakkan nampannya di meja dan beralih
membelai rambut itu...
“Ada apa lagi sayang?”, Adam mendongak.
“Ummi, sepertinya Cristmas Eve kali ini gak bakalan tenang”,
ucapnya sambil tersenyum pahit. Ibunya diam menunggu penjelasan selanjutnya.
“Daddy dan keluarga besar akan liburan kesini...”, Ibunya
tersenyum tipis. David, apa kita akan
bertemu lagi?
“Memangnya kapan mereka berangkat?”
“Ini mereka semua sedang dibandara. It’s great, isn’t it?
Aku baru diberitahu sekarang!”
“Sudahlah Adam, mereka mungkin memang merindukanmu makanya
mereka ingin merayakan
Natal bersama-sama disini. Well, kita pergi belanja yaa?
We’re gonna be so busy these coming days, honey!”, ucap ibunya semangat dan
seolah ingin putra sulungnya itu juga ikut bersemangat. Adam hanya bisa
tersenyum.
Mereka kemudian menikmati coklat panas itu.
***
Melihat perkembangan anak-anak adalah sesuatu yang
membahagiakan. Tak dipungkirinya, terkadang lelah menghadapi mereka tapi ada
kebahagian tersendiri jika sedang bersama mereka. Selama liburan kantornya,
Annisa menyibukkan diri dengan komunitas Muslim di York yang juga kebanyakan
orang Indonesia sendiri. Ada beberapa dari Timur tengah dan Asia. Dan juga
beberapa dari penduduk lokal. Selama musim dingin ketika salju begitu asik
menyebar cuaca dinginnya, mereka mengadakan acara dan bermain bersama anak-anak
di Mesjid. Gedung itu memang tak begitu mirip dengan Mesjid tapi cukup luas dan
nyaman untuk tempat ibadah dan tempat belajar. Ketika dia sedang asik berkisah
tentang Nabi Sulaiman a.s kepada anak-anak, sebuah panggilan masuk.
“Halo...!”
“Assalamualaikum Annisa...”, dia kurang mengenal suara itu. Tapi itu sebuah
salam. Dia lihat lagi kelayar hpnya, nomor lokal.
“Annisa, apa kabar?”
“Alhamdulillah sehat, ini...”
“Ini Aleesya, masih ingat? Ibunya Adam...”
Annisa sedikit terkejut. Setelah pertemuan pertama dengan
ibunya Adam, dia tidak bertemu lagi. Setelah sedikit berbasa-basi...
“Annisa, pagi ini sibuk enggak?”
“Annisa sedang ada kegiatan di Mesjid, Ummi. Mungkin
menjelang siang baru selesai, ada yang bisa Nisa bantu, Ummi?”
“Ooh... begini Nisa...”
***
“Lu, ikut aku yuk!”, ajak Nisa di telpon setelah selesai
berbicara dengan ibunya Adam.
“Kemana?”
“Lu masih ingat wanita cantik berjilbab ditaman beberapa
waktu lalu?”
“Hmm... gak ingat!”
“Ah, payah ingatan lu! Itu lho yang cantiknya luar biasa,
yang sedang baca Al-Quran!”
“Ooh..iya-iya, yang mesra-mesra sama Pak Bos kan?”, Annisa
mendesah. Seharusnya kita tak
berpikiran
macam-macam dulu Lu, andai kamu tahu siapa wanita itu.
“Iya... lu masih penasaran siapa kan?”
“Penasaran dikit, kenapa emangnya?”
“Makanya ikut aku yuk! Nanti lu bakal tahu siapa wanita
itu...”
“Penting banget yaa?”
“Lulu...”
“Oke-oke...”
Dan mereka pun bertemu di bus stop dekat dengan apartement
Lulu. Dengan mengendarai sepeda, mereka menuju rumah Adam.
***
Betapa
indah merayakan Natal kalau kamu ada disisi. Annisa, kamu lagi apa? Hmm... aku
tahu, pasti kamu sedang asik bersama anak-anak di tempat yang sangat kau
banggakan itu. Tapi ini sudah menjelang dua hari kita tak bertemu, apa kamu tak
merindukanku sedikit pun. Sepertinya kali ini aku bertepuk sebelah tangan,
hehe.
Adam terkekeh. Dia meraih hpnya dan mulai mengetikkan
sebuah pesan singkat ketika tiba-tiba bunyi bel sedikit mengejutkannya. Adam
bergegas menuju pintu depan. Dia sedikit cemas, para keluarganya telah sampai
sedang dia baru saja memulai menghias pohon Natal. Ibunya sedang sibuk memasak
di dapur.
“Adam, someone’s knockin’...”
“Yep Ummi, biar Adam aja...”
Dia pun membuka pintu dan seseorang dengan senyum khas dan
mata indahnya sudah berdiri di depan pintu rumahnya... Adam terpana. Bidadari! Dasar kau kekasih, aku memang tak
bisa mengungkapkan perasaanku, selalu saja kamu seenaknya datang ingin
membuktikannya. Tapi, thanks God! Batinnya
sambil membalas senyum itu. Mereka larut dalam tatapan masing-masing...
“Pak Bos! Apa kabar?” Kejut Lulu yang merasa diacuhkan dan
akan menghambur memeluk Adam tapi Annisa langsung menarik lengannya. Lulu
sewot.
“Ah Sa, setidaknya aku gak dapat cinta Pak Adam, aku
sesekali boleh donk meluk dia...”, bisiknya. Annisa hanya menjulurkan lidah.
“Assalamualaikum...”, tiba-tiba sebuah salam mengejutkan
mereka. Ibu Adam sudah berdiri dibelakang Adam.
“Datang-datang kok gak beri salam siyh, malah ngobrol?”,
ucapnya sambil tersenyum. Lulu dan Annisa terpana. Walaupun dengan celemek dan
dengan noda tepung dan coklat di pipinya, wanita itu tetap sempurna.
“Waalaikumussalam”, jawab Annisa dan Lulu hampir sekalian.
“Masuk...masuk!”
Annisa meraih tangan itu dan menciuminya. Lulu yang bengong
mengikuti saja. Dia berganti menatap Annisa yang keliatan sangat akrab dengan
si wanita. Lewat pandangannya dia bertanya, siapa
sebenarnya wanita ini Sa? Lu gak jadi cemburu?
Annisa tersenyum dan menunjuk kearah satu foto besar yang
terpajang diruang tamu ketika mereka melaluinya menuju ruang santai. Sebuah
foto keluarga, Adam saat masih kecil berdiri mengenggam tangan seorang
perempuan. Ayahnya terlihat tampan berdiri gagah dibelakang Adam. Seorang gadis
kecil nan cantik kira-kira masih berusia 4 tahun duduk di pangkuan wanita yang
mengenggam tangan Adam tadi. Dan wanita itu jelas adalah ibunya Adam. Lulu
terpana, jadi ibunya Adam yang ada di
foto itu adalah wanita yang kami liat di taman beberapa waktu lalu.
“Kenapa baru bilang sekarang, Non?”, bisik Lulu. Annisa
terkekeh. Lulu akan mencubit lengan Annisa ketika...
“Ini Lulu yaa??”, tanya wanita itu yang sedang menyajikan
coklat panas untuk mereka. Lulu mengangguk malu.
Beberapa jam berlalu...
Sementara Annisa sibuk membantu ibu Adam didapur, Lulu
memilih membantu Adam mendekor pohon Natal.
“Alhamdulillah selesai, Ummi!”, ucap Annisa ketika selesai
menyelesaikan Opor Ayam dan Kroket Isi Kentangnya.
“Iyya, Alhamdulillah...makasih banyak ya Nisa. Kalau kamu
tak bisa datang, Ummi gak tahu harus gimana. Mudah-mudahan kamu tak keberatan
membantu Adam menyiapkan makanan untuk Cristmas Eve...”, ucap Aleesya.
“Don’t mention it, Ummi! Annisa niatnya bantuin Ummi kok!
Tak ada dalam bayangan Nisa, ini semua untuk Natal...”
“Iyya, sebenarnya kalau keluarga Adam dari Indonesia tak
datang, Adam memilih tak merayakan Natal...”, Annisa sedikit terkejut. Adam tidak merayakan Natal? Inikan hari
besar, memangnya ada apa?
Pertanyaan itu kemudian dengan segera menguap setelah
Aleesya mengajak Annisa melihat masakan yang sudah selesai dia masak sebelum
Annisa datang. Maple Roast Turkey
dalam ukuran besar, Banana Split Cake
dan Marbled Pumpkin Cheese Cake
sebagai dessert. Annisa berdecak kagum, ternyata ibu Adam selain cantik tapi
pintar memasak. Tak terasa sore menjelang, ketika Annisa dan Lulu akan pamit
pulang sebuah bel mengejutkan mereka...
Keluarga Adam datang. Seorang lelaki paruh baya namun begitu
gagah sudah jelas kakeknya Adam, dia menggandeng seorang wanita dengan busana
yang terlihat begitu bermerk. Neneknya Adam. Kemudian seorang pria gagah begitu
mirip dengan Adam dan sudah jelas itu ayahnya. Beberapa orang sepupu, Diana
salah satunya dengan keluarga kecilnya dan beberapa keluarga Adam lainnya. Dan
Annisa dan Lulu terjebak disana...
“Hei, Annisa, Lulu apa kabar? Ada gerangan apa kalian bisa
disini?”, sapa Diana.
Keduanya hanya tersenyum bodoh dan malu.
***
Terpaksa mereka juga ikut makan malam di Cristmas Eve itu.
Sangat tidak nyaman. Mereka berdua beserta ibu Adam menyingkir ke dapur saat
keluarga Katolik itu sedang menikmati Cristmas dishes. Lulu menyesali
keikutsertaannya. Annisa hanya bisa terkekeh.
Setelah dinner, Annisa sedikit terpana melihat tatapan
keluarga Adam terhadap wanita cantik itu. Mereka bahkan tak menganggapnya sama
sekali. Tapi Aleesya tetap tersenyum lembut dan mencoba bersikap ramah. Yang
paling terlihat adalah kakek dan neneknya Adam yang seperti tak suka Aleesya
berada disana. Annisa merasa teriris dan sedikit sedih. Mungkin keberadaannya
dan Lulu sedikit membuat Ibu Adam merasa nyaman. Annisa juga menyadari bahwa
tatapan aneh itu bukan hanya untuk Aleesya tapi untuknya yang juga berkerudung
dan tentu saja Lulu walaupun dia tak berkerudung. Tiga orang wanita muslim
sedang terjebak dikeluarga Katolik yang sedang merayakan Cristmas Eve. Sungguh
luar biasa.
Yang membuatnya sedikit tenang, ketika melihat tatapan
hangat pria itu. Seperti sarat cinta. Penuh kerinduan. Bahkan ketika pandangan
mereka tak bertemu, tatapan itu seperti tak ingin lepas. Ayah Adam seperti
menyimpan sejuta rindu untuk wanita itu. Apalagi ketika mereka akhirnya
dipersatukan dalam satu scene obrolan. Lelaki itu keliatan sangat kikuk dan
sang wanita juga merona pipinya. Mungkin ini sangat tidak biasa bagi pasangan
seusia mereka, namun ini yang terjadi. Apa
sebenarnya yang terjadi? Kenapa aku merasakan bahwa mereka masih saling
mencintai?
Annisa masih sangat sibuk dengan pikiran dan penglihatannya
ketika sebuah bisikan mampir di dekat telinganya...
“Kekasih...”
Tak ada
yang lain yang sangat tega mengacaukan perasaanku selain kamu, Adam.
Annisa menoleh sambil sedikit melotot.
“Hari ini hari Natal, tega sekali kamu melotot begini!”
“Emangnya kenapa kalau hari Natal, toh, aku tetap bukan
kekasihmu, kan?”, ucap Nisa sedikit judes.
“Alright, Nona Annisa yang sedikit jual mahal. Mau kiamat
pun, kamu pasti tak akan mengakui aku sebagai kekasihmu, makanya menikah yuk!”,
ucap Adam dengan senyum jail dan lagi-lagi Annisa melotot. Adam tertawa.
“Kamu serius amat, lagi perhatiin apa siyh?”, tanya Adam
kemudian mendinginkan suasana. Annisa diam dan kembali menikmati scene di
depannya. Adam mengikuti pandangannya. Dia tersenyum pahit.
“Kamu pasti bisa melihat kalau mereka masih saling mencintai
kan?”, tanya Adam tiba-tiba hingga membuat Annisa menoleh dengan wajah
terkejut.
“Yep, Annisa! They did, they do and I believe they will...”,
pandangan Annisa kini tak beralih dari Adam menunggu kisah itu mengalir.
“Ummi menikah diusia muda dengan Ayahku dalam keadaan
berbeda keyakinan. Keluarga Ayah menentang habis-habisan juga keluarga Ummi,
tapi toh keduanya tetap menikah. Mereka tinggal di Inggris setelah menikah dan
kembali ke Indonesia setelah aku lahir. Keluarga Ayah mulai menerima tapi tetap
kurang baik dengan Ummi. Dia wanita yang sangat sabar. Sampai ketika Nina
lahir, Ummi seperti mendapat hidayah dan mulai memakai kerudung, dan itu lebih
memperparah keadaan. Kesabaran ada batasnya, dan ketika usiaku 7 tahun mereka
bercerai karena keluarga ayah memaksanya. Ummi kembali ke Turki membawa Nina.
Awalnya aku sangat terpukul karena merasa Ummi lebih memilih Nina, tapi
akhirnya aku sadar Ummi lebih sakit karena harus meninggalkan aku dan suaminya
yang masih sangat dicintainya. Kamu tahu tidak, ini pertemuan pertama mereka
setelah berpisah...”, ucap Adam. Annisa kembali memandang pasangan itu yang
kini sedang tersenyum. Adam, itu lah
salah satu alasan mengapa kita tak bisa bersama jika masih ada perbedaan itu
selain karena perintah agama. Pernikahan seperti itu tidak sehat.
“Adam, pinjam kameramu ya?”, ucap Annisa sambil mengambil
kamera yang sedang digenggam Adam.
Annisa mulai mengambil gambar-gambar mereka.
***
Annisa dan Lulu pamit. Adam mengantar mereka satu-persatu
dengan mobilnya. Ketika sampai di apartement Annisa, Adam ikut turun. Annisa bengong.
“Gak perlu diantar sampai pintu kok!”, ucapnya dan Adam
tertawa.
“Kamu besok ada acara? Ikut aku yuk!”
“Adam ! keluargamu jauh-jauh kemari ingin merayakan hari
besar kalian bersamamu disini, kamu malah ajak aku keluar. Lagian kan besok aku
ada kegiatan dengan teman-teman di Mesjid!”, ucapnya panjang lebar.
“Hmm... kan ada Mba Di. Dia kan sudah lama disini, dia bisa
ajak yang lain jalan-jalan. Anyway, see you tomorrow, ke-ka-sih!”, ucapnya
sambil berlalu dan sengaja mengeja kata-kata terakhir.
Annisa hanya bisa bengong.
***
Selesai misa digereja, Adam buru-buru pergi. Dia menghilang
dengan mobilnya. Hpnya sengaja dimatikan. Keluarganya sibuk mencari sosoknya.
Tapi dia tak peduli, dia mengendarai mobilnya menuju gedung sederhana itu.
Di samping bangunan itu ada taman kecil dengan pohon-pohon
yang yang tinggal ranting. Salju pun masih menutupi sebagian permukaan taman
itu. Tampak anak-anak sedang bermain disana. Melempar bola salju, membuat snow
man dan ada juga yang bermain hide and seek. Sedang para orang dewasa hanya
mengamati dari teras Mesjid. Beberapa orang lelaki dan wanita sedang sibuk
disebuah sudut taman mempersiapkan meja besar. Hidangan pun seketika datang. Oh, sarapan pagi bersama. Ironis, ketika
seharusnya dia sedang menikmati sarapan dihari Natal bersama keluarganya kini
dia malah tersesat disini. Namun, Adam tetap menikmati suasana itu.
Wanita muslim dengan kerudungnya ternyata cantik-cantik,
pikirnya. Seorang yang dipanggil Aisyah, matanya sipit, wanita muslim dari
korea. Cantik. Tak habis disitu, ada
wanita dari Yordania yang sangat menarik perhatiannya. Anak-anak kecil pun
tampak cantik dengan kerudung mereka. Namun, kini malah matanya beralih lagi dan
ini mungkin akan lama, belum ada yang bisa mengalahkan wanita berkerudung merah
hati itu, wanita yang selama ini sukses mengalihkan pandangannya dari hal lain,
wanita yang senantiasa menimbulkan banyak pertanyaan di hatinya tapi sekaligus
memberi banyak penjelasan yang senantiasa lengket di pikirannya, wanita yang
kini sedang tersenyum sangat manis hingga memunculkan lesung pipi di kedua
pipinya yang sedang merona itu dan melambai dengan semangat ke arahnya...
“Adam!”
Kekasih!
Kamu selalu berhasil membuat hatiku penuh bunga-bunga. Apalagi dengan senyummu
yang merekah itu, kamu pasti tak tahu kan, berapa ratus ion cinta yang kurasa
sekarang... Dasar kamu yaa?? Kamu memang tak pernah ingin tahu...
owh...kekasih... heheh, tak kusangka, umi romantis sangat :D
BalasHapushahahaaa...baru tahu kak?? makanya gaul-gaul lah sama kami biar kami ajarin dikit ^_^
BalasHapusjadi kak ika bisa beraksi, hahahaaa