Dia terbangun. Masih jam 06.00. Pesawatnya mendarat semalam menjelang tengah
malam. Dia mencoba memejamkan lagi matanya, tapi tak bisa. Tadi malam dia kena
haidh. Dan diawal bulan adalah jadwalnya datang bulan. Jadi Annisa berencana
untuk tidur lebih panjang setelah perjalanan jauh. Nyeri haidhnya pun telah
mulai menyerang. Namun, matanya sudah tak bisa terpejam. Pikirannya masih saja
di Swiss mengenang senja itu. Annisa tersipu.
Dia meraih album liminating itu dan
mencoba mengulang memori-memori tentang moment yang diabadikan Adam dalam
fotonya. Moment pertama ketika melambaikan tangan pada Carolyn. Moment kedua
paling dia suka, saat dimana dia dan Katharine mengucapkan salam perpisahan
dengan saling menyentuhkan hidung mereka. Moment ketiga saat dia sedang
ditaman, proyek pre-wedding. Annisa memakai baju ungu tua dengan cardigan ungu
muda dan kerudung senada dan memegang balon ungu. Selanjutnya ketika Annisa
sedang sibuk dengan kameranya. Disini wajahnya keliatan sedikit bodoh, tapi
Adam paling suka yang ini. Moment terakhir dia kurang yakin kapan, tapi
terlihat jelas yang jadi focus utamanya adalah matanya. Di salah satu sudut
foto tertulis, kamu tak akan pernah
menyadari bahwa matamu itu cantik karena kamu asik memandang yang lain, bukan
matamu sendiri.
Seperti telepati sebuah sms masuk.
[Kekasih. Udah bangun kan? Kalau kamu ingat aku, lihat
aja album itu]. Annisa tersenyum tipis.
Aku bukan kekasihmu.
Akhirnya musim gugur datang. Udara
terasa semakin sejuk. Daun-daun mulai berguguran.
Hari ini dia malas keluar.
Biasanya dia sering mengunjungi masjid dan melakukan apa yang bisa
dilakukannya. Tapi hari ini dia lelah. Selain itu, nyeri haidh menyerangnya. Hmm… bagusnya ngapain yaa?? Bersih-bersih
aja.
Akhirnya dia memulai harinya dengan
membersihkan apartemennya. Gajinya lumayan besar menjadi staff You & Me
sekaligus fotografer. Setidaknya dia bisa membeli sebuah apartement. Unitnya
memang tak begitu besar. Hanya dapur, living room dengan sofa yang sangat
nyaman dan TV lumayan besar. Small bar disulapnya menjadi ruang penuh foto-foto
hasil karyanya. Di depannya dengan jendela kaca yang besar ruang kecil untuk
shalat, sebuah meja kerja dan lemari kecil. Kamar ada disebelahnya.
Ketika sedang merapikan lemari
bajunya di bath room. Dia mendapatkan sebuah kotak di laci paling atas. Sudah lama sekali! Kotak berisi semua
kenangan cinta pertamanya. Dia buka kotak itu. Dia dapati sebuah buku diari
tebal. Dia buka dan dia liat sebuah foto. Inilah
bermula tragedy itu…
***
Sekitar tiga tahun lalu di awal
bulan Maret…
“Annisa, sore ini ada waktu gak?”,
Tanya Reni.
“Ada Mba! Kenapa?”,
“Temani aku kerumah Rara, yuks!”
“Oh, Mba Rara sahabat mba itu yaa?
Yang suaminya juga pegawai You&Me?”
“Iyya… mba udah lama banget gak
ketemu dia. Ini kan keberangkatan Mba belum jelas, bisa aja bulan depan, pengen
banget ketemu dia, udah lama juga gak liat si kecil… gimana?”
“Oke Mba!”
Sore itu berangkatlah Annisa dan
Reni menuju rumah Rara di Karawang. Rumahnya
tidak terlalu besar. Tapi sangat nyaman karena diurusi dengan begitu baik. Diawal
pertemuannya, Annisa langsung suka dengan Rara. Annisa merasa nyaman sekali
berbicara dengan wanita cantik itu. Rara seorang wanita lembut nan cantik.
Seorang ibu rumah tangga yang tulen, pintar memasak dan dia begitu telaten.
Seorang ibu yang terlihat begitu mencintai anaknya dan yang paling membuat iri,
seorang istri yang keliatan sangat menghargai suaminya.
“Annisa udah lama kerja di You &
Me?”
“Belum Mba, baru lulus juga.
Kebetulan Annisa lulusan psikologi jadi dapat bagian tulis artikel remaja tapi
Annisa lebih focus di fotografi…”
“Oia? Suami saya juga seorang
fotografer di You & Me juga tapi dia sering ke luar daerah Asia…”
“Iya. Rizal kan lbih tepatnya staff
di You & Me cabang Asia yang di Malaysia itu lho Sa!”, sambung Reni.
“Nisa kenal?”, Nisa menggeleng.
“Rizal jarang ke kantor pusat Ra!
Tapi kudengar dia lagi disini…”
“Iyya, malam kemarin baru pulang.
Kak Rizal lagi ngurus pindah kesini aja… anak masih kecil kan? Kasihan kalau
jarang ketemu ayahnya…”, ucap Rara sambil mengusap rambut gadis kecilnya.
“Oia? Tapi belum ketemu siyh
dikantor!”…
Dan inilah awal pertemuan mereka…
“Assalamualaikum…”, mereka menjawab
salam. Lelaki itu masuk dengan senyum tersungging diwajahnya. Rara bangun dan
menyalami sang suami.
“Apa kabar Ren?”
“Baik. Nisa, ini Rizal suaminya
Rara. Rizal, ini Annisa teman kita di You & Me!”, keduanya berjabat tangan.
Tak ada yang special. Tapi ada satu hal yang membuat Annisa sedikit terpesona,
cara menatap lelaki itu. Intens.
“Oh…anak You & Me juga. Bagian
apa?”
“Fotografer Kak!”
“Oh, anak fotografer juga. Sama
kita. Ada ikut tes untuk short course ke Inggris?”
“Ada kak, kebetulan lagi nunggu
keputusan atasan juga!”
“Wahh, sama saya juga ikut!”,
ucapnya tersenyum. Kemudian mulai sibuk denga sikecil. Sesekali berbicara
dengan istrinya. Annisa mengamati itu pasangan suami istri itu. Tatapan mereka
satu sama lain penuh cinta, apalagi Rizal. Lelaki itu memang memiliki cara
memandang yang lembut namun dalam. Annisa saja yang bukan siapa-siapa merasakan
itu, apalagi istrinya.
Dia menikmati itu semua. Ya Allah, aku juga ingin suatu saat ditatap penuh cinta seperti itu.
Kita tak akan pernah tahu kapan doa kita terkabul, begitu pun Annisa.
Beberapa bulan berlalu. Hubungan
pertemanan Annisa dan Rara semakin erat. Walaupun jarang bertemu tapi komunikasi
lancar walau hanya dengan pesan singkat. Reni dan Nino baru saja berangkat segera ke York. Mereka dipanggil
untuk mengisi kantor cabang yang baru saja diresmikan di Eropa sana. Beruntung
sekali. Aku juga pengen suatu hari nanti bisa kesana.
Hari itu dia dipanggil menghadap
atasan. Dia sedikit grogi memasuki ruang itu. Ada beberapa orang disana. Yang
dikenalnya hanya atasannya, kemudian Sarah seorang wanita lagi yang akhirnya
dia tahu bernama Yuki. Dua orang lelaki itu tak pernah dilihatnya, mungkin fotografer
bebas dan itu Rizal. Suaminya Rara. Bertemu lagi setelah pertemuan pertama
dirumahnya beberapa bulan lalu. Lelaki itu tersenyum dan tatapan itu yang
sangat dinikmati Annisa.
Mereka berenam akan menjalani short
course fotografi di London selama tiga bulan setengah selama musim gugur dan awal
musim dingin mereka pulang.
***
Di hari-hari pertama di London semua
bercampur antara excited dan shocked. London kota yang indah. Annisa begitu
bersyukur bisa melangkahkan kaki ke negeri bermusim empat ini tapi dilain sisi
cuaca yang dingin menusuk tulang sangat mengganggunya, makanan juga kebiasaan
yang sangat berbeda. Mereka tinggal didua flat yang mewah menurutnya. Satu
untuk lelaki dan satu untuk wanita. Pertemanan pun berjalan lancar antara
Annisa dan Sarah, sedang Yuki seorang yang kurang ekspresif.
Memasuki minggu kedua ada yang
sedikit berubah. Mungkin cinta lokasi antara teman biasa terjadi. Itu juga yang
terjadi pada Annisa. Eka salah seorang rekannya menaruh hati padanya. Masa dalam waktu dua minggu bisa jatuh hati.
Batinnya. Dia pun dengan kata-kata yang halus menolak Eka. Menurutnya
mereka lebih baik menjadi teman. Kenyataannya selama 23 tahun hidupnya dia
belum pernah merasakan jatuh cinta. Benar-benar jatuh cinta.
“Mohon maaf ya Eka!”
“Hmm…sedikit kecewa siyh Nisa. Tapi
tak apa lah. Kamu nolak aku bukan karena lelaki lain kan?”, tanyanya penuh
selidik. What? Pertanyaan macam apa itu?
lagian kalau pun iya, apa urusan dia?
“Enggak kok Eka, maksud kamu apa?”
“Mungkin kamu juga naksir sama
Rizal?”, Annisa sedikit tersentak. Apa?
Suka sama kak Rizal?
“Aku gak ngerti maksud kamu”
“Kamu gak perhatikan selama beberapa
hari terakhir gimana Sarah sama Rizal begitu dekatnya? Keliatan Sarahnya siyh
yang sedikit agresif, gak tahu apa dia si Rizal udah punya bini, lagi hamil
pula! Mending dia sama aku, iya kan?”, Lelaki
ini kurang sopan.
“Jangan sembarangan ngomong dong
Eka! Mereka memang keliatan lebih akrab, tapi mungkin itu karena punya misi
atau ide yang sama. Nyambung kalau bicara. Kedekatan mereka pun masih dalam
tahap yang sangat wajar…”
“Yaah..terserah kamu laah! Tapi ini
aku ingatin yaa! Rizal memang tampan, tapi kamu harus jaga diri. Jangan terlalu
mendekatkan diri padanya. Dia itu pria yang sudah berkeluarga, bahaya kalau
jatuh cinta, apalagi kalau berbalas!”. Annisa mengucap istighfar dalam hatinya.
Dia tidak memungkiri kedekatan Sarah
dan Rizal terkadang membuatnya kurang nyaman. Satu sisi karena dia tahu Rizal
adalah suami Rara. Dia juga tak memungkiri, Rizal punya kemampuan yang sangat
bagus dalam fotografi. Dia belajar sangat cepat. Hasil fotonya bagus, bahkan
sangat bagus. Menurutnya tak masalah jika Sarah ingin belajar. Toh, sesekali
dia juga bertanya dan minta pendapat. Satu hal yang masih sangat dia nikmati,
tatapan itu. Beda. Tanpa disadari pun Rizal merasakan sesuatu yang berbeda saat
bersama Annisa. Nyaman sekali saat berbicara dengan wanita itu. Dia memang ingin belajar, sangat focus dan
professional. Rizal juga mendapati bahwa mereka punya ide yang sama tentang
fotografi. Kalau pun berbeda pendapat, keduanya saling bisa memberi solusi.
Tanpa disadarinya, lelaki itu mulai menyimpan rasa. Untuk Annisa. Wanita yang
sudah dari awal membentengi diri.
***
Sebulan berlalu. Kini sesuatu malah
berubah lagi. Sarah terlihat jauh dari Rizal. Mereka keliatan tidak baik, Sarah
jarang mau berbicara dengan Rizal. Sore itu, dia lihat Sarah duduk sendiri
dibangku taman dekat flat mereka.
“Ada apa Sar?”
Mengalirlah cerita dari bibir Sarah
tanpa harus dia paksa bicara. Gadis cantik itu terlihat menangis. Ya Rabb, benar adanya! Dia mencintai lelaki
itu! Annisa mengucap istighfar.
“Aku tahu dia sudah punya istri.
Tapi aku tak bersalah kan Sa, jika aku punya rasa ini?”, Annisa menggeleng. Memang benar, kita tak bisa memutuskan
kepada siapa hati ini akan memilih.
“Jadi kenapa kamu tertekan begini?”
“Aku sudah mengungkapkannya. Rizal
hanya diam. Dia minta maaf kalau selama ini aku salah mengartikan perlakuannya.
Dia menolakku Sa!”
“Sarah, apa yang dilakukannya benar!
Dia seorang lelaki yang sudah punya keluarga, apa jadinya kalau dia menerima
perasaanmu, semuanya akan tambah parah, iya kan?”
“Tapi, aku benar mencintainya…”,
Annisa merangkul gadis cantik itu. Dia iba.
“Annisa, jangan terlalu dekat dengan
Rizal. Jangan mengulang kesalahanku…”
Annisa tersentak. Dua orang sudah
mengingatkannya. Wanita itu memang sudah berusaha melindungi hatinya dari
segala kemungkinan. Tapi jalan Tuhan tidak ada yang tahu. Semakin hari, semakin
dia mengenal lelaki itu, semakin dia tahu ada suatu kesamaan dan titik nyaman
antara mereka. Diam-diam perasaan yang sangat dihindarinya itu pun dengan
teganya bersemi dihatinya… untuk pertama kalinya.
***
Dia lihat lagi kedalam kotak itu. Scarf ungu itu.
***
Sudah dua bulan kursusnya
berjalan.Weekend. Saatnya jalan-jalan. Annisa memakai sepatu bootnya dan keluar
untuk mencari udara segar sekaligus mencari objek yang bagus. Sarah dan Yuki
masih terlelap.
Ketika dia sedang menikmati udara
pagi, seseorang menepuk bahunya…
“Hai, pagi!”, Suara itu Rizal.
“Hei, pagi kak! Mau kemana?”
“Jalan-jalan, kamu?”
“Sama”, mereka tersenyum. Dan mulai
melangkah.
Hari itu mereka habiskan berdua
menjelajahi sebagian kota London hanya berjalan kaki. Masuk toko ini dan itu.
Memotret etalase. Ketika tiba disebuah toko aksesoris dan Annisa sedang asik
melihat-lihat benda-benda kecil nan cantik. Rizal tertarik pada sehelai syal.
Warnanya ungu, warna kesukaannya. Dia mengambil itu dan. Bukannya ingat untuk
istrinya tapi…
“Annisa…”
“Iya…”, Annisa menoleh. Dan
tiba-tiba Rizal langsung memasangkan syal itu ke lehernya.
Annisa terkejut
namun tidak berbuat apa-apa. Tiba-tiba hatinya berdegup kencang.
“Hmm…warnanya pas dengan kerudungmu.
Juga sangat cocok dengan kulitmu”, ucap lelaki itu sambil memandang lembut
tepat ke mata Annisa. Dan kini jantungnya berdegup tambah kuat.
Annisa tersenyum mengulang memori
itu. Saat itu, moment itu memang sangat indah tapi sangat menyakitkan. Dia
masukkan lagi syal itu dan beralih ke benda lain. Topi pantai dan Kaca Mata.
***
Nino datang berkunjung. Dia khusus
datang dari York untuk bertemu Annisa. Nino memang sahabat cowok terdekatnya.
Jangan Tanya apa Nino juga memiliki rasa untuk Annisa. Karena sebenarnya iya,
tapi karena dia tahu perasaannya bertepuk sebelah tangan, dia lebih memilih
memendam dan menjalani hubungan sebagai sahabat
dan kini dia everything is better in time. Nino sudah bertunangan dengan
adik kelasnya dikampus dulu. Kebetulan saat kedatangan Nino, Sarah berulang
tahun jadi mereka membuat acara barbeque. Mereka mengundang beberapa teman
asing di kelas fotografi dan instructurnya. Dan sikap Rizal tak bisa lagi
dibohongi. Annisa boleh mengelak, tapi tatapan dan juga perhatian tak bisa
menyembunyikan rasanya terhadap wanita itu. Nino tersentak ketika menyadari
itu. Awalnya dia tak percaya, namun semakin diperhatikan semakin terjawab dugaannya…
“Sa, kamu lagi jatuh cinta ya?”,
Annisa terkejut.
“Iya Nin,benar sekali. aku lagi
jatuh cinta sama kamu, hahaha… Ada-ada aja kamu. Jatuh cinta sama siapa?”
“Sama Rizal!”, jawaban singkat itu
langsung membuat Annisa terdiam tanpa kata.
“Benar kan dugaanku. Dia juga
mencintaimu kan?”
“Jangan ngomong sembarangan, Nin.
Kak Rizal sudah berkeluarga…”
“Berkeluarga tak berarti dia tak
bisa jatuh cinta lagi. Annisa, kamu harus hati-hati. Jangan pernah bermain api.
Aku lelaki Annisa, aku bisa lihat kalau Rizal memang mencintaimu.”
***
Setelah kunjungan Nino dan
percakapannya itu, Annisa mulai menjaga jarak. Rizal tentu merasakan itu.
Annisa juga begitu menghindari berbicara dengannya. Tapi, Rizal bukan menjauh,
dia makin mendekat. Dia juga begitu hafal makanan apa yan paling disukai Annisa
selama di Inggris. Samosa. Dia juga tahu jadwal haidhnya Annisa karena Annisa
selalu bolos khursus saat dia nyeri haidh. Dan Rizal akan datang membawa
sebotol air hangat. Lelaki itu tak berniat mengkhianati istrinya, tapi dia juga
tak bisa menghindari perasaannya. Perasaan yang baru pertama kali dirasakannya.
Jatuh hati. Pernikahannya dengan Rara ternyata Arranged Marriage. Dia
menyayangi wanita itu apalagi sejak mereka memiliki seorang putri yang cantik.
Tapi tak lebih dari itu. Sekarang Annisa malah datang dan berhasil mencuri
hatinya.
Sementara Annisa mulai tidak nyaman.
Dia cemas kalau saja memang benar perasaanya berbalas. Tapi semakin mendekati
waktu pulang semakin Rizal menunjukkan tanda-tanda itu. Namun lelaki itu tak pernah
mengngkapkan secara gamblang hanya lewat bahasa tubuh dan perhatian. Satu sisi
dia tak memungkiri, perasaannya bahagia ketika lelaki yang dicintainya itu ada
dihari-harinya. Dan benar-benar ingin menanyakannya.
Weekend lagi.
Satu sms masuk. Rizal.
[Kita sudah menjelajahi sebagian kota dengan berjalan,
hari ini kita jelajahi London by train. Ikut?].
Ini moment yang tepat pikirnya.
Mereka pun menjelajahi London naik
kereta api menuju kota lain. Tepat disebuah kota kecil dengan landscape yang
sangat indah. Mereka memasuki sebuah toko kecil. Annisa juga berniat membeli
oleh-oleh karena hitungan hari mereka akan mendarat di Indonesia lagi. Rizal
terlihat asik melihat-lihat kacamata dan topi. Mereka selesai dan berjalan
santai. Membeli burger dan makan di pemberhentian bus.
“Annisa…”
“Iya kak!”
“Selamat Ulang tahun!”, bahkan
Annisa lupa hari ini ulang tahunnya. Dan topi pantai serta kacamata yang
dibelinya tadi yang awalnya dikira Annisa untuk istrinya diberikan sebagai kado
ulang tahunnya. Annisa terpana. Tapi tak dipungkiri satu sisinya membuncah
bahagia.
Mereka berjalan lagi. Kini Annisa
tertinggal beberapa langkah dibelakang mencoba menikmati pandangannya kearah
lelaki itu. Dia takut moment ini tak akan terjadi lagi. Aku tahu ini berdosa Ya Allah, tapi apa aku salah jika aku menikmati
rasaku ini. Saat dia sedang asik dengan pandangannya tangan itu meraih
tangannya. Mengenggamnya erat. Annisa terpana. Mereka hanya diam. Lama. Tidak! Annisa, ini salah!
Annisa pun berhenti melangkah. Rizal
pun berhenti dan menoleh.
“Kenapa? Capek?”, Tanya lembut
sambil menunduk kearah Annisa. Dan lagi-lagi tatapan itu… Tuhan, seharusnya tak perlu Engkau kabulkan doaku waktu itu. Aku ingin
tatapan ini, tapi bukan darinya…Mba Rara, maafkan aku! Annisa menggeleng.
Annisa melepas genggaman tangannya.
“Kak Rizal, ini maksudnya apa?
Tolong jelaskan!”, Annisa bertanya dengan wajah yang sangat memperihatinkan.
Rizal mendesah.
“Iyya Annisa. Yang kau pikirkan
benar adanya. Aku jatuh cinta padamu. Untuk pertama kalinya, aku telah jatuh
hati.” Ucapnya lembut.
“Apa?”, kini Annisa tak bisa
membendung air matanya. Mba Rara, aku
benra minta maaf.
“Iya, aku jatuh hati padamu untuk
pertama kali dalam hidupku…”
***
Annisa seorang wanita. Dia ingan
Rara.Dia punya keinginan kuat mengubur perasaaanya dan menghindari Rizal. Tapi,
jarak dan intensitas tak mengizinkan. Dan niatnya hanya dapat berlangsung
hitungan jam selanjutnya dia menikmati perasaannya dan kebersamaannya bersama
Rizal. Apalagi sejak tahu kisah Rizal dan Rara, perasaan itu semakin menjadi-jadi.
Mungkin peran orang ketiga pun sangat kuat (nafsu dan syeitan), seolah berbisik
dihatinya Kamu menang Annisa! Kini
pandangan itu hanya milikmu, bahkan pandangan itu berbeda dan hanya untukmu.
Annisa tersenyum bahagia.
Annisa dan Rizal mungkin tak sadar,
jika kedua orang sudah tak ada batasan dalam berbicara apapun. Kemungkinan
jatuh hati lebih besar dan mereka melewatinya. Semuanya terasa nyaman. Jika dua
orang sudah sangat dekat, tak ada jarak yang signifikan dalam menghabiskan
waktu bersama, maka itu juga hal yang membuat perasaan semakin besar dan yang
mereka juga menjalaninya. Yeng terakhir mungkin yang masih terjaga karena
mereka juga manusia bertuhan, ketika tak ada jarak lagi dalam sentuhan (artikan
sendiri). Annisa dan Rizal seolah lupa ada seorang wanita dan anak kecil bahkan
seorang calon bayi menunggu Rizal dengan rindu di Indonesia. Namun, Allah tak
membiarkan mereka selalu dalam ketenangan karena memang hubungannya tidak
benar.
Menjelang tiga hari kepulangan,
malam itu Annisa sedang menikmati waktu mengobrol dengan Rizal via chatting.
Sebuah sms masuk dan itu sangat mengejutkannya.
From: Mba Rara.
Annisa, apa kabar ? Mudah-mudahan selalu dalam
lindungan Allah. Annisa, perasaan mba tidak enak beberapa minggu terakhir,
apalagi sudah dua hari nomor Kak Riza tidak aktif, tidak terjadi apa-apa kan
sama Kak Rizal?
Firasat seorang istri. Dan seketika
itu seperti ditampar, hati Annisa penuh dengan dosa. Dia menangis. Aku telah jadi selingkuhan. Aku wanita
jahat.
[Aku sehat Mba, Kak Rizal juga baik saja.
Alhamdulillah. Mba Rara apa kabar?]. Send. Tidak Mba. Aku bohong. Kak Rizal memang
sehat dan baik tapi hatinya yang tidak lagi untukmu dan aku wanita jahat yang
tega merebutnya darimu.
Dua menit kemudian masuk sms kedua.
[Alhamdulillah. Mba juga baik disini, sedang menunggu
kelahiran adiknya Nabila ini. Nisa, tolong jaga Kak Rizal ya? Walaupun hanya
tiga hari lagi. Send
Sms itu mungkin berisi kata-kata
biasa, tapi bisikan lain mengartikannya berbeda.
***
Annisa hanyalah tetap seorang
manusia biasa, ketika dia berusaha tapi disaat Rizal menjelaskan bahwa
perasaannya lebih besar dan baru kali ini dia merasakannya. Dia luluh. Dan
ketika bisikan lain itu juga melancarkan aksinya. Hanya hitungan jam lagi, nikmati kebersamaan ini.
Hari ini merupakan hari terakhir.
Mereka sudah berada didalam burung besi itu. Semuanya seperti diatur sedemikian
rupa, dimana teman yang lain duduk terpisah-pisah, mereka duduk bersama di
kursi yang bersebelahan. Mereka menikmati kebersamaan yang tidak mungkin sama
lagi itu dengan berbincang lama. Tertawa sampai waktu pun terlupa dan malam
terlewat.
Dan welcome back to Indonesia.
Saat-saat itu lah yang paling menyakitkan. Saat-saat dia melihat Mba Rara yang
hamil besar menunggu suaminya beserta si kecil Nabila. Bukan karena wanita itu
memeluk erat sang suami tapi karena perasaannya yang sekarang tak terhindarkan
lagi dari perasaan dosa. Dan yang paling mengejutkan, wanita itu menangis
seolah suaminya memang bukan miliknya lagi. Rizal menenangkannya dan mengusap
airmata itu. Tidak. Annisa bukan cemburu tapi perasan itu lebih besar lagi.
Perasaan dosa. Mba, aku minta maaf telah
mencintai suamimu dan membiarkannya juga mencintaiku. Aku benar tak bermaksud.
Dia diam-diam menangis. Aku janji Mba
akan segera mengubur rasa ini. Ironis sekali, pertama kali jatuh hati dia
harus benar-benar sakit hati.
Rizal benar pindah ke kantor pusat.
Dan itu artinya pertemuan mereka tak terhindarkan. Dan kali ini benar-benar
sudah tidak nyaman. Ternyata kenyataan memang menyadarkan Annisa bahwa mereka
telah berbuat dosa. Annisa benar-benar
menghindar. Tapi Rizal ternyata tak begitu saja membiarkannya mundur. Semakin
Annisa mundur, dia mendekat. Kalau pun Annisa tak mau bertemu, Rizal akan
menelpon berulang kali dan mengirim sms puluhan. Suatu ketika ketika memang
pembicaraan itu tak bisa dihindarkan…
“Annisa, please jangan berubah. Kita
tetap bisa seperti dulu…”, Annisa tersentak. Apaan ini?
“Istighfar kak. Ingat Mba Rara.
Sudah cukup kita berbuat salah sejak di London. Please, stop doing this. Leave
me alone and go back to your wife, please!”, ucapnya memohon.
Rizal memang tak pernah berniat
meninggalkan Rara. Tapi dia juga ingin Annisa tetap bisa bersamanya. Egois
memang. Dia ingin Annisa bisa masuk ke keluarganya. Tapi dia tidak sadar
keegoisannya itu menyakiti Annisa dan tentu istrinya.
***
“Mba, aku udah gak sanggup.
Sepertinya aku harus resign… aku sudah berusaha bersikap wajar, tapi Kak Rizal
malah semakin mendekat. Semuanya tak akan berhasil kalau begini terus. Aku
harus pergi. Segera. Kasihan Mba Rara,” isaknya ketika Reni menelponnya dari
York.
“Sabar Nisa. Tenang, jangan
buru-buru. Tunggu beberapa saat lagi, insyAllah pasti ada jalan”.
Seminggu telah berlalu. Ketika dia
sedang sibuk dengan laptopnya, sebuah sms masuk. Rizal.
[Alhamdulillah putra kedua kami telah lahir tadi
subuh]. Annisa mengucap syukur tapi satu
sisi, dia tidak butuh ini semua.
[Selamat. Mudah-mudahan menjadi anak yang sholeh]. Send
[Kapan datang kerumah?]. Tidak digubrisnya lagi sms itu. Ternyata Rizal masih
tetap dengan usahanya mendekatkannya dengan keluarganya.
Beberapa hari berlalu.
[Annisa, Alhamdulillah putra kedua Mba sudah lahir.
Kapan datang melihat sikecil? Mab kangen sama kamu Nisa]. Sms itu membuatnya terisak lagi. Wanita itu tak pantas disakiti, apalagi olehku. Dia tak sanggup
bahkan untuk melihat wajah itu. Dia merasa sangat berdosa.
[Alhamdulillah Mba. Selamat. Mohon maaf Mba, Nisa lagi
banyak deadline ini jadi belum bis liat sikecil. InsyAllah Nisa kirim doa buat
si pengeran kecil. Jaga kesehatan Mba].
[Nisa, padahal Mba ingin sekali bertemu, tapi ya
sudah. Kamu juga jaga kesehatan. Oia, Mba belum bilang terima kasih udah jagain
suami Mba. Dia bilang Annisa yang selalu perhatian disana saat aku tak ada]. Dan sms ini benar-benar membuat Annisa seperti
pendosa. Air matanya mengalir deras.
***
Beberapa bulan berlalu… disaat dia
sedang bersiap ke kantor, hpnya berbunyi. Nomor
luar. Pasti Mba Reni.
“Annisa, Mba ada berita gembira
buatmu. Setelah beberapa saat lalu berbicara dan meminta sebuah lowongan buat
kamu di York sama Mba Diana. Akhirnya…Alhamdulillah beliau setuju…”, Annisa
mengucap syukur.
Dua minggu setelahnya hanya dengan
memberitahu atasan dan menyerahkan surat rekomendasi dari Mba Diana, Annisa
benar-benar pergi. Empat hari dia habiskan bersama keluarganya. Rizal tak tahu
apa-pun hingga dihari keberangkatannya. Dia dengan buru-buru mengejar ke
bandara mencegah pujaan hatinya terbang. Begitu pun Rara yang mengetahui
keberangkatan Annisa dari Reni. Dia bergegas menuju bandara, dengan pakaian
seadanya. Ketika bersalaman dengan Abah, Bunda dan saudaranya, Annisa bergegas
masuk ruang tunggu. Namun sebuah panggilan menghentikan langkahnya dan suara
itu sangat dikenalnya…
“Annisa…Tunggu!”, Annisa menoleh dan
melihat kearah seseorang itu. Tas jinjing yang dipegangnya jatuh seketika
bersamaan dengan tetes airmatanya yang tumpah. Mba Rara.
Annisa berjalan cepat menuju wanita
itu dan memeluknya erat. Airmatanya tumpah tak tertahan, dia menangis terisak.
Keluarga Annisa terpana.
“Mba..ma..maa..maafin
An..Ni.i..sa!”, isaknya didalam pelukan itu. Rara merasakan sedih yang luar
biasa. Dia tahu Annisa juga sangat terluka. Dia membelai kepala itu. Dia pun
terisak. Seseorang yang baru saja tiba itu tertahan langkahnya. Rizal. Dia
terpana. Ternyata begitu besar lukamu
Annisa. Maafkan aku!
“Tidak ada yang perlu dimaafkan,
Nisa… kamu gak salah! Waktunya saja yang tidak tepat!”
“Mba…Ann..Nii..sa berdosa
sam..ma..Mba..Rara…”
“Sudah cukup Dik! Jangan
mengulang-ngulang, tidak ada manusia yang sempurna. Kamu juga tidak pernah
meminta ini semua terjadi kan? Ini sudah jalan Allah…”, Annisa semakin terisak.
Bagaimana mungkin dia tega menyakiti hati
wanita mulia ini.
Jeda. Lama.
Bagi penumpang dengan nomor penerbangan GA321 tujuan
Bangkok mohon segera…”
Suara panggilan itu menyadarkan
Annisa bahwa dia harus segera pergi. Pesawatnya akan transit di Bangkok dan
kembali menuju Inggris. Dia memeluk Rara untuk terakhir kalinya dan mengucap
selamat tinggal. Dia pergi. Rizal hanya bisa terpana melihat Annisa benar
pergi.
Garuda membelah angkasa dan mengantarkan
Annisa menuju suatu tempat dimana dia akan
menata hatinya…
***
Annisa tak menyadari air mata telah
jatuh di pipinya. Kenangan masa lalunya. Malam pun tak terasa telah menjelang.
Dan kini dia disini dengan sebuah kisah baru… tiba-tiba dia ingat lelaki itu.
Lelaki yang baru saja mengupkapkan isi hatinya kepadanya. Adam. Dia lagi ngapain ya?
“Tok…tok..”, ada yang mengetuk pintu
unitnya.
Dia meraih jilbabnya dan buru-buru
menuju pintu masuk. Dia raih gagang pintu itu dan membuka. Dan seperti membaca
pikirannya Aku disini, kekasih! Adam
berdiri gagah di depan pintu masuknya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar